Mohon tunggu...
Thomas Panji
Thomas Panji Mohon Tunggu... Freelancer - Content Writer

Berusaha dengan sebaik mungkin

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kekayaan Kuliner Papua nan Mempesona

1 Juli 2023   08:00 Diperbarui: 2 Juli 2023   13:33 1184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warga bersama-sama mengangkat batu untuk mengambil makanan yang dimasak dengan bakar batu di Lapangan Trikora, Distrik Ilaga, Kabupaten Puncak, Papua, Kamis (15/9/2016).(KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG)

Zona kaki gunung dihuni oleh suku-suku seperti, suku Muyu, suku Sentani, suku Nimboran, suku Meybrat, dan suku Attam. Pekerjaan mereka pun hampir serupa dengan suku yang hidup di wilayah dataran tinggi Papua. Namun, pekerjaan yang berbeda dapat ditemukan dari suku Sentani, di mana mereka mengandalkan kekayaan Danau Sentani untuk memperoleh ikan.

Adapun zona terakhir adalah zona dataran rendah atau wilayah pesisir. Tidak ditemukan keterangan mengenai suku-suku apa saja yang mendiami wilayah zona dataran rendah. 

Namun yang pasti, suku-suku tersebut tinggal di wilayah Sorong, Nabire, Biak, hingga Yapen dan mereka mengandalkan sektor perikanan serta pertanian sebagai tumpuan ekonominya.

Sekelompok masyarakat Papua sedang memasak dengan cara bakar batu | Tni.mil.id
Sekelompok masyarakat Papua sedang memasak dengan cara bakar batu | Tni.mil.id

Kepercayaan dan Adat Istiadat Mengenai Makanan

Keberagaman suku yang ada di Papua, sebagai akibat dari kompleksitas bentang alam dan pembagian zona ekologis di dalamnya, kemudian juga memunculkan adanya persamaan maupun perbedaan sudut pandangan kepercayaan serta adat istiadat kesukuan dalam memahami makanan dan kebudayaan makan yang berkembang dalam komunitas mereka.

Misalnya, meski suku Amungme dan suku Kamoro berasal dari zona ekologis yang berbeda, namun kedua suku ini memiliki satu kepercayaan dan adat istiadat yang serupa, yakni mereka sama-sama merayakan ritual Kaware atau perayaan atas berdirinya rumah baru. Dalam ritual itu, para laki-laki dari masing-masing suku akan disuguhi cacing tambelo.

Cacing tambelo atau cacing bakau adalah jenis cacing yang memiliki nama ilmiah sebagai Bactronophorus thoracites. Cacing ini banyak hidup di wilayah hutan bakau dan tumbuh subur di batang-batang pohon bakau yang membusuk. Cacing jenis ini banyak ditemukan di sekitar wilayah Mimika dan dalam ritual Kaware, cacing ini disuguhkan sebagai ucapan terima kasih.

Memasak cacing tambelo atau cacing bakau dengan bumbu colo-colo khas Papua | IDNTimes.com
Memasak cacing tambelo atau cacing bakau dengan bumbu colo-colo khas Papua | IDNTimes.com

Dalam upacara kematian pun, kedua suku tersebut juga disuguhkan kembali dengan cacing bakau. Namun, khusus untuk acara kematian para tamu diwajibkan untuk menyantap cacing tersebut bersamaan dengan dua jenis hidangan lainnya, yakni siput dan kerang yang jumlahnya melimpah ruah di wilayah rawa-rawa.

Menurut Hardiansyah (2006), berbagai hidangan tersebut disajikan sebagai bentuk doa dan harapan untuk keluarga yang ditinggalkan. Cacing bakau menurut penuturannya memiliki makna akan kesabaran dan kekuatan dalam menghadapi kenyataan. Adapun siput dan kerang melambangkan kehidupan baru yang akan segera lahir pasca ajal menjemput.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun