Mohon tunggu...
Thomas Panji
Thomas Panji Mohon Tunggu... Freelancer - Content Writer

Berusaha dengan sebaik mungkin

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Hikayat Jurnalisme Online

23 September 2019   23:23 Diperbarui: 13 September 2022   20:47 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dari perkembangan jurnalisme ke jurnalisme online | romelteamedia.com

Jurnalisme online lahir dari berita kasus perselingkuhan hingga ke penggulingan presiden

Banyak orang berargumen jika abad ke-21 ditandai sebagai abad kemajuan di bidang teknologi, informasi, dan komunikasi. Penilaian ini tentu saja bersumber dari apa yang telah dialami oleh banyak orang, di mana kita telah menemukan dan merasakan sendiri jika teknologi komunikasi dan informasi saat ini memang telah berkembang dengan sangat cepat, sehingga dengan demikian kita dapat merasakan berbagai kemudahan dan kecepatan, utamanya dalam menemukan segala macam informasi dan berita yang kita perlukan untuk berbagai macam kepentingan serta kebutuhan. 

Selain ditandai sebagai abad kebangkitan teknologi, informasi, dan komunikasi, abad ke-21 juga banyak dikenal oleh kalangan luas sebagai industri 4.0 atau era industri yang banyak berorientasi pada teknologi, kecepatan informasi, dan kecerdasan buatan. Untuk saat ini, kita tentu tidak akan pernah berjauhan dari pembahasan mengenai penggunaan teknologi internet yang menyebabkan terjadinya banyak perubahan di sektor teknologi informasi dan komunikasi saat ini. Salah satu hal yang berubah  dengan cepat dan cukup krusial karena hal tersebut  adalah berubahnya bentuk dan jenis dari jurnalisme.

Saat ini kita dapat menemukan ada begitu banyaknya kemunculan media-media baru di Indonesia, yang secara eksplisit maupun implisit meramu serta memproduksi konten secara jauh lebih kreatif, interaktif, dan atraktif bagi konsumen generasi milenial atau pun bagi konsumen generasi Z. Banyak dari media-media baru yang muncul memainkan formula yang cukup menarik, seperti membuat secara jauh lebih cepat, membagi berita ke dalam angle yang berbeda, dan lainnya adalah serangkain strategi pemasaran media untuk memanfaatkan perkembangan teknologi yang ada.   

Banyaknya perubahan gaya dan jenis jurnalisme di banyak korporasi media saat ini, yang dipertegas oleh berubahnya isi konten, cara penyajian, dan lainnya itu adalah dampak nyata dari hadir era jurnalisme online sebagai konsekuensi dari berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi. Di era sekarang, jurnalisme online semakin mendapat tempat yang penting untuk dapat mendukung kebutuhan dari masyarakat terhadap cepatnya perubahan yang terjadi, utamanya kecepatan dalam hal arus informasi. 

Perpaduan Jurnalistik dan Internet Sebagai Akar Media Online dan Jurnalisme Online

Ketika mendiskusikan jurnalisme online, kita tentu tidak akan bisa melepaskan dari jurnalistik sebagai akar dari tumbuh kembangnya jurnalisme online itu sendiri. Pengetahuan akan jurnalistik sejatinya memiliki banyak pengertian dan pemaknaan sebagai sebuah ilmu dan metode dalam produksi sebuah berita. Menurut Uchjana (2003: 95), jurnalisme atau jurnalistik sejatinya memiliki arti sebagai teknik mengelola berita mulai dari mendapatkan berita (bahan) sampai dengan menyebarluaskannya ke khalayak. 

Secara etimologis, jurnalistik adalah istilah yang berkembang dari serapan bahasa Belanda yakni "journalistiek" atau dalam bahasa Inggris yakni "journalism". Istilah jurnalistik, baik dari bahasa Belanda maupun dari bahasa Inggris sama-sama bersumber dari terjemahan bahasa Latin yakni "diurnal" yang artinya "harian" atau "setiap hari". Sedangkan, kata online sendiri mengacu kepada tempat yang dijadikan sebagai ruang publikasi yang bisa dinikmati oleh siapa saja dan kapan saja, karena terhubung dengan internet serta situs tertentu. 

Dari pemaparan ini, bisa disimpulkan bahwa jurnalisme online adalah suatu kegiatan menghimpun data, fakta dan informasi serta melaporkan peristiwa tersebut dalam bentuk berita dengan menggunakan teknologi jaringan internet (world wide web) sebagai alatnya. Embrio awal dari jurnalisme online itu lahir pada tanggal 19 Januari 1998. Menurut Widodo (2011), saat ada isu perselingkuhan antara Presiden Amerika Serikat, Bill Clinton dengan Monica Lewinsky, yang kemudian dikenal sebagai peristiwa "monicagate". Mark Drugde menjadi orang pertama yang memanfaatkan dan mengembangkan praktik jurnalisme online di internet untuk membeberkan kasus ini ke ranah publik pada saat itu.

Di Indonesia sendiri, awal kemunculan jurnalisme online pada saat itu dipakai untuk meruntuhkan rezim orde baru. Sebelum tanggal 21 mei 1998 atau sebelum kejatuhan mantan Presiden Soeharto, keadaan media massa saat itu sangatlah dikontrol serta diawasi prakteknya oleh pemerintah pusat melalui Departemen Penerangan. Akibatnya, dalam kurun waktu kebelakang, masyarakat Indonesia hanya dapat menikmati segala macam pemberitaan yang "baik-baik saja" (good news its a good news) dari pemerintah dan cenderung mengandung suatu pesan yang propagandis demi melestarikan kekuasan presiden kala itu. 

Kehadiran internet di Indonesia menjelang tahun 1998 menjadi penyelamat bagi banyak kalangan, terkhususnya aktivis pro-demokrasi untuk memproduksi berita dan propaganda untuk mengajak masyarakat menggulingkan presiden Soeharto kala itu, serta memberitakan berbagai bentuk kesalahan yang dilakukan oleh pemerintah pusat sebelum-sebelumnya (Widodo, 2011). Media online dan jurnalisme online di masa-masa awal saat itu bergerak di bawah tanah, tentunya agar tidak terdeteksi dari kejaran pemerintah dan supaya bisa bergerak bebas leluasa. 

Sebagai turunan langsung dalam dunia jurnalisme modern, jurnalisme online tidak akan berjauhan dari media online yang notabene menjadi platform utama bagi jurnalisme online. Media online secara historis berangkat dari ditemukannya teknologi internet dan World Wide Web yang mulai diperkenalkan pada tahun 1960 oleh Levi C. Finch dan Robert W. Taylor, yang kala itu sedang melakukan penelitian dan eksperimen tentang jaringan global yang kemudian akhirnya mereka berhasil menemukan metode paket switching yang dapat mempermudah penyebaran arus data dari satu jaringan komputer ke jaringan yang lainnya (Lister et al, 2009).

Ilustrasi Google sebagai salah satu pemain kunci bagi lahirnya jurnalisme online | jagranjosh.com
Ilustrasi Google sebagai salah satu pemain kunci bagi lahirnya jurnalisme online | jagranjosh.com

Atas penemuan tersebut, Robert Taylor pun diangkat sebagai  kepala kantor DARPA (Badan Riset Angkatan Bersenjata Amerika Serikat), yang bertugas membuat sistem jaringan sebagai pusat informasi pertahanan Amerika Serikat. Di saat itu pula, tercetus sebuah proyek yang disebut dengan ARPANET (Advanced Research Project Agency Network) dengan tujuan untuk mencegah masalah komunikasi antar kelompok yang terbatas oleh jarak yang sangat jauh. 

Karenanya, ARPANET kemudian dibangun untuk menghubungkan daerah-daerah penting di beberapa lokasi di Amerika Serikat. Sambungan ARPANET pertama terbentuk pada tanggal 29 Oktober 1969, yang mana saat itu telah berhasil menghubungkan beberapa kampus ternama di pesisie Barat Amerika Serikat (West Coast), antara lain University of California, Los Angeles (UCLA), Stanford Research Institute (SRI), University of Utah, dan Santa Barbara.

Sedangkan World Wide Web atau yang kita kenal dengan WWW pertama kali digagas oleh Tim Berners Lee pada tahun 1990. Program ini diharapkan dapat menjelajah satu komputer dengan komputer yang lain secara lebih mudah dengan menggunakan teknologi tautan atau kata-kata yang digaris bawahi serta telah terhubung dengan sistem coding tertentu (Lister et al, 2009). Penggunaan teknologi tautan (hyperlink) yang dipakai dalam sistem tersebut kita kenal dengan HTML (Hyper Text Markup Language). 

HTML adalah sebuah metode untuk dapat menerapkan sebuah konsep hypertext pada naskah atau dokumen (Lister et al, 2009). HTML di era sekarang merupakan suatu hal yang lumrah dan harus dalam standarisasi internet yang bisa didefinisikan serta dikendalikan oleh para pengguna World Wide Web. Dalam perkembangannya, World Wide Web pada tahun 1990 menandai babak baru gai sendi kehidupan masyarakat secara luas, salah satunya adalah berbelanja di toko online.

Selain hadirnya toko online, saat ini pun kita juga dapat menemukan bahwa ada begitu banyak pilihan bagi kita dalam berkomunikasi dan bertukar informasi. Kita tidak lagi merasa kesulitan dalam berkomunikasi meski dalam jarak yang jauh. Perkembangan internet akhirnya dipakai sebagai alat produksi dan transmisi untuk dapat menyebarkan berita-berita dan informasi dari media online secara lebih luas lagi, yang mana kemudian media online merupakan bagian dari new media, seperti yang dijelaskan oleh Denis McQuail (2010), mengenai hadirnya internet yang akhirnrya mendisrupsi kerja media mainstream. 

Media online memiliki karakter yang unik, di mana konsumen mengalami perubahan posisi, yakni dari penikmat ke pengguna serta mereka juga memiliki kesempatan untuk berperan aktif untuk memproduksi konten-konten tertentu dengan menggunakan aplikasi live chat ataupun kolom komentar dan direct message (Widodo, 2011). Selain itu, media online dinilai lebih efisien karena mampu mentransmisikan informasi secara up to date serta dapat menyuguhkan kapabilitas multimedia yang dapat mempresentasikan pesan-pesan dalam berbagai rupa, seperti teks, video, gambar, dan audio.

Media online sendiri pertama kali muncul pada bulan Mei 1992. Peristiwa ini dimulai dari majalah mingguan Tempo edisi 5 April 2009, yang mana saat itu Chicago Tribune menjadi kantor berita pertama di Amerika Serikat yang berhasil meluncurkan koran online pertama mereka (Widodo, 2011). Alasan Chicago Tribune melakukan lompatan tersebut adalah karena saat itu 40% penduduk Amerika Serikat sudah menggunakan media online untuk mengakses berita. Setelah sembilan tahun Chicago Tribune berhasil meluncurkan koran online pertamanya, tercatat sudah ada lebih dari 12. 878 berita online yang berhasil diunggah di berbagai kantor-kantor berita di seluruh Amerika Serikat.

Perkembangan Internet dan Media Online di Indonesia

Beriringan dengan penetrasi internet yang semakin meluas, berbagai teknologi lain pun akhirnya semakin mengejar dan sampailah trend koran online ini masuk ke Indonesia. Awal berdirinya media online saat itu di Indonesia terbilang sangat sederhana. Alasannya adalah karena berita-berita yang diproduksi oleh setiap kantor berita hanya memindahkan konten beritanya dari rupa fisik (koran atau majalah) ke platform media online. Sekilas, perkembangan media online di Indonesia awalnya tampak belum menemukan strategi dan konsep yang pas untuk bisa dibangun serta dikembangkan secara lebih jauh. 

Namun, pada pertengahan bulan Juli 1998, Detik.com menjadi media online pertama asal Indonesia yang tidak memindahkan berita versi cetak mereka (majalah) ke platform online (Widodo, 2011). Detik.com membuat sebuah terobosan besar dan menjadi foot hold bagi banyak media online di masa sekarang dengan memfokuskan semua produk berita mereka ke ranah online saja, tidak tersedia dalam versi cetak, membagi peristiwa ke dalam beberapa angle berita, dan menyampaikan informasi secara up to date. Berkat terobosan tersebut, Detik.com kini menjadi salah satu kanal media online yang paling up to date di Indonesia. 

Setelah Detik.com berhasil menemukan formula tersebut, di tahun berikutnya perkembangan media online di Indonesia pun mulai banyak diminati oleh orang-orang. Peristiwa pasca reformasi pada tahun 1998 memiliki imbas yang besar pada terciptanya kejenuhan di pasar media, khususnya media cetak (Widodo, 2011). Media online akhirnya hadir dan menjadi tempat berinvestasi baru yang cukup menguntungkan karena dianggap lebih murah dibandingkan dengan media konvensional. Maka dari itu, perkembangan media online pun semakin lama semakin besar dan beragam. 

Infografis mengenai awal mula jurnalisme online | Sumber: Olahan penulis
Infografis mengenai awal mula jurnalisme online | Sumber: Olahan penulis

Namun, alih-alih dianggap menjadi tempat alternatif dalam berbisnis di ranah media, kenyataannya di tahun-tahun awal kemunculan media online ternyata membuahkan hasil yang negatif. Peristiwa ini ditandai dengan munculnya dotcom bubble atau meletusnya domain dotcom di tahun 2003 yang kenyataannya tidak menguntungkan. Satu persatu, media online yang dahulunya sempat populer seperti satunet.com, berpolitik.com, astaga.com, dan lainnya bangkrut (Widodo, 2011). Hal ini terjadi karena, pembiayayan dan investasi media online pada saat itu belum terukur dan belum se-legit seperti sekarang. 

Keuntungan Jurnalisme Online

Di samping adanya cerita kegagalan jurnalisme online di tahun-tahun awal kemunculannya, kita tetap perlu mengingat jika kehadiran jurnalisme online pada dasarnya juga otomatis memberikan berbagai macam keuntungan yang sangat bermanfaat bagi banyak orang di era-era sekarang yang semuanya sudah serba digital dan saling terkoneksi satu sama lain. Berbagai keuntungan tersebut antara lain (Widodo, 2011 dan McQuail, 2010):

a). Audience Control: Jurnalisme online memungkinan setiap penggunanya untuk secara leluasan dalam memilih berita yang ingin dikonsumsi

b). Nonlinearity: Jurnalisme online memungkinkan setiap berita yang disampaikan dapat berdiri sendiri, sehingga audiens dapat memahami isi tulisan yang dimkasud dengan cepat dan efektif.

c). Unlimited Space: Jurnalisme online memungkinkan jumlah berita yang disampaikan atau dipublikasikan dapat menjadi jauh lebih lengkap ketimbang media-media lain.

d). Immediacy: Informasi yang ditransmisikan dapat bergerak secara cepat dan efektif kepada setiap audiens.

e). Multimedia Capability: Jurnalisme online memungkinkan tim redaksinya untuk menyertakan segala macam data dan informasi pendukung seperti teks, suara, gambar, video dan lainnya dalam sebuah produk berita

f). Interactivity: Jurnalisme online memungkinkan adanya peningkatan partisipasi audience dalam setiap berita, seperti penggunaan kolom komentar, share, subscribe, live chat dan lainnya.

Pada akhirnya, kita dapat memahami jika jurnalisme online saat ini sudah menjadi primadona bagi masyarakat luas untuk memperoleh berita atau informasi. Penetrasi internet, teknologi komunikasi, kebutuhan berita yang semakin massif, seolah-olah ingin mengukuhkan bahwa jurnalisme yang satu ini tidak bisa dibendung dan akan selalu mendapatkan tempat yang paling banyak menjadi pilihan bagi masyarakat untuk menikmati dan mencari tahu informasi penting serta seputar keadaan yang terjadi. 

Namun, yang menjadi pertanyaan adalah sudah seberapa siapkah masyarakat mampu memiliki sikap yang bijak dalam memilih dan mengkonsumsi produk-produk berita online yang banyaknya tak terbendung serta tidak semua dari mereka sarat akan esensi jurnalisme yang baik dan membangun bagi kehidupan masyarakat?

Daftar Pustaka:

Lister, Martin. et al. (2009). New Media: A Critical Introduction. New York: Routledge.

McQuail, D. (2011). Teori Komunikasi Massa McQuail. Jakarta: Salemba Humanika.

Uchjana, O. (2003). Ilmu, Teori Dan Filsafat Komunikasi. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun