Mohon tunggu...
Thomas Andrew
Thomas Andrew Mohon Tunggu... Auditor - Auditor

Saya adalah seorang military enthusiast dan penyuka sejarah dengan spesialisasi sejarah perang dan geopolitik sejak tahun 2008. Mempelajari filsafat perang dan strategi militer

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Meninjau Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi Ancaman Konflik di Laut Tiongkok Selatan dari Sisi Pertahanan dan Geopolitik

29 Mei 2024   23:51 Diperbarui: 30 Mei 2024   00:11 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jangkauan radar, SAM, dan pesawat tempur Tiongkok (Chengdu J-10)  dari pangkalan di berbagai pulau Laut Tiongkok Selatan. Sumber : CSIS iDeas Lab

Meskipun Indonesia memiliki personil militer dan alutsista dalam jumlah yang besar, militer Indonesia sebenarnya mengalami beberapa masalah. Perlengkapan yang dimiliki oleh TNI kebanyakan sudah tidak sesuai dengan kebutuhan di masa kini. Berdasarkan data dari Military Balance 2023 yang dikeluarkan oleh The International Institute for Strategic Studies (IISS), dari total sistem persenjataan militer yang dimiliki oleh TNI, 29 persen perlengkapan dinilai sangat tua, 36 persen dinilai tua. Dilansir dari Indonesia Business Post (2024), hanya 35 persen dari total keseluruhan perlengkapan yang dimiliki oleh TNI dinilai modern dan sesuai dengan perang masa sekarang. Oleh karena itu, Kementerian Pertahanan, selama 5 tahun ke belakang, berupaya untuk memodernisasi persenjataan yang dimiliki oleh TNI dengan mengakuisisi sistem persenjataan terbaru. Hal ini terlihat dari beberapa kesepakatan kontrak pembelian senjata yang sudah dilaksanakan dan beberapa proses negosiasi dengan negara-negara mitra. Selain itu, anggaran militer Indonesia cenderung kurang mencukupi. Setiap tahun, anggaran belanja militer Indonesia mengalami kenaikan, namun kenaikan anggaran belanja tersebut tidak signifikan. Menurut data yang dikeluarkan Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) pada tahun 2023, anggaran militer Indonesia pada tahun 2023 mencapai USD 9,4 miliar. Ini berarti anggaran militer dialokasikan sebesar 0,68% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Bruto (GDP).

Pesawat F-16A Block 15 MLU dan Su-30MK2 TNI AU. Sumber : Indomiliter.com & Sekretaris Negara
Pesawat F-16A Block 15 MLU dan Su-30MK2 TNI AU. Sumber : Indomiliter.com & Sekretaris Negara

Persentase ini kurang dari batas minimal ideal sebesar 1%. Anggaran tersebut tidak hanya untuk keperluan akusisi senjata, tetapi juga untuk pemeliharaan senjata dan juga kebutuhan penunjang lainnya yang berhubungan dengan personil militer, seperti gaji dan tunjangan, dan sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Ditambah lagi anggaran ini juga dibagi untuk tiga matra, sehingga porsi anggaran untuk modernisasi sistem persenjataan semakin sedikit. Karena keterbatasan anggaran, proses modernisasi sistem persenjataan tidak bisa dilakukan dengan cepat. Selain masalah anggaran, militer Indonesia juga menghadapi tantangan, seperti doktrin militer untuk menanggapi perang di masa kini dan masa depan, dan juga proses pengambilan keputusan yang cukup lama dan rumit. Permasalahan-permasalahan ini akan dijabarkan lebih rinci pada bagian selanjutnya.  

Apakah Indonesia Mampu Menghadapi Tiongkok Apabila Konflik Laut Tiongkok Terjadi?

Indonesia diperkirakan akan mengalami kesulitan mempertahankan wilayah Laut Natuna Utara melawan Tiongkok apabila konflik Laut Tiongkok Selatan terjadi dalam waktu dekat. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa aspek. Dari sisi pertahanan, seperti yang dipaparkan sebelumnya, TNI masih memiliki banyak persoalan yang harus dihadapi. Yang pertama dalam hal sistem persenjataan, TNI tidak memiliki sistem persenjataan modern yang cukup untuk melawan militer Tiongkok atau yang dikenal dengan People's Liberation Army (PLA).

Kapal Fregat TNI AL kelas R.E. Martadinata fregat kelas Ahmad Yani (eks. Kelas Van Speijk dari AL Belanda. Sumber : JASOSINT, 2024
Kapal Fregat TNI AL kelas R.E. Martadinata fregat kelas Ahmad Yani (eks. Kelas Van Speijk dari AL Belanda. Sumber : JASOSINT, 2024

Sebagai contoh dari 7 kapal fregat yang dioperasikan oleh TNI AL, hanya 2 kapal fregat yang masih baru, yakni kapal fregat kelas R.E. Martadinata, yang merupakan kapal fregat desain SIGMA 10514 dari galangan kapal Damen Group.  5 kapal fregat lainnya adalah kapal fregat kelas Ahmad Yani, yang merupakan kapal fregat bekas kelas Van Speijk dari AL Belanda, yang dibeli pada tahun 1985.  Kapal 

Misil Darat ke Udara (SAM) Sea Wolf https://www.navylookout.com/
Misil Darat ke Udara (SAM) Sea Wolf https://www.navylookout.com/

fregat kelas Ahmad Yani, yang merupakan kapal fregat bekas kelas Van Speijk dari AL Belanda, yang dibeli pada tahun 1985. Kapal fregat ini dilengkapi sistem persenjataan yang sudah ketinggalan zaman dan umurnya sudah berada di ambang batas. Sistem pertahanan udaranya masih menggunakan misil Seacat dari Inggris, sebelum akhirnya diganti dengan misil Simbad atau Mistral dari Prancis. Korvet kelas Bung Tomo juga dilengkapi sistem pertahanan udara yang tua. Korvet kelas Bung Tomo ini dilengkapi dengan misil Sea Wolf buatan Inggris yang mulai digunakan sejak tahun 1979. Dikutip dari Indomiliter (2018), TNI AL sebenarnya memasang misil MBDA MICA pada kapal fregat kelas R.E. Martadinata, misil tersebut datang pada tahun 2018 namun jumlahnya juga terbatas. Pada tahun 2018, TN TNI Angkatan Udara juga hanya memiliki satu baterai SAM buatan Norwegia, NASAMS 2, yang ditempatkan di Teluk Naga, provinsi Banten. Sisanya TNI Angkatan Udara hanya mengandalkan sistem pertahanan udara untuk jarak sangat dekat, seperti meriam penangkis serangan udara (PSU) Oerliokon Skyshield dan misil panggul atau MANPADS Mistral dan QW-3. Bahkan Korps Marinir dalam beberapa kesempatan terlihat masih mengandalkan kanon berat PSU M1939 (52K-K), yang mana merupakan meriam PSU buatan Uni Soviet yang dipakai dalam Perang Dunia 2, dan meriam PSU S-60, yang mana merupakan meriam PSU yang 

Misil Darat ke Udara (SAM) NASAMS 2 dan Kanon PSU M1939 61-K. Sumber : Armyrecognition dan Indomiliter
Misil Darat ke Udara (SAM) NASAMS 2 dan Kanon PSU M1939 61-K. Sumber : Armyrecognition dan Indomiliter

telah digunakan oleh Korps Marinir sejak tahun 1960 atau masa Trikora. Pesawat tempur canggih yang dimiliki adalah pesawat F-16 dan Su-27/30. 10 dari 33 pesawat F-16 yang dimiliki oleh TNI AU adalah versi A/B berbasiskan teknologi pada tahun 1980. Oleh karena itu, mulai dari tahun 2017, TNI AU melakukan peningkatan (upgrade) sistem avionik pada 10 F-16A/B ke tingkat Mid Life Upgrade (MLU).

Sistem persenjataan yang dimiliki oleh TNI juga kurang lengkap untuk mempertahankan wilayah. Sebagai contoh, untuk pertahanan pantai, Indonesia perlu memiliki misil anti kapal yang diluncurkan dari darat dan dapat ditransportasikan menggunakan truk untuk menghadapi serangan kapal perang lawan dari jarak jauh. Indonesia juga memerlukan misil SAM jarak menengak atau jauh untuk menghadapi ancaman serangan udara musuh, baik pesawat tempur maupun misil. Dengan ini, pulau-pulau strategis yang ada di Indonesia bisa dijadikan sebagai benteng pesisir dalam keadaan perang, sehingga membuat lawan untuk membayar setiap wilayah yang direbut dengan kerugian yang mahal (unsustainable loss) dam sebagai pendukung utama dari elemen kapal perang dan pesawat udara dalam mempertahankan wilayah. Sayangnya, Indonesia tidak memiliki jenis misil tersebut. Menurut Perdana dalam Indomiliter (2020), Indonesia telah menyepakati nota kesepakatan (Memorandum of Understanding/MOU) untuk misil anti kapal R-360 Neptune, yang dibuat oleh Ukraina. Akan tetapi, Indonesia tidak melanjutkan hingga ke tahap kontrak pembelian. Penyebab terbesarnya adalah Ukraina terlibat perang dengan Rusia yang dimulai pada bulan April 2022 dan masih berlanjut hingga sekarang. Melihat hal tersebut, dapat dipastikan bahwa Ukraina tidak bisa menyediakan misil, karena seluruh industri pertahanannya difokuskan kepada produksi senjata untuk mendukung kebutuhan perang melawan Rusia. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari akun Instagram Lembaga Keris Indonesia pada 24 Desember 2023, Indonesia mulai melirik misil CM-302 buatan Tiongkok. Akan tetapi, ini menimbulkan pertanyaan besar, karena pasalnya Indonesia memiliki sengketa atau ketegangan dengan Tiongkok terkait Laut Natuna Utara. Hal ini dinilai tidak masuk akal untuk membeli atau bahkan tertarik untuk membeli senjata dengan negara lawan. Untuk SAM jarak menengah atau jauh, Indonesia hanya memiliki satu baterai NASAMS 2 buatan Norwegia yang ditempatkan di Teluk Naga, Banten.

Masalah lainnya adalah mengenai kesiapan tempur dari TNI. Persenjataan dan perlengkapan tempur lainnya yang dimiliki oleh TNI memiliki kesiapan tempur yang rendah. Alutsista yang dimiliki oleh Indonesia memiliki tingkat operasional yang rendah. Menurut Suorsa (2021), hanya 45 persen dari total 72 pesawat tempur yang dimiliki oleh TNI AU yang dalam kondisi layak operasional. Salah satu penyebabnya adalah umur perlengkapan yang digunakan sudah tua dan perlu diganti. Sebagai contoh, menurut Blank (2021), dari tingkat operasional pesawat kargo C-130 Hercules hanya mencapai 40 persen. Angka ini jauh dari tingkat operasional yang diharapkan sebesar kurang lebih 80 persen. Penyebab lainnya dari rendahnya tingkat operasional alutsista adalah banyaknya variasi dari alutsista yang dimiliki. Didorong oleh beberapa pengalaman buruk dari embargo militer yang menurunkan kapabilitas alutsista TNI secara signifikan. Efek embargo militer terparah yang dirasakan Indonesia terjadi ketika embargo oleh Uni Soviet pasca Tragedi 30 September 1965 dan embargo militer oleh AS dan blok Barat pada tahun 1995-2006. Pada awal abad ke-21, Indonesia mulai menerapkan diversifikasi akuisisi senjata dari berbagai sumber atau blok. Hal ini mencegah ketergantungan alutsita Indonesia pada satu sumber. Apabila Indonesia mengalami embargo militer dari satu sumber atau blok tertentu, maka Indonesia masih memiliki alutsista yang beroperasional dari sumber lain. Akan tetapi, cara ini menimbulkan masalah besar lainnya dalam hal logistik. Indonesia harus juga menyiapkan jumlah logistik suku cadang yang cukup dari alutsista yang masing-masing memiliki perbedaan dalam hal karakteristik dari alutsita dan perawatannya. Oleh karena itu, TNI harus menjamin ketersediaan suku cadang dan perawatan alutsita yang benar-benar berbeda dan membutuhkan pelatihan terhadap masing-masing platform. Proses perawatan alutsista yang berbeda platform akan memakan waktu yang cukup lama, sehingga rotasi alutsista yang operasional menjadi sulit. Ditambah lagi, diversifikasi alutstita membutuhkan anggaran yang besar karena platform senjata antara satu sumber dengan sumber lainnya akan berbeda dan tidak bisa digantikan. Keterbatasan dana yang dihadapi oleh Indonesia berarti akan ada suku cadang yang tidak bisa disediakan secara optimal, sehingga menurunkan tingkat kesiapan operasional dari alutsista untuk digunakan.

Dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat, begitu pula dengan perkembangan perang modern. Perang modern pada pergerakan yang cepat dan terarah untuk mencapai suatu tujuan yang maksimal. Kebutuhan ini melahirkan doktrin militer baru, yaitu network centric warfare (NCW). Network Cenric Warfare adalah doktrin militer yang menitikberatkan pada keterhubungan antar elemen tempur lewat sistem komunikasi dan berbagai sensor untuk meraih hasil atau tujuan yang maksimal. Network Centric Warfare ini tidak hanya membutuhkan berbagai infrastruktur, seperti sensor dan sistem jaringan komunikasi yang aman, tapi juga bagaimana komunikasi dan koordinasi secara vertikal (antara pemimpin dengan prajurit) maupun horizontal (antar elemen tempur). Oleh karena itu, angkatan bersenjata yang sudah menerapkan doktrin militer ini dapat melaksanakan tugas pada wilayah operasi yang lebih luas dengan pergerakan kesatuan yang dibagi menjadi beberapa unit yang bergerak lebih dinamis, tetapi dapat mengakibatkan efek yang menghancurkan bagi lawan dengan efektivitas dan efisiensi yang tinggi, berkat pengumpulan informasi yang lebih komprehensif dan komunikasi serta koordinasi antar unit atau elemen tempur yang dinamis. Sebenarnya, Indonesia sudah mulai melangkah untuk menerapkan doktrin NCW ini dengan dibentuknya Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) dan membagi wilayah komando menjadi 3 wilayah. Akan tetapi, tahapan untuk implementasinya masih jauh, karena Indonesia masih belum memiliki sistem atau sarana prasarana pendukung untuk C4ISR (Command, Control, Communication, Computers, Intelligence, Surveillance and Reconnaissance). Pelatihan sumber daya manusia juga belum dapat dilakukan untuk mengoperasikan dan melakukan perawatan atau pengembangan sistem tersebut. Pelatihan ini penting, karena implementasi doktrin militer ini bisa optimal apabila para personil militer dapat mengoperasikan sistem yang digunakan dan mampu mengembangkan sistem menjadi lebih efektif dan siap dengan peperangan elektronik (electronic warfare). Dikutip dari CNBC Indonesia (2020), pada tahun 2020, menteri pertahanan Indonesia, Prabowo Subianto, menyepakati kontrak dengan perusahaan asal Yunani, Scytalys, untuk mengembangkan sistem pertahanan dalam bentuk C4ISR dengan nilai kontrak sebesar USD 47 juta. Diversifikasi alutsista yang dimiliki oleh Indonesia juga menambah tantangan untuk proses integrasi sistem. Alutsista blok Barat dan blok Timur yang dimiliki oleh TNI tidak dapat terhubung, sehingga dibutuhkan pemasangan proses penyesusaian sistem untuk mengintegrasikan dua sistem yang berbeda tersebut. Proses ini akan membutuhkan biaya lagi untuk bisa mengintegrasikan banyak sistem yang ada di dalam berbagai alutsista yang dimiliki oleh TNI. Anggaran terbatas yang dimiliki oleh TNI akan membuat proses integrasi ini menjadi lebih lama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun