Mohon tunggu...
Thomy Satria (tomisteria)
Thomy Satria (tomisteria) Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menulis cerpen, dan lagu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Senja Kelamku, Pintasan Surgamu

11 November 2024   09:57 Diperbarui: 20 November 2024   22:43 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tapi kali ini aku lanjut bercerita tentang betapa aku bersyukur ada Ani. Kalau Ani tidak ada. Matilah aku. Sengsaralah aku. Aku bisa meringkuk di RSJ atau panti jompo.

Pernah aku hilang tengah malam. Ani dan Topan mencariku sampai mendapatiku sedang duduk kebingungan di dekat pasar. Aku ungkit kisah itu lagi dan aku puji-puji Ani. Seolah Ani sudah lebih dari Tuhan bagiku. Tuhan cuma penyiksaku.

Kau takkan sanggup menahan nyerinya seluruh sendi; hilang telinga dan mata; serta kepala yang terus berdenyut seperti digerogoti maggot ini. Harusnya aku sudah mati sejak dulu, berkali-kali aku berpikir ajalku pasti hari ini. Tapi sampai sekarang aku masih hidup! Aku pun tak peduli lagi pada Tuhan. Yang aku pedulikan hanyalah manusia seperti Ani yang mengerti aku. Tuhan tidak mengerti aku.

Dulu aku tidak sebodoh ini, Nak. Aku, Datuk Kuning dari kaum Piliang Lawas. Di Minang, menerima gelar datuk berarti menerima tugas menjaga dan memelihara semua anggota kaumku secara garis keturunan matrilineal. Ringkasnya, anak ibuku; anak saudari perempuan ibuku; sampai cucu-cucu dari anak perempuan mereka; berada dibawah tanggung jawabku.

Aku dulu juga mendapat tugas sebagai pengumpul literatur adat di kantor kepala desa. Berburu manuskrip para pendahulu dan mengetiknya ulang menggunakan mesin tik tua milikku. Aku cukup disegani dikalangan para Datuk di desa ini sebagai tempat bertanya seputar masalah adat.

Nasehat bijakku sering diminta untuk menyelesaikan sengketa adat dari kaum lain. Keahlianku dalam menyelesaikan masalah, membuatku makin dihormati oleh para datuk di Desa Tarandam ini.

Aku dulu juga seorang guru SD. Banyak bekas muridku yang sudah beranak cucu, menyapaku di jalan. Tapi niat mengajarku keliru. Aku berniat memperbaiki muridku. Akhirnya ilmuku hanya untuk mereka, tidak kembali kepadaku. Seharusnya sembari mengajar aku berniat ishlah diri. Agar ajaranku kembali ke diriku sendiri. Mungkin sekarang aku sudah jadi insan yang ihsan penuh ketenangan. Bukannya jadi mayat berjalan yang penuh ketakutan dan juga kesombongan.

Sejak pensiun, aku selalu sholat berjamaah di rumah dengan nenekmu. Mungkin ini juga kenapa Tuhan enggan padaku. Jumawa dengan amalku yang sebenarnya tiada harga di hadapanNya. Seharusnya aku jadi ahli masjid sejak dulu. Bukan berbangga istiqomah berjamaah dengan istriku dirumah, padahal Musholla Simabur berdiri tepat didepan rumahku.

Siapa sangka usia senjaku sekelam ini. Sepertinya di ufuk barat sana mega mendung dengan gagah menghalangi cahaya mentari jingga. Akalku, mataku, telingaku, kekuatanku, kecerdasanku, kebijaksanaanku, telah Tuhan rampas semua. Tak ada lagi nasehat bijak yang bisa kalian harapkan. Yang tersisa hanya keluh kesah dan sumpah serapah yang akan membuat hati kalian patah.

Begitulah usia tua, Nak. Kau takkan bisa kendalikan. Walaupun sudah kau rencanakan. Sudah ku jaga sawah agar beras tak perlu beli di usia pensiun. Sudah ku bangun rumah enam kamar agar anak cucuku bisa menginap sembari menjaga kakek nenek mereka.

Sekarang aku hanya jadi si gaek pandir yang menyebalkan. Yang uring-uringan hanya karena gaji pensiunku terlambat datang walau baru sehari. Apalagi sepekan, aku bisa gila! Enam anakku, cuma Ani yang mau merawat dan menjaga. Dua belas cucuku hanya si Topan tolol itu yang terpaksa ikut tinggal disini karena nganggur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun