Ada juga suku Muyu yang memiliki kepercayaan dan adat dalam memahami makanan. Suku yang di wilayah kaki gunung ini sangat mengandalkan hutan sebagai lumbung pangan mereka. Atas itu, mereka mempercayai bahwa hutan memiliki penunggu atau roh yang melindungi hutan dan segala hal yang ada di dalamnya.
Menurut Schoorl dalam Laksono dan Wulandari (2021), suku Muyu mempercayai tiga kekuatan roh yang melindungi hutan. Pertama ada roh bernama roh Komot, yang merupakan penguasa segenap hewan-hewan liar. Roh kedua bernama roh Tanggitman, yang merupakan penguasa buah dan tumbuhan. Terakhir ada roh Kongki yang menguasai sagu.
Atas itu, dalam setiap kegiatan berburu dan meramu makanan, suku Muyu selalu menggunakan mantra-mantra khusus untuk memohon izin ke pada tiga roh tersebut ketika hendak memasuki hutan. Agar mereka bisa mendapatkan makanan yang berlimpah dari hutan dan dapat keluar dari hutan dengan selamat tanpa diganggu oleh roh-roh tersebut.
Profil Kuliner Masyarakat Papua
Bentang alam yang ekstrem dan luas, serta didukung oleh beragamnya kebudayaan dan kepercayaan setiap suku di Papua dalam memahami makanan, membuat profil kuliner masyarakat Papua menjadi ikut beranekaragam. Total ada sekitar 23 menu makanan yang berasal dari Papua, dengan sagu sebagai makanan pokoknya (Gardjito dkk, 2018).
Meski memiliki begitu banyak sumber karbohidrat, seperti ubi, keladi, labu, dan lainnya masyarakat Papua yang hidup di pendalaman hutan maupun yang hidup di wilayah pesisir ternyata justru lebih banyak mengkonsumsi sagu sebagai sumber karbohidrat utama mereka. Alasan ini bisa dipahami dari banyaknya varietas tanaman sagu di bumi Papua.Â
Menurut Danang (2021), ada sekitar 96 varietas tanaman sagu di Papua. Jumlah ini sekaligus menempatkan Papua sebagai wilayah di Indonesia yang paling banyak memiliki varietas tanaman sagu.Â
Sagu telah menjadi darah dan daging dalam lanskap gastronomi Papua, bahkan beberapa suku menganggap tanaman sagu sebagai salah satu tanaman suci mereka. Marga Mahuze misalnya, menghormati tanaman sagu sebagai lambang persaudaraan yang sejati.
Adapun bagi masyarakat suku Asmat, ulat sagu dipercaya sebagai hewan yang suci dan dihormati dalam kebudayaan kuliner mereka. Menurut mereka, ulat sagu itu berisi roh-roh leluhur yang telah tiada, yang kemudian hidup kembali dalam rupa yang lain, yakni ulat sagu. Karenanya, bagi suku Asmat ulat sagu selalu disajikan sebagai menu yang sangat istimewa.
Karena tanaman sagu telah menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi kuliner masyarakat Papua sejak ribuan tahun, maka tidak mengherankan, jika masyarakat Papua akhirnya lebih cenderung memanfaatkan dan mengolah tanaman sagu beserta dengan turunan-turunan (ulat sagu) sebagai sumber karbohidrat dan protein.
Menu Khas Bumi Papua