Mohon tunggu...
Thomas Andrew
Thomas Andrew Mohon Tunggu... Auditor - Auditor

Saya adalah seorang military enthusiast dan penyuka sejarah dengan spesialisasi sejarah perang dan geopolitik sejak tahun 2008. Mempelajari filsafat perang dan strategi militer

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Meninjau Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi Ancaman Konflik di Laut Tiongkok Selatan dari Sisi Pertahanan dan Geopolitik

29 Mei 2024   23:51 Diperbarui: 30 Mei 2024   00:11 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jangkauan radar, SAM, dan pesawat tempur Tiongkok (Chengdu J-10)  dari pangkalan di berbagai pulau Laut Tiongkok Selatan. Sumber : CSIS iDeas Lab

Tiongkok melakukan ekspansinya di Laut Tiongkok Selatan dengan strategi yang dikenal dengan salami slicing. Menurut Maaas (2021), strategi salami slicing adalah strategi untuk melakukan eskpansi suatu wilayah dengan mengambil wilayah-wilayah lawan dengan skala yang kecil. Negara agresor akan mengambil berupaya mengambil suatu wilayah per bagian, tetapi pasti hingga wilayah secara keseluruhan pada akhirnya dikuasai. Taktik ini cukup efisien dan cenderung menimbulkan korban yang lebih minimal. Ilustrasi yang paling mendekati adalah seorang pemotong daging yang memotong daging sapi menjadi beberapa bagian yang lebih kecil, tetapi semua bagian dari dari daging telah dipotong habis.

Tidak hanya bentrokan di laut dengan kapal patroli negara-negara di Asia Tenggara, Tiongkok juga mulai menduduki dan mereklamasi pulau-pulau di Laut Tiongkok Selatan untuk dijadikan sebagai basis markas patrol di wilayah sekitar Laut Tiongkok Selatan. Sebagai contoh, Kepulauan Spratly dan pulau atol Scarborough. Situasi makin memanas dengan turunnya Amerika Serikat untuk meredam tindakan Tiongkok dengan mengirimkan gugus tugas kapal induk dari Armada ke-7 ke Laut Tiongkok Selatan di bawah kebijakan kebebasan bernavigasi di area Asia-Pasifik yang dikenal dengan "Free and Open Indo-Pacific" sejak tahun 2015 (USNI, 2015). Tindakan unjuk gigi antara Angkatan Laut Amerika Serikat dan Angkatan Laut Tiongkok terjadi beberapa kali. meskipun terlibat secara tidak langsung Jepang menjadi pihak terakhir yang terlibat dalam sengketa ini. Keterlibatan Jepang ini didorong oleh kepentingan nasionalnya, yaitu jalur pelayaran untuk perdagangan, terutama jalur pelayaran impor gas alam (Nugraha, 2021). Tindakan Tiongkok dinilai membuat kondisi di Laut Tiongkok Selatan menjadi tidak kondusif. Keterlibatan Jepang dapat dilihat pemberian hibah sebanyak 12 kapal penjaga pantai secara total sejak tahun 2016 hingga sekarang kepada Penjaga Pantai Filipina. Jepang juga makin aktif berpartisiapasi keikutsertaan dalam latihan gabungan coast guard dengan Filipina dan Amerika Serikat pada bulan Juni 2023 (Asahi, 2024). Baru-baru ini, Jepang ikut dalam kesepakatan trilateral dengan Amerika Serikat dan Filipina terkait masalah di Laut Tiongkok Selatan, dilansir dari Reuters (2024).

Tiongkok melakukan ekspansinya di Laut Tiongkok Selatan dengan strategi yang dikenal dengan salami slicing. Menurut Maaas (2021), strategi salami slicing adalah strategi untuk melakukan eskpansi suatu wilayah dengan mengambil wilayah-wilayah lawan dengan skala yang kecil. Negara agresor akan mengambil berupaya mengambil suatu wilayah per bagian, tetapi pasti hingga wilayah secara keseluruhan pada akhirnya dikuasai. Taktik ini cukup efisien dan cenderung menimbulkan korban yang lebih minimal. Ilustrasi yang paling mendekati adalah seorang pemotong daging yang memotong daging sapi menjadi beberapa bagian yang lebih kecil, tetapi semua bagian dari dari daging telah dipotong habis.

Bagaimana dengan Indonesia?

Indonesia juga menjadi salah satu negara yang terlibat dalam sengketa wilayah Laut Tiongkok Selatan. Pasalnya, wilayah Laut Natuna Utara juga diklaim oleh RRT sesuai dengan batas "nine dash line". Menurut tim detikcom (2022), meskipun Tiongkok menyatakan bahwa Tiongkok tidak memiliki sengketa kewilayahan dengan Indonesia, insiden-insiden di Laut Natuna Utara antara Indonesia dengan Tiongkok kerap kali terjadi, berupa penerobosan ke wilayah laut Indonesia oleh kapal nelayan dan intervensi kapal penjaga pantai Tiongkok. Tindakan penerobosan dan intervensi ini mengakibatkan eskalasi antara Indonesia dan Tiongkok di Laut Natuna Utara. Eskalasi pertama terjadi pada tahun 2016 dan meningkat kembali beberapa kali, seperti pada Oktober 2019 dan 2020 ketika kapal nelayan Tiongkok memasuki Laut Natuna Utara dikawal oleh kapal Penjaga Pantai Tiongkok. Menanggapi hal ini Indonesia melakukan pendekatan secara diplomatis dan militer. Hal ini mendorong Indonesia untuk melakukan unjuk kekuatan di kepulauan Natuna. Sebagai contoh, TNI melakukan latihan tempur di pulau Natuna, seperti latihan tempur Angkasa Yudha pada Oktober 2016 dan dihadiri oleh Presiden Joko Widodo (Sekretaris Kabinet Republik Indonesia, 2016). Sejak tahun 2016, TNI melakukan beberapa kali latihan tempur di sekitar pulau Natuna. Latihan terakhir dilaksanakan oleh TNI pada tanggal 24-26 April 2024 yang melibatkan 3 kapal perang TNI AL, 2 pesawat tempur F-16 TNI AU, dan berbagai elemen tempur dari TNI AD. Indonesia juga melakukan pendekatan secara diplomatis dengan melayangkan protes kepada Tiongkok. Meskipun begitu, seperti dihadapi oleh negara-negara Asia Tenggara lainnya. Indonesia juga melayangkan protes kepada pemerintah Tiongkok terkait aksi-aksi provokasi yang telah dilakukan dan menyatakan bahwa batas wilayah maritim harus sesuai dengan ditetapkan dalam hukum UNCLOS 1982. Meskipun begitu, tindakan-tindakan di atas tidak membawa banyak pengaruh terhadap aksi-aksi Tiongkok di Laut Natuna Utara, sama seperti yang dihadapi oleh negara-negara di ASEAN yang terlibat sengketa langsung dengan Tiongkok di Laut Tiongkok Selatan. Bagaimana kemampuan Indonesia dalam menghadapi ancaman konflik di Laut Tingkok Selatan? Mampukah Indonesia menghadapi ancaman tersebut?

Kondisi Indonesia Dalam Menghadapi Ancaman Laut Tiongkok Selatan

Untuk melihat kesiapan Indonesia menghadapi ancaman konflik Laut Tiongkok Selatan, kondisi Indonesia akan dilihat dari sisi geografis, ekonomi, geopolitik, dan pertahanan Indonesia. Setiap sisi tersebut akan saling berhubungan. Dengan ini, dapat dilihat seberapa besar tantangan yang dihadapi oleh Indonesia dan seberapa siap Indonesia dilihat dari tantangan yang dapat dipaparkan.

Secara geografis, Indonesia terletak pada posisi yang sangat strategis. Hal ini disebabkan oleh Indonesia yang diapit dua samudera, yaitu benua Asia dan benua Australia, dan dua samudera, yaitu Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Hal ini membuat Indonesia dilewati oleh jalur pelayaran internasional yang sangat penting, sama seperti dengan Laut Tiongkok Selatan, yang disebutkan sebelumnya. Setiap kapal yang akan melewati Laut Tiongkok Selatan dan sebaliknya, harus melewati Indonesia terlebih dahulu, terutama Selat Malaka. Dalam konteks dengan Laut Tiongkok Selatan, Selat Malaka dan Laut Natuna Utara berperan sebagai "jalan persimpangan" lalu lintas perdagangan barang internasional ke wilayah Eropa, Timur Tengah, Asia Selatan, dan wilayah regional Asia-Pasifik. Ini akan membuat Indonesia merasakan efek dari posisi geografis yang strategis dilihat dari sisi geopolitik dunia. Negara, terutama negara-negara besar, yang mampu membangun hubungan diplomatik yang baik atau sangat baik dengan Indonesia,dapat memperkuat dominasinya pada tingkat dunia untuk tujuan tertentu. Namun, jika kondisi Indonesia tidak stabil, perekonomian dan geopolitik dunia akan turut terpengaruh. Hal ini dapat memicu negara-negara terlibat mengusahakan serta memastikan keamanan jalur pelayaran strategis ini untuk melindungi kepentingan nasional mereka. Oleh karena itu, dapat dilihat bahwa negara-negara berusaha memiliki hubungan yang baik atau bahkan ingin meningkatkan tingkat hubungan dengan Indonesia.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2024), Indonesia memiliki laju pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun (YoY) sebesar 5,04% pada kuartal keempat pada tahun 2023. Menurut Buletin dan Statistik ASEAN yang diterbitkan oleh Kementerian Luar Negeri Indonesia (2023), Di antara negara-negara anggota ASEAN, pada tahun 2023, Indonesia menjadi negara dengan pertumbuhan GDP tertinggi keempat setelah Filipina, Kamboja, dan Vietnam. Selama lima tahun terakhir, dari tahun 2019 hingga tahun 2023, Indonesia memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi sebesar 3,43%. Dilansir dari situs Kementerian Keuangan Republik Indonesia (2023), Indonesia direncanakan memiliki belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada tahun 2024 sebesar Rp 3.325,1 triliun, dengan alokasi untuk belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp 2.467,5 triliun, dan sisanya transfer ke daerah sebesar Rp 857,6 triliun. Investasi di Indonesia juga meningkat. Menurut Cahyaningrum (2024), realisasi investasi di Indonesia pada tahun 2023 mencapai Rp 1.418,9 triliun. Angka ini melebihi target Presiden Joko Widodo sebesar Rp 1.400 triliun untuk tahun 2023. Secara tahunan, realisasi investasi Indonesia pada tahun 2023 meningkat sebesar 13,7%. Hal ini menandakan bahwa ekonomi Indonesia terus bertumbuh dan dalam keadaan yang baik. Ekonomi ini menjadi salah satu faktor yang dipertimbangkan, karena ekonomi juga berperan penting dalam pertahanan nasional. Dengan kondisi ekonomi yang bertumbuh dan stabil, negara memiliki kemampuan untuk mempertahankan atau meningkatkan kesiapan pertahanannya, dilihat dari pertumbuhan anggaran militer dan persentase anggaran militer terhadap anggaran belanja negara secara keseluruhan.

Indonesia memegang prinsip politik luar negeri bebas aktif sebagai dasar politik luar negeri. Prinsip, yang sudah dipegang oleh Indonesia sejak Perang Dingin, menjadi landasan strategi geopolitik Indonesia di kancah internasional. Menurut politik luar negeri bebas aktif, Indonesia tidak terikat atau memihak pada suatu blok di dunia dan berperan aktif dalam mewujudkan perdamaian dunia sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Implementasi dari politik luar negeri ini dapat dilihat dari keterlibatan Indonesia dalam organisasi Non-blok hingga sebagai salah satu negara yang mendirikan organisasi ASEAN bersama dengan 4 negara Asia Tenggara lainnya. Indonesia juga terlibat dalam beberapa organisasi internasional lainnya, seperti Organisasi Konferensi Islam (OKI), Asia Pacific Economic Cooperation (APEC), dan salah satu anggota G20. Dapat dilihat bahwa Indonesia memiliki banyak peran di berbagai organisasi di dunia. Dalam hubungan diplomatik, Indonesia memiliki hubungan yang baik dengan banyak negara besar di dunia. Indonesia memiliki hubungan yang baik dengan Tiongkok dalam hal ekonomi. Akan tetapi, di saat yang bersamaan Indonesia memiliki hubungan yang baik dengan negara-negara Barat, yaitu dengan Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, dan negara-negara di Eropa. Geopolitik ini akan menentukan cara negara-negara menanggapi ancaman yang ada di Laut Tiongkok Selatan dan sikap negara-negara dengan Indonesia dalam ketegangan di wilayah ini.

Untuk mempertahankan kedaulatan wilayah, Indonesia, secara kuantitas, memiliki militer yang cukup besar. Karena topik ini membahas tentang ancaman konflik Laut Tiongkok Selatan, kekuatan laut dan udara akan menjadi fokus utama. TNI Angkatan Laut memiliki lebih dari 250 kapal perang. Menurut Anton (2023), Apabila angka tersebut dirinci, TNI Angkatan Laut memiliki 10 kapal fregat, 21 kapal korvet, 4 kapal selam, 9 kapal penyapu ranjau, dan lebih dari 100 kapal patroli. Berdasarkan laporan dari Flight Global (2024), untuk penjagaan udara, TNI Angkatan Udara memiliki sekitar 94 pesawat tempur, yang terdiri dari 49 pesawat tempur strategis dan 45 pesawat tempur taktis. Selain pesawat tempur, TNI Angkatan Udara mengoperasikan sekitar 67 pesawat kargo dan puluhan helikopter untuk mendukung keperluan berbagai misi. Jika dijumlahkan, armada udara Indonesia dapat mencapai 400 kendaraan udara. Angka ini sudah termasuk kendaraan udara yang juga digunakan oleh TNI Angkatan Laut dan TNI Angkatan Darat. Selain itu, TNI juga memiliki beberapa instalasi radar untuk pendeteksi atau peringatan dini di beberapa titik yang ada Indonesia. Menurut DataIndonesia.id, dalam hal jumlah orang, TNI memiliki personil militer aktif mencapai kira-kira 395.000 orang yang berasal dari tiga matra pada tahun 2022. Dapat dilihat bahwa Indonesia memiliki angkatan pertahanan yang cukup besar dalam hal jumlah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun