Bagas sudah menganggur selama dua tahun. Dia ingin pensiun dari karirnya di dunia telekomunikasi karena sebuah pengalaman buruk di masa lalu. Tapi nasib baik masih memihak sama pengangguran ini. Catatan dosanya tidak ada artinya kalau yang merekomendasikan dia bekerja adalah abang angkatnya sendiri.
Bang Rizal, abang angkatnya ini lebih tua sepuluh tahun. Hari minggu itu datang kerumahnya dan menyapa Bagas dengan sikap slengean yang khas seperti mafia gangster me-roasting juniornya yang bodoh.
"Eeeeh, masih nganggur kau, tupai?" Bang Rizal emang suka bikin nama panggilan aneh buat orang. Bagas pun ga luput dari kesewenangan Bang Rizal ngasih nama random.
"Ada kerjaan, Bang Bos?" Alih-alih membalas dengan panggilan serupa, sebagai yang lebih junior dalam kehidupan dunia, Bagas memilih memanggilnya Bang Bos karena respek.
"Nanya kabar nggak, udah nanya kerjaan kau, tupai!" Sindir Bang Rizal.
"Apa kabar, Bang Bos? Hehe sorry." Bagas tersenyum dengan rasa bersalah. Dia memang tidak pandai basa basi dari dulu.
"Besok kau datang ke kantor kawan satu ini. Bawa CV mu. Jangan ke PT lama. Nanti khilaf lagi kau disana." Ujar Bang Rizal menyodorkan sebuah kartu nama.
"Hahah, ya mana mungkin lah aku kan udah di blacklist di PT lama. Btw, posisinya sebagai apa nih, Bang Bos?"
"Ee, mana aku ngerti. Pokoknya kerjanya di kantor bukan di lapangan lagi. Di lapangan kau kayak kerbau ditusuk hidung nurut aja di nawa orang masuk jurang, tolol." Cela Bang Rizal tanpa membuat Bagas tersinggung.
-----