Hipotesa saya adalah "Tempo terganggu dengan eksistensi para influencer, buzzer, blogger ataupun vlogger (Saya simpulkan apapun istilahnya, sebenarnya mereka adalah menjual tulisan mereka)"
Mengapa terganggu? Tentu bisa dari 2 hal, antara lain:
1) Pride, ini terkait selama ini tempo cukup dikenal dengan narasi investigasi nya yang cukup keren, menggigit, tajam, berkualitas dan lain sebagainya, sehingga patut menjadi acuan informasi bagi siapapun di Negeri ini. Oleh karena itu mereka pasti merasa bangga. Tetapi kini, era medsos, karena semua orang bebas menuliskan sesuatu, sudah seringkali media mainstream, salah satunya tempo terlambat mendapatkan informasi yang A1 dari sumbernya. Kini, para influencer, buzzer, blogger sudah lebih dulu mendapatkan berita yang A1, dan lalu viral, media terlambat. Mereka kesal, sebab mereka berstatus follower jadinya. Itu salah satunya. Kita masih ingat selama bulan september ini, banyak influencer yang terlebih dahulu mendapatkan infomasi kejadian dilapangan, sebut saja misalnya Soal Ambulans bawa Batu ditengah-tengah demo, @DennySiregar, justru lebih dulu posting dibanding @TMCPoldaMetro misalnya, meski pada akhirnya kedua akun itu kemudian menghapusnya kemudian. Baru menyusul kemudian Media Mainstream. Di masa-masa yang lampau, ini hampir jarang terjadi. Â
2) Uang, Selama ini iklan hanya bisa didapatkan media, baik elektronik maupun cetak. Tetapi kini, di era medsos, para influncer sudah bisa langsung mendapatkan kue iklan lewat endorse produk. Di samping karena influncer memiliki follower yang berjubel, bayaran untuk endorse lewat influencer saya duga lebih murah dibanding beriklan di media elektronik dan media cetak misalnya. Sehingga kue bagi media mainstream kini semakin kecil. Kalah bersaing dengan para influncer.
Dua alasan diatas aja sudah cukup kuat alasan untuk patut menduga, ada sesuatu dalam serangan tempo kepada para buzzer. Belum lagi kalau kita gali lebih dalam, pasti banyak yang bisa kita duga sebagai alasan ketakutan mereka akan keberadaan netizen, buzzer, influencer, blogger dan vlogger (saya tak mau memisahkan mereka, karena basicnya semua adalah dari minat menulis).
Dan pada akhirnya, Media mainstream lambat laun akan berkurang karismanya. Karena kharismanya berkurang, secara otomatis bargaining positionnya berkurang, akibatnya pengaruhnya semakin berkurang dalam membangun narasi.
Kekuatan para influncer, buzzer dan blogger adalah kesetiaan para followernya untuk selalu menanti tulisannya, baik itu ditulis singkat di twitter ataupun lebih panjang di instagram dan facebook misalnya, tetapi followernya akan terus setia membaca, men-like, bahkan lebih jauh men-share, itu sebabnya tulisan-tulisan influencer seperti Denny Siregar dan para penulis kompasiana.com dan juga seword.com banyak yang viral.
Saya bisa sebut beberapa contoh tulisan yang sangat berpengaruh dari netizen di masa lampau seperti kasus Abraham Samad bertemu Hasto Kristyanto disebuah Apartemen, justru diungkap penulis kompasiana. Kita juga ingat persis Bagaimana Gayus Tambunan yang bebas berkeliaran diluar penjara bertemu dengan teman-teman kompasianer saat itu. Itu juga viral dan sangat berpengaruh beritanya.
Kita baru juga disuguhi bagaimana Kompasianer Senior, Ninoy Karundeng baru-baru ini mendapatkan perbuatan tidak menyenangkan, hingga nyawanya sempat terancam. Itu juga karena betapa berpengaruhnya tulisan tulisan dari para blogger, influncer, buzzer.
Kita tentu ingat betapa dahsyatnya pengaruh tulisan Jonru dimasa lalu, meski lebih banyak hatersnya. Kita tentu ingat bagaimana tulisan Bunni Yani mampu membawa Ahok ke dalam penjara.
Kita harus berikan credit point bagi kompasiana yang banyak melahirkan para penulis (influencer, buzzer, blogger) berpengaruh di negeri ini. Sebutlah misalnya para penulis di seword.com, mereka adalah lulusan-lulusan terbaik di kompasiana.com.