Mohon tunggu...
Thomas Andrew
Thomas Andrew Mohon Tunggu... Auditor - Auditor

Saya adalah seorang military enthusiast dan penyuka sejarah dengan spesialisasi sejarah perang dan geopolitik sejak tahun 2008. Mempelajari filsafat perang dan strategi militer

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Meninjau Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi Ancaman Konflik di Laut Tiongkok Selatan dari Sisi Pertahanan dan Geopolitik

29 Mei 2024   23:51 Diperbarui: 30 Mei 2024   00:11 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peta Laut Tiongkok Selatan dan potensi-potensinya. Sumber : Energy Minute

Latar Belakang

Menguasai laut sama dengan menguasai dunia. Sejarah membuktikan bahwa, dengan menguasai lautan, negara menjadi pemain besar dalam geopolitik dari suatu regional atau tingkat global. Hal ini dikarenakan laut memiliki berbagai fungsi, seperti jalur pelayaran, sumber daya alam, dan pertahanan dan keamanan (Laksmi dkk, 2022). Fungsi dan peran penting laut membuat negara-negara saling memperebutkan wilayah laut, terutama bagian strategis untuk kepentingan masing-masing negara, sehingga dapat mengakibatkan ketegangan, bahkan konflik regional. Pada masa kini, terdapat wilayah laut yang menjadi sengketa dan berpotensi memicu konflik skala regional hingga global. Wilayah laut tersebut adalah Laut Tiongkok Selatan. Sengketa Laut Tiongkok Selatan ini menjadi salah satu topik yang diperbincangkan dalam masalah geopolitik dunia.

Sengketa Laut Tiongkok Selatan 

Sengketa Laut Tiongkok Selatan melibatkan berbagai negara, seperti Republik Rakyat Tiongkok (RRT), Taiwan, Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Indonesia. Sengketa ini juga tidak hanya melibatkan negara-negara yang disebutkan sebelumnya, tetapi juga negara lain yang memiliki kepentingan atas wilayah Laut Tiongkok Selatan, seperti Amerika Serikat dan Jepang. Penyebab utama dari sengketa ini adalah potensi yang dimiliki oleh wilayah Laut Tiongkok Sleatan. Dilansir dari artikel yang diterbitkan oleh The Nation (2018), Pemerintah Amerika Serikat (AS) memperkirakan terdapat sebelas miliar barel minyak bumi dan 190 triliun kubik kaki gas alam yang berada di dasar Laut Tiongkok Selatan. Dilihat dari potensi yang ada dalam laut tersebut, beberapa negara memulai proyek pertambangan laut lepas di wilayah tersebut. Menurut artikel yang ditulis oleh Foyer dalam Energy Minute (2023), 12% dari total penangkapan ikan-ikan di dunia dilakukan di Laut Tiongkok Selatan. Oleh karena itu, banyak nelayan dari negara-negara di kawasan Asia Tenggara berlayar ke laut ini untuk menangkap berbagai macam ikan-ikan sebagai mata pencaharian mereka.

Sejumlah negara wilayah Asia Pasifik bergantung kepada Laut Tiongkok Selatan untuk melakukan perdangangan dengan negara-negara di belahan dunia lainnya.  Selain memiliki potensi sumber daya alam yang besar, Laut Tiongkok Selatan juga menjadi jalur pelayaran internasional terletak sangat strategis. Laut ini. Satu per tiga dari total pelayaran dunia melewati wilayah laut ini. Total perdagangan internasional di jalur pelayaran ini mencapai USD 13 triliun per tahun. Oleh karena itulah laut ini rentan sebagai zona konflik dan, pada saat ini, Tiongkok ingin mengeklaim kepemilikan atas Laut Tiongkok Selatan.

 Klaim Tiongkok atas Laut Tiongkok Selatan sebenarnya bukanlah hal yang baru. Menurut Global Conflict Tracker (2014), RRT mulai menyatakan klaim atas pulau-pulau di Laut Tiongkok Selatan sejak awal tahun 1970, seperti Kepulauan Spratly. Dilansir dari Al-Jazeera, Tiongkok mengeklaim wilayah Laut Tiongkok atas dasar pencatatan historis. Pelaut Tiongkok berlayar melewati Laut Tiongkok Selatan selama ratusan tahun. Tiongkok masih mempertahankan penamaan pulau-pulau di Laut Tiongkok Selatan yang sudah ada sejak masa Dinasti Song, seperti Kepulauan Spratly dinamakan Nansha oleh orang Tiongkok. Demikian juga pulau Paracel dinamakan Xisha oleh orang Tiongkok. Laut Tiongkok Selatan juga menjadi jalur pelayaran Tiongkok untuk hubungan diplomatik dan perdagangan dengan negara-negara di sekitar regional Asia Tenggara sejak masa kekasiaran Tiongkok. Catatan historis inilah yang menjadi dasar klaim RRT atas Laut Tiongkok Selatan dengan batas maritim nine dash line. Nine dash line adalah peta teritorial yang membubuhkan sembilang garis putus-putus yang digunakan sebagai penanda imajiner untuk batas maritim yang digunakan oleh pemerintah Tiongkok (Agusman, 2016). Batas maritim nine dash line yang diklaim oleh Tiongkok mengakibatkan tumpang tindih dengan wilayah laut beberapa negara di Asia Tenggara yang ditetapkan sesuai dengan hukum maritim menurut United Nations Convention Law of Sea 1982 (UNCLOS 1982). Pada Mei 2009, RRT menyatakan wilayah laut dan pulau-pulau di dalam Laut Tiongkok Selatan yang ditetapkan berdasarkan batas wilayah "nine dash line" tidak dapat dibantah. Klaim ini memicu perdebatan dengan beberapa negara Asia Tenggara. 

Di antara lima negara di Asia Tenggara yang terlibat dalam sengketa ini, Vietnam dan Filipina adalah dua negara yang paling sering berselisih dengan RRT dalam hal sengketa wilayah laut masing-masing. Pada tanggal 1 Mei 2014, pengebor minyak Tiongkok, Haiyang Shiyou 981 (HYSY 981) dan tiga kapal pendukung pengeboran melakukan penerobosan ke wilayah kepualauan Paracel untuk melakukan kegiatan eksplorasi. Posisi pengeboran minyak tersebut terletak 120 nautical miles dari pulau Ly Son dan 180 nautical miles dari Pulau Hainan. Ini berarti pengeboran dilakukan di wilayah Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Vietnam.

  

Peta Insiden HYSY 981 antara Vietnam dengan Tiongkok, 2014. /sumber CSIS
Peta Insiden HYSY 981 antara Vietnam dengan Tiongkok, 2014. /sumber CSIS

Setelah kejadian ini, eskalasi di Laut Tiongkok Selatan meingkat dengan cepat. Vietnam dan RRT mengalami beberapa kali insiden, seperti melakukan unjuk kekuatan ke situs pengeboran minyak untuk mencegah RRT menetapkan situs pengeboran minyak. Vietnam dan RRT beberapa kali mengalami insiden tabrakan antar kapal patrol dalam peristiwa ini. Sementara itu, Filipina membawa kasus sengketa wilayah laut dengan Tiongkok ke Badan Arbitrase Internasional (Permanent Court of Arbitration) yang berada di De Hague, Belanda pada 22 Januari 2013. Proses hukum ini berlangsung selama tiga tahun. Keputusan dalam Pengadilan Arbitrase menyatakan bahwa Tiongkok gagal dalam mengawasi kegiatan pelanggaran di wilayah laut Filipina yang dilakukan oleh kapal nelayannya. Badan Arbitrase Internasional juga meminta Filipina dan Tiongkok menyelesaikan sengketa ini dengan damai dan sesuai dengan hukum internasional yang berlaku.  Hasil keputusan dari Pengadilan Arbitrase Permanen tidak banyak berpengaruh dalam menyelesaikan sengketa ini. Perselisihan di laut masih terjadi antara Penjaga Pantai atau coast guard masing-masing. Insiden terbaru terjadi pada bulan tanggal 30 April 2024, di mana kapal Penjaga Pantai Filipina, BRP Bagacay berhadapan dengan blokade yang dilakukan oleh beberapa kapal Penjaga Pantai Tiongkok (BBC, 2024). 

Tiongkok melakukan ekspansinya di Laut Tiongkok Selatan dengan strategi yang dikenal dengan salami slicing. Menurut Maaas (2021), strategi salami slicing adalah strategi untuk melakukan eskpansi suatu wilayah dengan mengambil wilayah-wilayah lawan dengan skala yang kecil. Negara agresor akan mengambil berupaya mengambil suatu wilayah per bagian, tetapi pasti hingga wilayah secara keseluruhan pada akhirnya dikuasai. Taktik ini cukup efisien dan cenderung menimbulkan korban yang lebih minimal. Ilustrasi yang paling mendekati adalah seorang pemotong daging yang memotong daging sapi menjadi beberapa bagian yang lebih kecil, tetapi semua bagian dari dari daging telah dipotong habis.

Tidak hanya bentrokan di laut dengan kapal patroli negara-negara di Asia Tenggara, Tiongkok juga mulai menduduki dan mereklamasi pulau-pulau di Laut Tiongkok Selatan untuk dijadikan sebagai basis markas patrol di wilayah sekitar Laut Tiongkok Selatan. Sebagai contoh, Kepulauan Spratly dan pulau atol Scarborough. Situasi makin memanas dengan turunnya Amerika Serikat untuk meredam tindakan Tiongkok dengan mengirimkan gugus tugas kapal induk dari Armada ke-7 ke Laut Tiongkok Selatan di bawah kebijakan kebebasan bernavigasi di area Asia-Pasifik yang dikenal dengan "Free and Open Indo-Pacific" sejak tahun 2015 (USNI, 2015). Tindakan unjuk gigi antara Angkatan Laut Amerika Serikat dan Angkatan Laut Tiongkok terjadi beberapa kali. meskipun terlibat secara tidak langsung Jepang menjadi pihak terakhir yang terlibat dalam sengketa ini. Keterlibatan Jepang ini didorong oleh kepentingan nasionalnya, yaitu jalur pelayaran untuk perdagangan, terutama jalur pelayaran impor gas alam (Nugraha, 2021). Tindakan Tiongkok dinilai membuat kondisi di Laut Tiongkok Selatan menjadi tidak kondusif. Keterlibatan Jepang dapat dilihat pemberian hibah sebanyak 12 kapal penjaga pantai secara total sejak tahun 2016 hingga sekarang kepada Penjaga Pantai Filipina. Jepang juga makin aktif berpartisiapasi keikutsertaan dalam latihan gabungan coast guard dengan Filipina dan Amerika Serikat pada bulan Juni 2023 (Asahi, 2024). Baru-baru ini, Jepang ikut dalam kesepakatan trilateral dengan Amerika Serikat dan Filipina terkait masalah di Laut Tiongkok Selatan, dilansir dari Reuters (2024).

Tiongkok melakukan ekspansinya di Laut Tiongkok Selatan dengan strategi yang dikenal dengan salami slicing. Menurut Maaas (2021), strategi salami slicing adalah strategi untuk melakukan eskpansi suatu wilayah dengan mengambil wilayah-wilayah lawan dengan skala yang kecil. Negara agresor akan mengambil berupaya mengambil suatu wilayah per bagian, tetapi pasti hingga wilayah secara keseluruhan pada akhirnya dikuasai. Taktik ini cukup efisien dan cenderung menimbulkan korban yang lebih minimal. Ilustrasi yang paling mendekati adalah seorang pemotong daging yang memotong daging sapi menjadi beberapa bagian yang lebih kecil, tetapi semua bagian dari dari daging telah dipotong habis.

Bagaimana dengan Indonesia?

Indonesia juga menjadi salah satu negara yang terlibat dalam sengketa wilayah Laut Tiongkok Selatan. Pasalnya, wilayah Laut Natuna Utara juga diklaim oleh RRT sesuai dengan batas "nine dash line". Menurut tim detikcom (2022), meskipun Tiongkok menyatakan bahwa Tiongkok tidak memiliki sengketa kewilayahan dengan Indonesia, insiden-insiden di Laut Natuna Utara antara Indonesia dengan Tiongkok kerap kali terjadi, berupa penerobosan ke wilayah laut Indonesia oleh kapal nelayan dan intervensi kapal penjaga pantai Tiongkok. Tindakan penerobosan dan intervensi ini mengakibatkan eskalasi antara Indonesia dan Tiongkok di Laut Natuna Utara. Eskalasi pertama terjadi pada tahun 2016 dan meningkat kembali beberapa kali, seperti pada Oktober 2019 dan 2020 ketika kapal nelayan Tiongkok memasuki Laut Natuna Utara dikawal oleh kapal Penjaga Pantai Tiongkok. Menanggapi hal ini Indonesia melakukan pendekatan secara diplomatis dan militer. Hal ini mendorong Indonesia untuk melakukan unjuk kekuatan di kepulauan Natuna. Sebagai contoh, TNI melakukan latihan tempur di pulau Natuna, seperti latihan tempur Angkasa Yudha pada Oktober 2016 dan dihadiri oleh Presiden Joko Widodo (Sekretaris Kabinet Republik Indonesia, 2016). Sejak tahun 2016, TNI melakukan beberapa kali latihan tempur di sekitar pulau Natuna. Latihan terakhir dilaksanakan oleh TNI pada tanggal 24-26 April 2024 yang melibatkan 3 kapal perang TNI AL, 2 pesawat tempur F-16 TNI AU, dan berbagai elemen tempur dari TNI AD. Indonesia juga melakukan pendekatan secara diplomatis dengan melayangkan protes kepada Tiongkok. Meskipun begitu, seperti dihadapi oleh negara-negara Asia Tenggara lainnya. Indonesia juga melayangkan protes kepada pemerintah Tiongkok terkait aksi-aksi provokasi yang telah dilakukan dan menyatakan bahwa batas wilayah maritim harus sesuai dengan ditetapkan dalam hukum UNCLOS 1982. Meskipun begitu, tindakan-tindakan di atas tidak membawa banyak pengaruh terhadap aksi-aksi Tiongkok di Laut Natuna Utara, sama seperti yang dihadapi oleh negara-negara di ASEAN yang terlibat sengketa langsung dengan Tiongkok di Laut Tiongkok Selatan. Bagaimana kemampuan Indonesia dalam menghadapi ancaman konflik di Laut Tingkok Selatan? Mampukah Indonesia menghadapi ancaman tersebut?

Kondisi Indonesia Dalam Menghadapi Ancaman Laut Tiongkok Selatan

Untuk melihat kesiapan Indonesia menghadapi ancaman konflik Laut Tiongkok Selatan, kondisi Indonesia akan dilihat dari sisi geografis, ekonomi, geopolitik, dan pertahanan Indonesia. Setiap sisi tersebut akan saling berhubungan. Dengan ini, dapat dilihat seberapa besar tantangan yang dihadapi oleh Indonesia dan seberapa siap Indonesia dilihat dari tantangan yang dapat dipaparkan.

Secara geografis, Indonesia terletak pada posisi yang sangat strategis. Hal ini disebabkan oleh Indonesia yang diapit dua samudera, yaitu benua Asia dan benua Australia, dan dua samudera, yaitu Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Hal ini membuat Indonesia dilewati oleh jalur pelayaran internasional yang sangat penting, sama seperti dengan Laut Tiongkok Selatan, yang disebutkan sebelumnya. Setiap kapal yang akan melewati Laut Tiongkok Selatan dan sebaliknya, harus melewati Indonesia terlebih dahulu, terutama Selat Malaka. Dalam konteks dengan Laut Tiongkok Selatan, Selat Malaka dan Laut Natuna Utara berperan sebagai "jalan persimpangan" lalu lintas perdagangan barang internasional ke wilayah Eropa, Timur Tengah, Asia Selatan, dan wilayah regional Asia-Pasifik. Ini akan membuat Indonesia merasakan efek dari posisi geografis yang strategis dilihat dari sisi geopolitik dunia. Negara, terutama negara-negara besar, yang mampu membangun hubungan diplomatik yang baik atau sangat baik dengan Indonesia,dapat memperkuat dominasinya pada tingkat dunia untuk tujuan tertentu. Namun, jika kondisi Indonesia tidak stabil, perekonomian dan geopolitik dunia akan turut terpengaruh. Hal ini dapat memicu negara-negara terlibat mengusahakan serta memastikan keamanan jalur pelayaran strategis ini untuk melindungi kepentingan nasional mereka. Oleh karena itu, dapat dilihat bahwa negara-negara berusaha memiliki hubungan yang baik atau bahkan ingin meningkatkan tingkat hubungan dengan Indonesia.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2024), Indonesia memiliki laju pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun (YoY) sebesar 5,04% pada kuartal keempat pada tahun 2023. Menurut Buletin dan Statistik ASEAN yang diterbitkan oleh Kementerian Luar Negeri Indonesia (2023), Di antara negara-negara anggota ASEAN, pada tahun 2023, Indonesia menjadi negara dengan pertumbuhan GDP tertinggi keempat setelah Filipina, Kamboja, dan Vietnam. Selama lima tahun terakhir, dari tahun 2019 hingga tahun 2023, Indonesia memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi sebesar 3,43%. Dilansir dari situs Kementerian Keuangan Republik Indonesia (2023), Indonesia direncanakan memiliki belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada tahun 2024 sebesar Rp 3.325,1 triliun, dengan alokasi untuk belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp 2.467,5 triliun, dan sisanya transfer ke daerah sebesar Rp 857,6 triliun. Investasi di Indonesia juga meningkat. Menurut Cahyaningrum (2024), realisasi investasi di Indonesia pada tahun 2023 mencapai Rp 1.418,9 triliun. Angka ini melebihi target Presiden Joko Widodo sebesar Rp 1.400 triliun untuk tahun 2023. Secara tahunan, realisasi investasi Indonesia pada tahun 2023 meningkat sebesar 13,7%. Hal ini menandakan bahwa ekonomi Indonesia terus bertumbuh dan dalam keadaan yang baik. Ekonomi ini menjadi salah satu faktor yang dipertimbangkan, karena ekonomi juga berperan penting dalam pertahanan nasional. Dengan kondisi ekonomi yang bertumbuh dan stabil, negara memiliki kemampuan untuk mempertahankan atau meningkatkan kesiapan pertahanannya, dilihat dari pertumbuhan anggaran militer dan persentase anggaran militer terhadap anggaran belanja negara secara keseluruhan.

Indonesia memegang prinsip politik luar negeri bebas aktif sebagai dasar politik luar negeri. Prinsip, yang sudah dipegang oleh Indonesia sejak Perang Dingin, menjadi landasan strategi geopolitik Indonesia di kancah internasional. Menurut politik luar negeri bebas aktif, Indonesia tidak terikat atau memihak pada suatu blok di dunia dan berperan aktif dalam mewujudkan perdamaian dunia sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Implementasi dari politik luar negeri ini dapat dilihat dari keterlibatan Indonesia dalam organisasi Non-blok hingga sebagai salah satu negara yang mendirikan organisasi ASEAN bersama dengan 4 negara Asia Tenggara lainnya. Indonesia juga terlibat dalam beberapa organisasi internasional lainnya, seperti Organisasi Konferensi Islam (OKI), Asia Pacific Economic Cooperation (APEC), dan salah satu anggota G20. Dapat dilihat bahwa Indonesia memiliki banyak peran di berbagai organisasi di dunia. Dalam hubungan diplomatik, Indonesia memiliki hubungan yang baik dengan banyak negara besar di dunia. Indonesia memiliki hubungan yang baik dengan Tiongkok dalam hal ekonomi. Akan tetapi, di saat yang bersamaan Indonesia memiliki hubungan yang baik dengan negara-negara Barat, yaitu dengan Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, dan negara-negara di Eropa. Geopolitik ini akan menentukan cara negara-negara menanggapi ancaman yang ada di Laut Tiongkok Selatan dan sikap negara-negara dengan Indonesia dalam ketegangan di wilayah ini.

Untuk mempertahankan kedaulatan wilayah, Indonesia, secara kuantitas, memiliki militer yang cukup besar. Karena topik ini membahas tentang ancaman konflik Laut Tiongkok Selatan, kekuatan laut dan udara akan menjadi fokus utama. TNI Angkatan Laut memiliki lebih dari 250 kapal perang. Menurut Anton (2023), Apabila angka tersebut dirinci, TNI Angkatan Laut memiliki 10 kapal fregat, 21 kapal korvet, 4 kapal selam, 9 kapal penyapu ranjau, dan lebih dari 100 kapal patroli. Berdasarkan laporan dari Flight Global (2024), untuk penjagaan udara, TNI Angkatan Udara memiliki sekitar 94 pesawat tempur, yang terdiri dari 49 pesawat tempur strategis dan 45 pesawat tempur taktis. Selain pesawat tempur, TNI Angkatan Udara mengoperasikan sekitar 67 pesawat kargo dan puluhan helikopter untuk mendukung keperluan berbagai misi. Jika dijumlahkan, armada udara Indonesia dapat mencapai 400 kendaraan udara. Angka ini sudah termasuk kendaraan udara yang juga digunakan oleh TNI Angkatan Laut dan TNI Angkatan Darat. Selain itu, TNI juga memiliki beberapa instalasi radar untuk pendeteksi atau peringatan dini di beberapa titik yang ada Indonesia. Menurut DataIndonesia.id, dalam hal jumlah orang, TNI memiliki personil militer aktif mencapai kira-kira 395.000 orang yang berasal dari tiga matra pada tahun 2022. Dapat dilihat bahwa Indonesia memiliki angkatan pertahanan yang cukup besar dalam hal jumlah.

Meskipun Indonesia memiliki personil militer dan alutsista dalam jumlah yang besar, militer Indonesia sebenarnya mengalami beberapa masalah. Perlengkapan yang dimiliki oleh TNI kebanyakan sudah tidak sesuai dengan kebutuhan di masa kini. Berdasarkan data dari Military Balance 2023 yang dikeluarkan oleh The International Institute for Strategic Studies (IISS), dari total sistem persenjataan militer yang dimiliki oleh TNI, 29 persen perlengkapan dinilai sangat tua, 36 persen dinilai tua. Dilansir dari Indonesia Business Post (2024), hanya 35 persen dari total keseluruhan perlengkapan yang dimiliki oleh TNI dinilai modern dan sesuai dengan perang masa sekarang. Oleh karena itu, Kementerian Pertahanan, selama 5 tahun ke belakang, berupaya untuk memodernisasi persenjataan yang dimiliki oleh TNI dengan mengakuisisi sistem persenjataan terbaru. Hal ini terlihat dari beberapa kesepakatan kontrak pembelian senjata yang sudah dilaksanakan dan beberapa proses negosiasi dengan negara-negara mitra. Selain itu, anggaran militer Indonesia cenderung kurang mencukupi. Setiap tahun, anggaran belanja militer Indonesia mengalami kenaikan, namun kenaikan anggaran belanja tersebut tidak signifikan. Menurut data yang dikeluarkan Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) pada tahun 2023, anggaran militer Indonesia pada tahun 2023 mencapai USD 9,4 miliar. Ini berarti anggaran militer dialokasikan sebesar 0,68% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Bruto (GDP).

Pesawat F-16A Block 15 MLU dan Su-30MK2 TNI AU. Sumber : Indomiliter.com & Sekretaris Negara
Pesawat F-16A Block 15 MLU dan Su-30MK2 TNI AU. Sumber : Indomiliter.com & Sekretaris Negara

Persentase ini kurang dari batas minimal ideal sebesar 1%. Anggaran tersebut tidak hanya untuk keperluan akusisi senjata, tetapi juga untuk pemeliharaan senjata dan juga kebutuhan penunjang lainnya yang berhubungan dengan personil militer, seperti gaji dan tunjangan, dan sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Ditambah lagi anggaran ini juga dibagi untuk tiga matra, sehingga porsi anggaran untuk modernisasi sistem persenjataan semakin sedikit. Karena keterbatasan anggaran, proses modernisasi sistem persenjataan tidak bisa dilakukan dengan cepat. Selain masalah anggaran, militer Indonesia juga menghadapi tantangan, seperti doktrin militer untuk menanggapi perang di masa kini dan masa depan, dan juga proses pengambilan keputusan yang cukup lama dan rumit. Permasalahan-permasalahan ini akan dijabarkan lebih rinci pada bagian selanjutnya.  

Apakah Indonesia Mampu Menghadapi Tiongkok Apabila Konflik Laut Tiongkok Terjadi?

Indonesia diperkirakan akan mengalami kesulitan mempertahankan wilayah Laut Natuna Utara melawan Tiongkok apabila konflik Laut Tiongkok Selatan terjadi dalam waktu dekat. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa aspek. Dari sisi pertahanan, seperti yang dipaparkan sebelumnya, TNI masih memiliki banyak persoalan yang harus dihadapi. Yang pertama dalam hal sistem persenjataan, TNI tidak memiliki sistem persenjataan modern yang cukup untuk melawan militer Tiongkok atau yang dikenal dengan People's Liberation Army (PLA).

Kapal Fregat TNI AL kelas R.E. Martadinata fregat kelas Ahmad Yani (eks. Kelas Van Speijk dari AL Belanda. Sumber : JASOSINT, 2024
Kapal Fregat TNI AL kelas R.E. Martadinata fregat kelas Ahmad Yani (eks. Kelas Van Speijk dari AL Belanda. Sumber : JASOSINT, 2024

Sebagai contoh dari 7 kapal fregat yang dioperasikan oleh TNI AL, hanya 2 kapal fregat yang masih baru, yakni kapal fregat kelas R.E. Martadinata, yang merupakan kapal fregat desain SIGMA 10514 dari galangan kapal Damen Group.  5 kapal fregat lainnya adalah kapal fregat kelas Ahmad Yani, yang merupakan kapal fregat bekas kelas Van Speijk dari AL Belanda, yang dibeli pada tahun 1985.  Kapal 

Misil Darat ke Udara (SAM) Sea Wolf https://www.navylookout.com/
Misil Darat ke Udara (SAM) Sea Wolf https://www.navylookout.com/

fregat kelas Ahmad Yani, yang merupakan kapal fregat bekas kelas Van Speijk dari AL Belanda, yang dibeli pada tahun 1985. Kapal fregat ini dilengkapi sistem persenjataan yang sudah ketinggalan zaman dan umurnya sudah berada di ambang batas. Sistem pertahanan udaranya masih menggunakan misil Seacat dari Inggris, sebelum akhirnya diganti dengan misil Simbad atau Mistral dari Prancis. Korvet kelas Bung Tomo juga dilengkapi sistem pertahanan udara yang tua. Korvet kelas Bung Tomo ini dilengkapi dengan misil Sea Wolf buatan Inggris yang mulai digunakan sejak tahun 1979. Dikutip dari Indomiliter (2018), TNI AL sebenarnya memasang misil MBDA MICA pada kapal fregat kelas R.E. Martadinata, misil tersebut datang pada tahun 2018 namun jumlahnya juga terbatas. Pada tahun 2018, TN TNI Angkatan Udara juga hanya memiliki satu baterai SAM buatan Norwegia, NASAMS 2, yang ditempatkan di Teluk Naga, provinsi Banten. Sisanya TNI Angkatan Udara hanya mengandalkan sistem pertahanan udara untuk jarak sangat dekat, seperti meriam penangkis serangan udara (PSU) Oerliokon Skyshield dan misil panggul atau MANPADS Mistral dan QW-3. Bahkan Korps Marinir dalam beberapa kesempatan terlihat masih mengandalkan kanon berat PSU M1939 (52K-K), yang mana merupakan meriam PSU buatan Uni Soviet yang dipakai dalam Perang Dunia 2, dan meriam PSU S-60, yang mana merupakan meriam PSU yang 

Misil Darat ke Udara (SAM) NASAMS 2 dan Kanon PSU M1939 61-K. Sumber : Armyrecognition dan Indomiliter
Misil Darat ke Udara (SAM) NASAMS 2 dan Kanon PSU M1939 61-K. Sumber : Armyrecognition dan Indomiliter

telah digunakan oleh Korps Marinir sejak tahun 1960 atau masa Trikora. Pesawat tempur canggih yang dimiliki adalah pesawat F-16 dan Su-27/30. 10 dari 33 pesawat F-16 yang dimiliki oleh TNI AU adalah versi A/B berbasiskan teknologi pada tahun 1980. Oleh karena itu, mulai dari tahun 2017, TNI AU melakukan peningkatan (upgrade) sistem avionik pada 10 F-16A/B ke tingkat Mid Life Upgrade (MLU).

Sistem persenjataan yang dimiliki oleh TNI juga kurang lengkap untuk mempertahankan wilayah. Sebagai contoh, untuk pertahanan pantai, Indonesia perlu memiliki misil anti kapal yang diluncurkan dari darat dan dapat ditransportasikan menggunakan truk untuk menghadapi serangan kapal perang lawan dari jarak jauh. Indonesia juga memerlukan misil SAM jarak menengak atau jauh untuk menghadapi ancaman serangan udara musuh, baik pesawat tempur maupun misil. Dengan ini, pulau-pulau strategis yang ada di Indonesia bisa dijadikan sebagai benteng pesisir dalam keadaan perang, sehingga membuat lawan untuk membayar setiap wilayah yang direbut dengan kerugian yang mahal (unsustainable loss) dam sebagai pendukung utama dari elemen kapal perang dan pesawat udara dalam mempertahankan wilayah. Sayangnya, Indonesia tidak memiliki jenis misil tersebut. Menurut Perdana dalam Indomiliter (2020), Indonesia telah menyepakati nota kesepakatan (Memorandum of Understanding/MOU) untuk misil anti kapal R-360 Neptune, yang dibuat oleh Ukraina. Akan tetapi, Indonesia tidak melanjutkan hingga ke tahap kontrak pembelian. Penyebab terbesarnya adalah Ukraina terlibat perang dengan Rusia yang dimulai pada bulan April 2022 dan masih berlanjut hingga sekarang. Melihat hal tersebut, dapat dipastikan bahwa Ukraina tidak bisa menyediakan misil, karena seluruh industri pertahanannya difokuskan kepada produksi senjata untuk mendukung kebutuhan perang melawan Rusia. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari akun Instagram Lembaga Keris Indonesia pada 24 Desember 2023, Indonesia mulai melirik misil CM-302 buatan Tiongkok. Akan tetapi, ini menimbulkan pertanyaan besar, karena pasalnya Indonesia memiliki sengketa atau ketegangan dengan Tiongkok terkait Laut Natuna Utara. Hal ini dinilai tidak masuk akal untuk membeli atau bahkan tertarik untuk membeli senjata dengan negara lawan. Untuk SAM jarak menengah atau jauh, Indonesia hanya memiliki satu baterai NASAMS 2 buatan Norwegia yang ditempatkan di Teluk Naga, Banten.

Masalah lainnya adalah mengenai kesiapan tempur dari TNI. Persenjataan dan perlengkapan tempur lainnya yang dimiliki oleh TNI memiliki kesiapan tempur yang rendah. Alutsista yang dimiliki oleh Indonesia memiliki tingkat operasional yang rendah. Menurut Suorsa (2021), hanya 45 persen dari total 72 pesawat tempur yang dimiliki oleh TNI AU yang dalam kondisi layak operasional. Salah satu penyebabnya adalah umur perlengkapan yang digunakan sudah tua dan perlu diganti. Sebagai contoh, menurut Blank (2021), dari tingkat operasional pesawat kargo C-130 Hercules hanya mencapai 40 persen. Angka ini jauh dari tingkat operasional yang diharapkan sebesar kurang lebih 80 persen. Penyebab lainnya dari rendahnya tingkat operasional alutsista adalah banyaknya variasi dari alutsista yang dimiliki. Didorong oleh beberapa pengalaman buruk dari embargo militer yang menurunkan kapabilitas alutsista TNI secara signifikan. Efek embargo militer terparah yang dirasakan Indonesia terjadi ketika embargo oleh Uni Soviet pasca Tragedi 30 September 1965 dan embargo militer oleh AS dan blok Barat pada tahun 1995-2006. Pada awal abad ke-21, Indonesia mulai menerapkan diversifikasi akuisisi senjata dari berbagai sumber atau blok. Hal ini mencegah ketergantungan alutsita Indonesia pada satu sumber. Apabila Indonesia mengalami embargo militer dari satu sumber atau blok tertentu, maka Indonesia masih memiliki alutsista yang beroperasional dari sumber lain. Akan tetapi, cara ini menimbulkan masalah besar lainnya dalam hal logistik. Indonesia harus juga menyiapkan jumlah logistik suku cadang yang cukup dari alutsista yang masing-masing memiliki perbedaan dalam hal karakteristik dari alutsita dan perawatannya. Oleh karena itu, TNI harus menjamin ketersediaan suku cadang dan perawatan alutsita yang benar-benar berbeda dan membutuhkan pelatihan terhadap masing-masing platform. Proses perawatan alutsista yang berbeda platform akan memakan waktu yang cukup lama, sehingga rotasi alutsista yang operasional menjadi sulit. Ditambah lagi, diversifikasi alutstita membutuhkan anggaran yang besar karena platform senjata antara satu sumber dengan sumber lainnya akan berbeda dan tidak bisa digantikan. Keterbatasan dana yang dihadapi oleh Indonesia berarti akan ada suku cadang yang tidak bisa disediakan secara optimal, sehingga menurunkan tingkat kesiapan operasional dari alutsista untuk digunakan.

Dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat, begitu pula dengan perkembangan perang modern. Perang modern pada pergerakan yang cepat dan terarah untuk mencapai suatu tujuan yang maksimal. Kebutuhan ini melahirkan doktrin militer baru, yaitu network centric warfare (NCW). Network Cenric Warfare adalah doktrin militer yang menitikberatkan pada keterhubungan antar elemen tempur lewat sistem komunikasi dan berbagai sensor untuk meraih hasil atau tujuan yang maksimal. Network Centric Warfare ini tidak hanya membutuhkan berbagai infrastruktur, seperti sensor dan sistem jaringan komunikasi yang aman, tapi juga bagaimana komunikasi dan koordinasi secara vertikal (antara pemimpin dengan prajurit) maupun horizontal (antar elemen tempur). Oleh karena itu, angkatan bersenjata yang sudah menerapkan doktrin militer ini dapat melaksanakan tugas pada wilayah operasi yang lebih luas dengan pergerakan kesatuan yang dibagi menjadi beberapa unit yang bergerak lebih dinamis, tetapi dapat mengakibatkan efek yang menghancurkan bagi lawan dengan efektivitas dan efisiensi yang tinggi, berkat pengumpulan informasi yang lebih komprehensif dan komunikasi serta koordinasi antar unit atau elemen tempur yang dinamis. Sebenarnya, Indonesia sudah mulai melangkah untuk menerapkan doktrin NCW ini dengan dibentuknya Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) dan membagi wilayah komando menjadi 3 wilayah. Akan tetapi, tahapan untuk implementasinya masih jauh, karena Indonesia masih belum memiliki sistem atau sarana prasarana pendukung untuk C4ISR (Command, Control, Communication, Computers, Intelligence, Surveillance and Reconnaissance). Pelatihan sumber daya manusia juga belum dapat dilakukan untuk mengoperasikan dan melakukan perawatan atau pengembangan sistem tersebut. Pelatihan ini penting, karena implementasi doktrin militer ini bisa optimal apabila para personil militer dapat mengoperasikan sistem yang digunakan dan mampu mengembangkan sistem menjadi lebih efektif dan siap dengan peperangan elektronik (electronic warfare). Dikutip dari CNBC Indonesia (2020), pada tahun 2020, menteri pertahanan Indonesia, Prabowo Subianto, menyepakati kontrak dengan perusahaan asal Yunani, Scytalys, untuk mengembangkan sistem pertahanan dalam bentuk C4ISR dengan nilai kontrak sebesar USD 47 juta. Diversifikasi alutsista yang dimiliki oleh Indonesia juga menambah tantangan untuk proses integrasi sistem. Alutsista blok Barat dan blok Timur yang dimiliki oleh TNI tidak dapat terhubung, sehingga dibutuhkan pemasangan proses penyesusaian sistem untuk mengintegrasikan dua sistem yang berbeda tersebut. Proses ini akan membutuhkan biaya lagi untuk bisa mengintegrasikan banyak sistem yang ada di dalam berbagai alutsista yang dimiliki oleh TNI. Anggaran terbatas yang dimiliki oleh TNI akan membuat proses integrasi ini menjadi lebih lama.

Permasalahan terbesar yang dihadapi oleh TNI adalah doktrin militer yang sesuai dengan peperangan era modern. Doktrin militer Indonesia berpusat pada sishankamrata (sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta) sebagai strategi utama dalam pertahanan Indonesia. Menurut Indrawan (2019), sishankamrata ini berbeda dengan konsep total war, karena lebih kompleks dan tidak hanya mefokuskan semua orang pada kebutuhan perang, seperti wajib miltier dan pengerahan warga sipil untuk berperan sebagai faktor produksi senjata untuk kebutuhan perang, Strategi ini melibatkan semua warga untuk ikut andil dalam pertahanan dan keamanan negara sesuai dengan keahlian dari masing-masing warga negara. TNI masih memutuskan untuk mempertahankan doktrin militer ini, karena sudah terbukti berhasil dari Perang Kemerdekaan 1945-1949 hingga masa Trikora dan Dwikora. Menurut Blank (2021), Penggunaan doktrin militer ini juga masih dipertahankan, karena sesuai dengan dokumen Defense White Paper 2015 yang hanya berfokus pada ancaman di luar militer, seperti bencana alam, kejahatan siber, epidemi, terorisme, dan pembangunan karakter manusia. Hal ini menandakan bahwa TNI tidak memfokuskan skenario apabila menghadapi serangan dari luar negeri. Fokus ancaman yang paling mendekati hanyalah kontra-insurgensi, seperti operasi melawan kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua. Ini berarti TNI tidak mengubah konsep pertahanan dari continental based defense menjadi maritime based defense. Konsep pertahanan berbasis darat cenderung menunggu musuh untuk menguasai wilayah laut dan melakukan pendaratan di pesisir sebelum akhirnya pertempuran paling sengit terjadi di wilayah daratan yang dilakukan oleh TNI dan rakyat sesuai dengan strategi sishankamrata melawan kekuatan lawan. Apabila konflik di Laut Tiongkok Selatan terjadi, pertahanan udara dan laut akan memainkan peran utama yang menentukan apakah Indonesia dapat mempertahankan wilayah Laut Natuna Utara atau harus kehilangan wilayah tersebut. Dengan kata lain, doktrin militer Indonesia tidak akan bekerja optimal.

Berbagai Jenis Kapal Perang AL Tiongkok
Berbagai Jenis Kapal Perang AL Tiongkok

Sementara itu, militer Tiongkok hanya memiliki sistem persenjataan yang canggih dalam jumlah besar. Militer Tiongkok sudah melakukan modernisasi dengan sangat cepat selama 20 tahun sejak awal tahun 2000. Modernisasi ini dilakukan kepada semua matra. Selama 20 tahun ini, Tiongkok sudah mengembangkan sistem persenjataan kepada tiga matra miltiernya dalam mengahadapi peperangan di masa sekarang. Tidak hanya pengembangan senjata canggih, tetapi juga Tiongkok memiliki kemampuan yang sangat baik pada lini produksinya. Alhasil dalam waktu cepat, militer Tiongkok sudah memiliki banyak transformasi hingga dapat menandingin kekuatan militer AS di wilayah Indo-Pasifik dan negara-negara tetangga Tiongkok. Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok atau dikenal dengan sebutan PLA sudah melakukan reorganisasi besar-besaran pada struktur komando operasionalnya pada tahun 2016. Sejak tahun 2016, PLA membagi wilayah komando operasi menjadi 5 wilayah, yaitu Theater Timur, dan Komando Theater Selatan. Wilayah komando Theater ini merupakan wilayah operasional gabungan antara 3 matra (darat, laut, dan udara).  Pembagian wilayah komando ini sama seperti Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) yang ada di TNI. Sistem ini digunakan sebagai hasil dari doktrin perang Network Centric Warfare  (NCW) yang menitikberatkan pada integrasi koordinasi dan komunikasi antara berbagai elemen tempur hingga berbagai matra dalam satu zona wilayah operasi. Sesuai dengan letak geografis, Komando Theater Selatan PLA bertanggung jawab untuk pengamanan wilayah Laut Tiongkok Selatan.  Seperti pada analisis kemampuan Indonesia dalam segi pertahanan, pembahasan analisis akan lebih dititikberatkan pada kapabilitas tempur untuk Angkatan Udara Tiongkok (PLAAF) dan Angkatan Laut Tiongkok (PLAN).  

Berbagai Jenis Pesawat Tempur AU Tiongkok
Berbagai Jenis Pesawat Tempur AU Tiongkok

Semua kapal AL Tiongkok pada wilayah Komando Theater Selatan digabung ke dalam Armada Selatan. Armada Selatan memiliki 10 detasemen kapal perang, yang terdiri dari 2 detasemen kapal perusak, 3 detasemen kapal fregat, 2 detasemen kapal selam, 1 detasemen kapal pendaratan, dan 2 detasemen kapal pendukung tempur Tiongkok. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Laporan Kongres Amerika Serikat tahun 2024, diperkirakan AL Tiongkok akan memiliki 400 kapal perang yang disebar ke dalam 3 armada, sehingga dapat diestimasi bahwa kapal perang Tiongkok yang dimiliki oleh Armada Selatan bisa mencapai 100-130 kapal, apabila total dari jumlah kapal yang dimiliki oleh AL Tiongkok dibagi ke dalam 3 armada perang yang dimiliki masing-masing sama banyaknya. Jumah ini belum termasuk jumlah kapal Penjaga Pantai Tiongkok (CCG). Berdasarkan data laporan dari Congressional Research Service tanggal 30 Januari 2024, Penjaga Pantai Tiongkok memiliki 142 kapal patroli dengan berbagai ukuran pada tahun 2023. Dapat diperkirakan bahwa Penjaga Pantai Tiongkok menempatkan sekitar 47-53 kapal patroli.

Sumber : Congressional Research Service (2020)
Sumber : Congressional Research Service (2020)

Sementara itu, untuk penguasaan udara, AU Tiongkok memiliki sekitar 1.700 pesawat dari berbagai jenis. Komando Theater Selatan AU Tiongkok memiliki 4 divisi pesawat tempur, 1 divisi pesawat pembom, 1 divisi pesawat kargo, dan 1 resimen independen yang disebar pada beberapa pangkalan udara di provinsi Yunnan, Guangdo, Hunan, dan Guizhou. Pesawat-pesawat yang ada di Komando Theater Selatan tidak hanya dari AU Tiongkok, tapi juga berasal dari Kesatuan Penerbang AL Tiongkok. Kesatuan tersebut memiliki 5 resimen udara, dengan berbagai jenis pesawat, yang ditempatkan di provinsi Guangxi dan Pulau Hainan. Ditambah lagi terdapat pesawat tempur Kesatuan Penerbang AL Tiongkok yang ditempatkan di kapal induk AL Tiongkok Shandong. Menurut Trevethan (2018), satu divisi pesawat tempur dan serang biasanya berisi 72 pesawat tempur dan 120 pilot, sedangkan satu divisi pesawat pembom berisi 54 pesawat pembom dan 90 kru pesawat. Satu divisi pesawat tempur dan serang ini dibagi lagi menjadi 2-3 resimen, di mana setiap resimen berisi 24 pesawat tempur, ditambah 6 pesawat tempur cadangan dalam beberapa keadaan, dan 40 pilot. Sementara satu resimen pesawat pembom berisi 18 pesawat pembom. Dengan penjabaran ini, dapat diperkirakan bahwa jumlah pesawat yang dimiliki oleh AU Tiongkok dan Kesatuan Penerbang AL Tiongkok bisa mencapai 624 pesawat, yang ditempatkan di Komando Theater Selatan.

Peta Persebaran Markas Militer Tiongkok Wilayah Komando Teater Selatan. Sumber : Jamestown
Peta Persebaran Markas Militer Tiongkok Wilayah Komando Teater Selatan. Sumber : Jamestown

Tiongkok tidak hanya memiliki kekuatan militer yang kuat, tapi juga pangkalan mereka cukup dekat dengan Laut Natuna Utara relatif cukup dekat. Hal ini dikarenakan banyak pulau-pulau sengketa di Laut Tiongkok Selatan yang sudah direklamasi dan dijadikan sebagai pangkalan laut oleh Tiongkok, terutama Kepulauan Spratly sejak tahun 2014.

Pulau Natuna dan Fiery Cross Reef. Sumber : Google Earth
Pulau Natuna dan Fiery Cross Reef. Sumber : Google Earth
Fiery Cross Reef, salah satu gugusan kepulauan karang yang berada di area Kepulauan Spratley, dijadikan sebagai pangkalan militer laut dan udara oleh Tiongkok, yang sudah dibangun sejak tahun 2014. Pangkalan di pulai ini jauh lebih besar dibandingkan pangkalan di kepulauan Spratly lainnya (Lee, 2015). Pulau ini hanya berjarak sejauh 700 nautical miles dari pulau Natuna. Kapal Penjaga Pantai Tiongkok yang berpatroli dan memasuki wilayah Laut Natuna Utara seringkali berasal dari pulau ini. Ini berarti apabila konflik terjadi, Indonesia tidak memiliki banyak waktu untuk bersiap atau merespon serangan dari Tiongkok.

 Potret satelit Pulau Fiery Cross Reef. Sumber : CSIS
 Potret satelit Pulau Fiery Cross Reef. Sumber : CSIS

Jangkauan radar, SAM, dan pesawat tempur Tiongkok (Chengdu J-10)  dari pangkalan di berbagai pulau Laut Tiongkok Selatan. Sumber : CSIS iDeas Lab
Jangkauan radar, SAM, dan pesawat tempur Tiongkok (Chengdu J-10)  dari pangkalan di berbagai pulau Laut Tiongkok Selatan. Sumber : CSIS iDeas Lab

Apabila ketegangan di Laut Tiongkok Selatan berubah menjadi konfrontasi atau perang, Indonesia tidak berhadapan langsung dengan seluruh kekuatan penuh dari militer Tiongkok yang berlokasi di wilayah Komando Theater Selatan. Militer Tiongkok akan membagi kesatuannya ke beberapa negara, seperti Vietnam, Brunei, Malaysia, dan Indonesia. Dengan begitu, dari total 178-185 kapal perang yang dimiliki oleh AL Tiongkok dan Penjaga Pantai Tiongkok, Indonesia diperkirakan harus berhadapan dengan 65 kapal perang AL Tiongkok dari berbagai jenis. Perhitungan dijabarkan sebagai berikut :

Sumber : Jamestown
Sumber : Jamestown

Sumber : Olahan Penulis
Sumber : Olahan Penulis

screenshot-2024-05-29-222224-6657483f34777c5ce73e5922.png
screenshot-2024-05-29-222224-6657483f34777c5ce73e5922.png

Sumber : Olahan Penulis
Sumber : Olahan Penulis

Angka di atas merupakan angka perkiraaan dari jumlah kapal perang yang dimiliki oleh tiap negara dari data-data yang didapat oleh penulis. Perhitungan merupakan estimasi sederhana didasarkan dengan jumlah kapal. Faktor lain dikesampingkan. Perhitungan ini tidak memasukan jumlah kapal Penjaga Pantai dari tiap pihak, karena pada umumnya dalam keadaan perang, Penjaga Pantai memiliki peran untuk menjaga wilayah laut teritorial dari penerobosan musuh dan tidak diikutkan ke dalam armada atau gugus tugas serang. Indonesia memiliki kemungkinan terbesar untuk berhadapan dengan salah satu gugus tugas kapal induk Tiongkok, karena jarak Indonesia merupakan yang paling jauh dari markas-markas Tiongkok di wilayah Laut Tiongkok Selatan, termasuk kepulauan Spratly. Kehadiran kapal induk ini akan memberikan Tiongkok sebuah perlindungan udara untuk mendukung operasi militer laut melawan Indonesia atau melindungi armada dari serangan udara Indonesia. Untuk elemen udara, Tiongkok akan memfokuskan pada Vietnam dan Indonesia, dengan perhitungan sebagai berikut :

screenshot-2024-05-29-222507-665748dcc925c4368f160532.png
screenshot-2024-05-29-222507-665748dcc925c4368f160532.png

Sumber : Olahan Penulis
Sumber : Olahan Penulis

AU Tiongkok diperkirakan akan mefokuskan kekuatan udaranya pada Vietnam, karena Vietnam memiliki pesawat tempur terbanyak dan memiliki jarak terdekat dengan daratan utama Tiongkok. Meskipun begitu, Indonesia menjadi salah satu fokus utama, karena memiliki kekuatan udara yang cukup besar. Jarak jauh antara pangkalan militer Tiongkok di Kepulauan Spratly dengan wilayah udara Indonesia dapat diatasi dengan dukungan dari pesawat tanker. Diperkiran militer Tiongkok akan melancarkan serangan cepat yang menentukan ke 4 negara tersebut yang menghasilkan efek kehancuran yang maksimal untuk mematahkan semua kemungkinan perlawanan dari 4 negara tersebut dan memaksa Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Vietnam untuk menyerah dan menerima kerugian wilayah yang telah direbut oleh Tiongkok.

Penyerangan pada wilayah Laut Natuna Utara diperkirakan akan diawali dengan infiltrasi kapal selam AL Tiongkok ke wilayah laut Indonesia untuk menempati posisi-posisi strategis. Setelah itu, gugus tugas AL Tiongkok bersama dengan divisi tempur udara Tiongkok akan memulai serangan kilat. Serangan udara AU Tiongkok akan difokuskan pada instalasi militer, seperti pangkalan udara dan laut TNI, markas besar TNI, dan radar, dan infrastruktur strategis, seperti jaringan telekomunikasi, pembangkit listrik, dan jembatan strategis. Serangan ini dilancarkan untuk menghambat reaksi Indonesia untuk melakukan serangan balasan atau bahkan melumpuhkan kekuatan TNI. Banyak instalasi militer yang ada pada wilayah Komando Gabungan Wilayah Pertahanan I menjadi sasaran dan mengakibatkan kerusakan yang signifikan. AU Tiongkok akan menargetkan banyak pangkalan udara yang menampung pesawat tempur, seperti Lanud Roesmin Noerjadin di Pekanbaru, Lanud Supadio di Pontianak, Lanud Iswahjudi di Madiun, dan Lanud Sultan Hassanudin di Makassar, untuk melumpuhkan kekutan udara TNI AU dan menjamin dominasi udara wilayah perang ke Tiongkok. Kekurangan atau tidak adanya SAM jarak menengah atau jauh ini akan mengakibatkan AU Tiongkok dapat meluncurkan serangan berbagai serangan misil dari jarak aman yang relatif luas dengan berbagai platform, dari pesawat tempur Shenyang J-11 hingga kemungkinan pesawat pembom Xian H-6K dengan misil jelajah mereka.

Sementara di laut, gugus tugas Tiongkok akan memulai serangan cepat dengan menguasai wilayah Natuna Utara, apabila serangan udara yang dilakukan oleh AU Tiongkok dan Kesatuan Penerbang AL Tiongkok berhasil, maka Komando Armada 1 (Koarmada 1) akan menerima serangan terberat. Kurangnya pertahanan udara yang memadai pada kapal perang TNI AL membuat kapal perang memiliki potensi yang tinggi terkena serangan misil dari AU Tiongkok. TNI AL yang selamat dari serangan udara akan berusaha untuk melakukan reorganisasi dan melakukan serangan balasan untuk berusaha membuat penguasaan wilayah Laut Natuna Utara oleh Tiongkok lebih sulit. Gugus tugas kapal selam Tiongkok akan berusaha menembak kapal perang Indonesia pada posisi strategis. Gugus tugas AL Tiongkok kemudian akan berusaha mengamankan wilayah Laut Natuna Utara, sambil marinir Tiongkok melakukan serangan amfibi dan mengamankan pulau Natuna dan pulau di sekitarnya. Pada tahap ini, maka Indonesia sudah tidak bisa memiliki kemampuan untuk melakukan serangan balasan untuk merebut kembali wilayah Natuna. Dapat disimpulkan dari skenario di atas, apabila Indonesia melawan Tiongkok sendiri ketika konflik di Laut Tiongkok Selatan pecah, maka Indonesia tidak mampu mempertahankan wilayahnya.

Skenario pertama adalah serangan yang dilancarkan oleh Tiongkok benar-benar tidak terduga. Terdapat skenario lainya di mana sebelum menjelang konflik biasanya terdapat suatu lonjakan aktivitas yang tidak biasa, seperti pergerakan ke markas-markas terdekat, sehingga terjadi penumpukan pasukan. Apabila pola aktivitas ini terjadi, maka pihak lain dapat meningkatkan kewaspadaan dan melaksanakan aktivitas penjagaan, seperti patroli laut dan udara di wilayah teritorial. Pada skenario kedua ini, Indonesia sedang dalam posisi bersiap karena dilihat dari analisis intelijen, sehingga aktivitas militer semakin intens. Hal ini tidak mustahil dan dapat dilihat dari kronologi dimulainya Perang Rusia-Ukraina 2022, di mana sebelum invasi dimulai, badan intelijen Amerika Serikat, Central Intelligence Agency (CIA), mendeteksi adanya penumpukan pasukan Rusia yang tidak wajar di dekat perbatasan Ukraina Rusia, sejak musim semi tahun 2021 dengan dalih latihan militer skala besar. Setelah itu, Rusia mulai memberikan berbagai permintaan kepada NATO. Hal ini membuat dan memperingatkan adanya potensi invasi Rusia dalam waktu dekat dan mulai menggeser sebagai pasukan NATO ke wilayah Eropa Timur. Namun, prediksi intelijen itu benar-benar terjadi saat Rusia memulai invasi di bawah dalih "Operasi Militer Khusus" pada 24 Februari 2022 dan memulai perang tersebut (Reuters, 2022). Oleh karena itu, skenario kedua ini dapat disimulasikan.

Pada skenario kedua, apabila intelijen menilai adanya potensi invasi dan TNI memutuskan untuk meningkatkan aktivitas militer regular, berupa patroli atau memperketat penjagaan laut dan udara, maka unsur kejutan militer Tiongkok sudah hilang. Ketika Infiltrasi yang dilakukan kapal selam Tiongkok akan lebih sulit, karena kegiatan patrol yag dilaksanakan TNI AL akan lebih aktif melakukan patrol yang lebih rutin, sehingga serangan pembukaan militer Tiongkok dalam bentuk penetrasi ke dalam wilayah Indonesia akan sepenuhnya dilakukan menggunakan kekuatan udara. AU Tiongkok melakukan serangan udara ke target-target strategis, berupa berbagai instalasi militer dan infrastruktur strategis, seperti pada skenario pertama, akan tetapi Indonesia dalam posisi yang lebih siap, sehingga bisa melakukan mencegat sebelum bisa penetrasi wilayah udara lebih dalam lagi dan dapat menimbulkan kerugian kepada AU Tiongkok yang lebih dibandingkan dalam skenario pertama. Untuk pertempuran laut di Laut Natuna Utara juga sama, di mana TNI AL akan merespon serangan laut AL Tiongkok. Taktik yang dapat digunakan oleh TNI AL berupa hit & run, di mana TNI AL akan menggunakan kapal patroli cepat pembawa misil atau fast missile boat untuk menempati posisi tertentu, menyergap gugus tugas AL Tiongkok dengan jarak yang relatif dekat untuk perang laut di masa kini dan meninggalkan wilayah tempur dengan cepat. Fregat dan korvet TNI AL akan berperan memberikan perlindungan udara dan melakukan penembakan misil anti kapal dari jarak yang cukup jauh. Permasalahan yang dihadapi adalah pertahanan udara yang dimiliki oleh kapal perang TNI AL tidak memadai, sehingga perlindungan udara menjadi kurang efektif. Hal ini berarti skuadron penyergap missile boat akan mengalami kerugian yang cukup besar. Apabila Tiongkok mengerahkan pesawat pengintai udara (Airborne Early Warning and Control /AWACS) ke dalam pertempuran, maka ini menjadi keunggulan bagi Tiongkok, karena dapat mendeteksi pergerakan TNI sebelum terjadi pertempuran udara atau laut, dan memiliki kemampuan untuk melumpuhkan sistem elektronik TNI. Bila hal ini terjadi, maka kerugian yang diderita TNI cukup besar. Garnisun TNI yang ada di Kepulauan Natuna tidak bisa berbuat banyak selama pertempuran laut, karena mereka tidak memiliki sistem pertahanan laut untuk melakukan serangan balasan ke kapal perang AL Tiongkok. Garnisun TNI yang ditempatkan di Pulau Natuna dan sekitarnya hanya bisa mempertahankan diri dari serangan udara dengan misil panggul anti udara atau MANPADS. Yang dapat mereka lakukan adalah bersiap dan bertahan dari serangan amfibi yang dilakukan oleh marinir Tiongkok. Untuk mempertahankan Pulau Natuna, TNI harus membuat suatu jalur laut yang aman untuk mengantarkan bantuan, berupa logistik dan menurunkan gelombang pasukan lainnya ke pulau-pulau sekitar. Tahap ini akan sulit, karena jalur ini harus dilindungi oleh kapal perang dan pesawat udara untuk mencegah bantuan yang dikirim oleh kapal pendarat TNI AL diserang oleh Tiongkok dan mencegah jalur laut ini direbut oleh AL Tiongkok dan memotong arus bantuan ke Pulau Natuna dan sekitarnya.

Pada tahap ini, Indonesia hanya bisa menahan dan menunda kekalahan. Hal ini dikarenakan kerugian yang dialami oleh TNI cukup besar dan tidak dapat digantikan dalam waktu dekat. Perang ini juga akan memberikan tekanan yang sangat besar pada ekonomi Indonesia. Perang akan membutuhkan anggaran pertahanan yang sangat besar untuk tetap melanjutkan perang hingga ke dalam posisi yang menguntungkan bagi Indonesia untuk melakukan negosiasi perdamaian. Alokasi anggaran untuk pertahanan akan mengalami kenaikan yang sangat signifikan untuk memenuhi kebutuhan ini. Akan tetapi, anggaran yang dikeluarkan kemungkinan besar tidak akan cukup. Berkaca pada Perang Rusia Ukraina 2022, di mana Ukraina mampu menahan laju invasi dari Rusia dan membuat situasi menjadi stalemate atau imbang, tetapi Ukraina akan membutuhkan bantuan, seperti pengiriman senjata dan bantuan dana, untuk menahan serangan Rusia. Berdasarkan data dari Statista dan SIPRI (2024), Ukraina menghabiskan dana sebesar USD 57 miliar pada tahun 2022 dan meningkat signifikan menjadi USD 64,3 miliar pada tahun 2023. Apabila anggaran belanja Indonesia pada tahun 2024 mencapai USD 206 milliar (kurs USD 1 = Rp16.071) dan Indonesia memutuskan untuk membiayai perang sendiri dan anggaran militer untuk kebutuhan perang sama dengan yang dikeluarkan oleh Ukraina sekarang, maka sekitar 31% anggaran belanja negara harus dialokasikan untuk biaya perang. Angka ini sangat tidak realistis dan biasa membuat ekonomi Indonesia runtuh, karena Indonesia masih harus mengalokasikan anggaran belanjanya untuk keperluan non-perang. Perekonomian akan dalam tekanan yang sangat besar, karena kegiatan perdagangan menjadi tidak lancar dalam perang. Oleh karena itu, Indonesia akan membutuhkan bentuk bantuan yang ditawarkan oleh luar negeri untuk mendukung upaya perang pada front Laut Tiongkok Selatan. Dalam hal ini, Indonesia dapat menggunakan bargaining power dari segi geografis untuk upaya diplomasi di PBB dan negara-negara yang mau membantu Indonesia atas dasar kepentingan yang sama.

Meskipun begitu, Indonesia masih memiliki tantangan. Tantangan yang pertama adalah berhubungan dengan strategi militer yang komprehensif. Menurut laporan yang berjudul "Regional Response to US. -- China Competition in the Indo-Pacific : Indonesia" yang ditulis oleh Blank (2021), Indonesia belum pernah melakukan skenario latihan perang melawan musuh yang lebih superior. Latihan militer yang dilakukan oleh TNI kebanyakan difokuskan untuk kontra-teroris, kontra-insurgensi, dan menangkal penyusupan dengan skala yang terbatas oleh negara tetangga. Hal ini dinilai akan menyulitkan negara-negara yang mengirim bantuan militer,berupa pengerahan pasukan ke wilayah konflik, di mana Indonesia tidak ada strategi utama atau doktrin militer yang sesuai, sehingga apabila terjadi operasi militer gabungan dengan negara lain, maka operasi militer sulit dijalankan atau bahkan terancam gagal akibat perbedaan dalam hal koordinasi, komunikasi, atau strategi. Salah satu tantangan terbesar adalah kepercayaan negara-negara yang akan memberikan bantuan kepada Indonesia. Birokrasi Indonesia dinilai lambat dalam membuat kebijakan. Hal ini membuat negara-negara akan mempertanyakan komitmen kepada Indonesia. Akan tetapi, penyebab kepercayaan Indonesia diragukan adalah karena keamanan mengenai informasi yang sensitif. Blank, dalam laporan sebelumnya, menemukan pembicaraan hal yang sensitif tidak dilakukan pada jalur yang aman, karena Indonesia tidak memiliki sistem klasifikasi antara informasi sensitif atau tidak. Sebagai contoh, istilah rahasia memang ada, tapi itu tidak benar-benar ada. Nyatanya, diskusi internal yang bersifat sensitif dan rahasia (confidential) dilakukan di pembicaraan grup Whatsapp. Contoh lain bisa dilihat alasan Indonesia belum diberi izin untuk membeli pesawat tempur  generasi kelima F-35 Lightining buatan Amerika Serikat. Menurut CNN Indonesia (2020), Amerika Serikat menilai Indonesia perlu memiliki pesawat tempur generasi 4.5 sebelum bisa memiliki F-35. Pernyataan ini memiliki arti tersirat bahwa Amerika Seriakt belum percaya untuk memberikan pesawat tempur F-35 kepada Indonesia, karena berbagai alasan, seperti kesiapaan personil dan sarana-prasarana dan juga rendahnya keamanan informasi sensitif di Indonesia.

Langkah Apa yang Sudah Dilakukan oleh Indonesia?

Dalam hal pertahanan, Indonesia sedang berusaha untuk melaksanakan modernisasi sistem persenjataan atau alutsista yang dimiliki oleh TNI. Hal ini dilihat dari beberapa akusisi perlengkapan militer yang sudah terlaksana dalam bentuk kontrak pembelian dan proses negosiasi yang masih berlanjut hingga sekarang dalam 5 tahun terakhir. Untuk memperkuat kekuatan udara, Indonesia sudah menekan kontrak pembelian untuk 42 pesawat tempur Daassaut Rafale. Indonesia melakukan pemesanan 6 pesawat Rafale pada bulan September 2022 dan melakukan pemesanan kembali 18 pesawat tempur Rafale pada bulan Agustus 2023. Tanda tangan kontrak pemesanan gelombang terakhir pesawat tempur ini dilakukan pada Februari 2024 untuk sebanyak 18 pesawat (Daassault Aviation, 2024). Dilansir dari artikel Airspace Review (2022), kontrak pembelian pesawat tempur Rafale ini tidak hanya pembelian unit pesawat tempur, tapi juga kerja sama antara Prancis dengan Indonesia untuk industri pertahanan lewat skema transfer teknologi. Untuk pesawat Rafale dikabarkan bahwa Penetapan Sumber Pembiayaan (PSP) sudah diterbitkan (Ali, 2022). Menurut informasi yang diberikan oleh Janes (2023), pemerintah Indonesia dikabarkan mempertimbangkan untuk membeli bom pintar Armement AirSol Modulaire (AASM) atau Highly Agile Modular Munition Extended Range (Hammer) buatan pabrik munisi dari Prancis, Safran Group, dan berupaya untuk melakukan kerja sama produksi bom pintar modular ini. Bom Hammer dipilih, karena bom ini menggunakan bom Mark 82 yang sudah sangat familiar digunakan oleh banyak negara, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, produksi bom pintar ini cukup mudah, karena sifatnya yang modular atau dipasang perlengkapan kit kepada model bom yang sudah TNI gunakan sejak lama. Indonesia juga sedang dalam tahap negoisiasi untuk membeli pesawat tempur F-15ID buatan pabrikan aviasi Amerika Serikat, Boeing Company, senilai USD 13,9 miliar.  Pada Februari 2022, Agensi Kerjasama Pertahanan dan Keamanan Amerika Serikat (Defense Security Cooperation Agency / DSCA) sudah memberikan persetujuan apabila Indonesia ingin melakukan kontrak pembelian. Berdasarkan rilis media yang diterbitkan oleh DSCA, kontrak senilai sebesar USD 13,9 miliar sudah mencakup 36 pesawat tempur F-15ID, lengkap dengan avionik kunci, seperti sistem EPAWSS, mesin jet, persenjataan kanon, suku cadang, sarana dan prasarana, dan pelatihan pilot dan teknisi. Dilansir dari berita yang diterbitkan oleh Kementerian Pertahanan (2023), Indonesia sudah menandatangani nota kesepahaman (Memorandum of Understanding) dengan Amerika Serikat atas komitmen pembelian 24 pesawat tempur F-15ID. Akan tetapi, hingga sekarang belum ada kontrak efektif untuk F-15ID. Terdapat kemungkinan adanya hambatan dalam hal pembiayaan pesawat tempur ini.

Ilustrasi Pesawat F-15 dan Rafale. Sumber : Boeing Company & Daassault Aviation
Ilustrasi Pesawat F-15 dan Rafale. Sumber : Boeing Company & Daassault Aviation

Untuk kekuatan laut, Indonesia berupaya untuk mengakuisisi 2 kapal selam Scorpene Evolved, buatan galangan kapal Prancis, Naval Group. Menurut Malufti dalam artikel Naval News (2024), akusisi kapal selam ini sedang dalam tahap Penetapan Sumber Pembiayaan (PSP). Kapal selam ini akan dilengkap dengan berbagai perlengkapan canggih, seperti penggunaan tenaga penggerak air independent propulsion (AIP) dan penggunaan baterai lithium ion  sebagai sumber energi yang handal, sehingga dapat menyelam di bawah laut lebih lama dibandingkan kapal selam terdahulu. Indonesia sudah menandatangani kontrak pembelian 2 kapal fregat dari Italia dengan nilai kontrak sebesar 1,18 miliar euro pada bulan Maret 2024 (Peruzzi, 2024). Pada saat ini, pembelian tersebut tinggal menunggu tahap terahkir dari PSP. Kapal fregat yang dibeli Indonesia adalah kapal fregat kelas Paolo Thao di Revel atau dikenal dengan "PPA Frigate". 2 kapal fregat ini seharusnya ditunjukan untuk AL Italia, tetapi dialihkan untuk pesanan Indonesia dengan konfigurasi yang sudah tersedia sekarang. Kapal fregat ini dilengkapi dengan 8 set peluncur vertikal MBDA A50 yang dapat membawa 16 misil udara ke udara jarak menengah Aster-15/30, meriam Leonardo 127/64 mm, dan berbagai macam sensor, seperti 4 set radar AESA Leonardo Quad C-band dan perlengkapan perang elektronik dari Elettronica. Dengan pembelian fregat ini, Indonesia akan memiliki fregat dengan kapabilitas pertahanan udara terbaik di Asia Tenggara. Karena kapal fregat PPA ini adalah kapal yang baru selesai dibangun, maka diharapkan kapal fregat ini bisa datang dalam waktu dekat. Indonesia juga sebenarnya sudah memiliki proyek pembuatan kapal fregat di PT. PAL, yang dinamakan Fregat Merah Putih (FMP).  Proyek FMP ini mengambil dasar desain dari kapal fregat kelas Iver Huitfeldt dari Denmark, yang kemudian diambil alih oleh perusahaan perkapalan Inggris, Babcock International, dan disesuaikan desainnya untuk kebutuhan AL Inggris dan keperluan ekspor dengan nama desain Arrowhead 140. Fregat ini juga difokuskan untuk pertahanan udara di laut. PT. PAL sudah melakukan tahap keel laying pada Agustus 2023. PT. PAL akan membuat 2 kapal fregat FPM dan diperkirakan akan masuk dinas TNI AL pada tahun 2026 atau 2027. Meskipun begitu, proyek pembuatan 2 kapal fregat ini, yang memiliki tantangan yang besar. Proyek FMP ini adalah kapal fregat yang memiliki basis desain dari kapal fregat Iver Huitfeldt buatan galangan kapal Denmark, OMT, yang didesain kembali oleh galangan Babcok International. PT. PAL berencana untuk mendesain ulang kapal fregat Arrowhead 140 ini agar sesuai dengan pesanan Kementerian Pertahanan. Menurut artikel dari Alman Helvas Ali di CNBC Indonesia (2023), proses desain ulang ini akan menjadi tantangan yang besar, karena desain Arrowhead 140 sudah kompleks dari aspek desain. Perubahan desain yang akan terjadi terletak pada layout ruang mesin dan akomodasi ruang untuk menamping misil SAM jarak menengah, rudal anti kapal, dan torpedo. Yang menjadi masalah adalah PT. PAL belum memiliki kemampuan teknis dalam desain kapal fregat. Juga terdapat kemungkinan terjadinya pembengkakan biaya (cost overrun), karena masa kontrak sudah berlaku sejak 57 bulan setelah kontrak ditekan. Masalah desain dan pembayaran ini akan membuat penyerahan kapal terlambat dan dapat dikenakan denda dan biaya lainnya yang mengakibatkan pembengkakan biaya.

Ilustrasi Fregat Merah Putih dan Fregat PPA Italia yang dipesan oleh Indonesia. Sumber : Navalnews
Ilustrasi Fregat Merah Putih dan Fregat PPA Italia yang dipesan oleh Indonesia. Sumber : Navalnews

Selain akuisi sistem persenjataan, Indonesia sering menyelenggarakan latihan bersama dengan berbagai negara. Sebagai contoh, Indonesia biasanya menggelar latihan bersaama Garuda Shield dengan Amerika Serikat yang dilakukan setiap tahun sejak tahun 2009. Pada tahun 2022, skala latihan militer Garuda Shield menjadi semakin besar. Pasalnya, negara yang mengikuti latihan militer ini meningkat signifikan. Tidak hanya Indonesia dan Amerika Serikat yang akan berpartisipasi langsung dalam latihan ini, tapi juga Singapura, Inggris,Kanada, Jepang, dan Prancis, serta berbagai negara pengamat, diantaranya Belanda, Brasil, Brunei, Malaysia, Filipina, India, Jerman, Kanada, Korea Selatan, Papua Nugini, Selandia Baru, dan Timor Leste. Karena skalanya yang sangat besar, Garuda Shield tahun 2022 ini disebut sebagai Super Garuda Shield 2022, dan sejauh ini latihan militer terbesar yang pernah digelar di Indonesia. Pada September 2023, Indonesia kembali menggelar latihan militer bersama Super Garuda Shield. Dilansir dari VOA Indonesia (2023), sekitar 5.000 personil militer dilibatkan dalam latihan ini.

Momen dalam Latihan Militer Super Garuda Shield 2023. Sumber : Reddit, VOA Indonesia, US Embassy Jakarta
Momen dalam Latihan Militer Super Garuda Shield 2023. Sumber : Reddit, VOA Indonesia, US Embassy Jakarta

Latihan Super Garuda Shield 2023 memiliki banyak momen langka. Terdapat pada foto kanan atas,  Personil Pasukan Bela Diri Jepang berpartisipasi dalam Super  Garuda Shield 2023 di Sumatra. Ini adalah pertama kalinya personil militer Jepang menginjakkan kakinya kembali di pulau Sumatra sejak tahun 1945. Pada foto kanan bawah, dapat dilihat tank M1A1 Abrams Australia berlatih dengan Leopard 2A4 TNI AD. Latihan ini adalah pertama kalinya bagi militer Australia untuk menurunkan tank di luar negerinya sejak Perang Vietnam. Pada tanggal 13-20 Mei 2024, Korps Marinir TNI AL dan Korps Marinir Amerika Serikat (USMC) melakukan latihan Cooperation Afloat Readiness and Training (CARAT) Indonesia 2024 di Bandar Lampung, Provinsi Lampung. Latihan  militer ini berguna bagi Indonesia untuk meningkatkan interoperabilitas atau keterhubungan antara TNI dengan militer dari negara-negara mitra terdekat untuk melaksanakan operasi militer apabila dalam keadaan darurat dan juga ajang persiapan bagi TNI untuk menghadapi skenario terburuk, yaitu terlibat konflik perang dengan negara yang memiliki kekuatan lebih besar daripada Indonesia.

Upacara Pembuka Latihan Militer CARAT 2024 di Lampung. Sumber : US Embassy Jakarta
Upacara Pembuka Latihan Militer CARAT 2024 di Lampung. Sumber : US Embassy Jakarta

Tidak hanya latihan militer bersama, Indonesia juga sudah sering mengirimkan beberapa personil militer ke berbagai negara untuk menambah wawasan dan kapasitas militer negara lain yang dapat bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan personil TNI di masa mendatang. Sebagai contoh, Indonesia sudah mengirimkan beberapa taruna ke luar negeri, seperti Amerika Serikat, Inggris, Australia, dan Jepang. Pengiriman taruna ini sama seperti pertukuran pelajar yang dilakukan oleh mahasiswa pada umumnya. Indonesia juga beberapa kali mengirimkan beberapa perwira tingkat menengah untuk menjalani pendidikan Sekolah Komando (Sesko) ke luar negeri, terutama ke Amerika Serikat. Indonesia sudah mengirimkan perwira menengahnynya ke Amerika Serikat untuk belajar pendidikan komando di US. Army Command and General Staff College, Fort Leavenworh, AS sejak tahun 1960. Pengiriman personil militer ke luar negeri ini memiliki dampak yang baik untuk Indonesia. Kegiatan ini bisa meningkatkan hubungan diplomatik dengan berbagai negara dan juga meningkatkan kapabilitas dan wawasan personil TNI untuk mengetahui bagaimana budaya militer luar negeri dan dapat menyerap atau mengadopsi sistem yang mungkin cocok diterapkan di Indonesia.

Solusi

Beberapa solusi yang dapat dilakukan oleh Indonesia :

  • Untuk meningkatkan efektivitas modernisasi senjata, TNI harus meningkatkan kesederhanaan jenis persenjataan yang dibeli. Dalam beberapa kasus, Indonesia berupaya membeli alutsista dengan banyak tipe. Sebagai contoh, pembelian kapal fregat. Secara total, Indonesia dapat memiliki 2-3 tipe kapal untuk satu jenis. Pembelian seperti ini akan menyulitkan TNI AL untuk mengoperasikan berbagai jenis kapal dalam satu tipe. Proses perawatan akan sulit untuk kapal yang berbeda tipe dan tidak ekonomis untuk jangka panjang. Hal ini dapat mempengaruhi tingkat kesiapan alutsista TNI di masa mendatang. Transfer teknologi dari berbagai jenis desain akan kurang berdampak, karena masing-masing desain memiliki cara pengembangan yang berbeda. Akibatnya, output dari transfer teknologi yang diberikan tidak ada atau kurang memuaskan.
  • Indonesia perlu meningkatkan kerja sama dengan negara ASEAN untuk menyelesaikan sengketa Laut Tiongkok Selatan. Selama ini, masing-masing negara ASEAN yang terdampak oleh sengketa Laut Tiongkok Selatan tidak memiliki kesepakatan bagaimana cara menanggapi persoalan ini. Dengan menyatukan suara dan upaya atau kebijakan yang selaras, maka tekanan diplomatik yang dirasakan Tiongkok pada sengketa Laut Tiongkok Selatan menjadi semakin kuat. Hal ini bisa dilakukan dengan penggelaran latihan militer bersama untuk meningkatkan kohesi antara militer negara-negara ASEAN.
  • Indonesia dapat meningkatkan kerja sama hubungan diplomatik dan pertahanan dengan negara-negara besar dengan memanfaatkan posisi strategis Indonesia yang berpotensi dapat membantu Indonesia menghadapi ancaman konflik Laut Tiongkok Selatan. Hal ini dapat memberikan tekanan bagi Tiongkok dan mendukung kekuatan pertahanan Indonesia yang masih belum mencukupi.
  • Dalam hal pertahanan, Indonesia perlu melanjutkan proses modernisasi dan melengkapi jenis alutsista yang dimiliki untuk meningkatkan kapabilitas dan kesiapan tempur. Dengan alutsista yang tepat dan canggih, Indonesia dapat memiliki kemampuan untuk menggagalkan ancaman dari luar sebelum pihak lawan dapat melakukan penerobosan wilayah teritorial dan melakukan invasi ke wilayah Indonesia. diplomatik yang tidak diimbangi dengan kekuatan militer yang kuat tidak akan hanya memberikan dampak yang kosong. Big stick diplomacy yang dilakukan oleh presiden AS, Theodore Roosevelt, pada awal abad ke-20 memberikan gambaran dari diplomasi yang halus didukung oleh kekuatan militer yang kuat akan memberikan keseganan dari pihak lawan.
  • Indonesia disarankan untuk menyesuaikan doktrin militer continental based defense menjadi maritime based defense. Pembelian alutsista diutamakanyang dapat mendukung operasi militer di laut dan udara Klaim Laut Natuna Utara oleh Tiongkok sudah membuktikan bahwa potensi medan perang yang Indonesia hadapi di masa mendatang adalah mayoritas di laut dan udara. Ketika pertahanan laut dan udara gagal, pulau-pulau Indonesia akan menjadi medan perang berikutnya. Apabila Indonesia masih berpatokan pada pertahanan berbasis daratan, kehilangan wilayah laut teritorial akan merugikan Indonesia dan Indonesia tidak memiliki strategi utama untuk mempertahankan wilayah laut dan udaranya.
  • Meningkatkan kemampuan ekonomi untuk menunjang kebutuhan dalam mempertahankan wilayah Indonesia dan meningkatkan bargaining power.

Daftar Pustaka

Admin TNI AD. (2023, 10 Juni). Tiga Pamen TNI AD Berhasil Lulus Pendidikan Sesko Angkatan Darat Amerika Serikat Dengan Predikat Cum Laude. Diakses pada : 21 Mei 2024, dari https://tniad.mil.id/tiga-pamen-tni-ad-berhasil-lulus-pendidikan-sesko-angkatan-darat-amerika-serikat-dengan-predikat-cum-laude/

Administrator. (2023, 21 Maret). "Monster Laut" Penjaga Keutuhan Maritim RI. Diakses pada : 16 Mei 2024, dari  https://indonesia.go.id/kategori/editorial/6946/monster-laut-penjaga-keutuhan-maritim-ri?lang=1

Agusman, Damos Dumoli. "Sengketa Laut China Selatan: A Legal Brief. Jurnal Hukum dan Perjanjian Internasional Opinio Juris, Volume 20

Ali, A.H. (2022, 28 Desember). Menilik Belanja Pertahanan Via Pinjaman Luar Negeri Tahun Ini. Diakses pada : 25 Mei 2024, dari  https://www.cnbcindonesia.com/opini/20221226110548-14-400071/menilik-belanja-pertahanan-via-pinjaman-luar-negeri-tahun-ini

Ali, A.H. (2023, 13 September). Desain Sebagai Faktor Kritis Program Fregat Arrowhead 140. Diakses pada : 19 Mei 2024, dari https://www.cnbcindonesia.com/opini/20230913060932-14-471933/desain-sebagai-faktor-kritis-program-fregat-arrowhead-140

Admin. (2023, 25 Agustus). Pembangunan Kapal Frigate Merah Putih ke-1 di Surabaya. Diakses pada : 19 Mei 2024, dari https://www.kemhan.go.id/puskod/2023/08/25/pembangunan-kapal-frigate-merah-putih-ke-1-di-surabaya.html

Admin. (2023, 22 Agustus). Menhan Prabowo Perkuat TNI Melalui Pembelian 24 Pesawat Tempur F-15EX Baru Dari AS. Diakses pada : 23 Mei 2024, dari https://www.kemhan.go.id/2023/08/22/menhan-prabowo-perkuat-tni-melalui-pembelian-24-pesawat-tempur-f-15ex-baru-dari-as.html

Asmara, C.G. (2020, 16 Agustus). Deal! Prabowo Gandeng Scytalys Bangun Sistem Pertahanan RI. Diakses pada : 15 Mei 2024, dari https://www.cnbcindonesia.com/news/20200816105529-4-180135/deal-prabowo-gandeng-scytalys-bangun-sistem-pertahanan-ri

Babcock International. (2023). Delivering The Next Generation of Warships. Diakses pada : 22 Mei 2024, dari https://www.babcockinternational.com/what-we-do/product/design-develop-and-manufacture/type-31/

 Blank, J. (2021). Regional Responses to U.S.-China Competition in the Indo-Pacific : Indonesia. Santa Monica : RAND Corporation.

Beauchamp-Mustafaga, N. (2020). Where to Next?: PLA Considerations for Overseas Base Site Selection. China Brief, 20(18), 27-35.

Campbell, C. (2016). South China Sea Arbitration Ruling: What Happened and What's Next?. US-China Economics and Security Review Commision Issue Brief. 1-6

Center for Preventive Action. (2024, 30 April). Territorial Disputes South China Sea. Diakses pada : 12 Mei 2024, dari  https://www.cfr.org/global-conflict-tracker/conflict/territorial-disputes-south-china-sea

Chang, F.K. (2021, 29 Desember). Southeast Asian Naval Modernization and Hedging Strategies. Diakses pada : 19 Mei 2024, dari https://theasanforum.org/southeast-asian-naval-modernization-and-hedging-strategies/

CNN Indonesia. (2020, 3 November). AS Sebut Indonesia Belum Bisa Miliki Jet Tempur F-35. Diakses pada : 18 Mei 2024, dari https://www.cnnindonesia.com/internasional/20201102211205-106-565110/as-sebut-indonesia-belum-bisa-miliki-jet-tempur-f-35

Defense Security Cooperation Agency. (2022, 10 Februari). Indonesia F-15ID Aircraft. Diakses pada : 23 Mei 2024, dari  : https://www.dsca.mil/press-media/major-arms-sales/indonesia-f-15id-aircraft

Frank, J. (2023,18 September). The Plundering of the South China Sea. Diakses pada : 9 Mei 2024, dari https://www.thenation.com/article/environment/south-china-sea-mining/

Foyer, A. (2023, 10 November). Explained: The South China Sea. Diakses pada : 9 Mei 2024, dari https://energyminute.ca/infographics/explained-the-south-china-sea/#:~:text=Many%20countries%2C%20including%20China%2C%20the,resources%2C%20and%20other%20essential%20trade

Green, dkk (2017, 12 Juni). Counter-Coercion Series: China-Vietnam Oil Rig Standoff. Diakses pada : 8 Mei 2024, dari https://amti.csis.org/counter-co-oil-rig-standoff/

Guild, J. (2023, 7 September). Can Indonesia Afford Its Big Military Modernization Plans?. Diakses pada : 15 Mei 2024, dari  https://thediplomat.com/2023/09/can-indonesia-afford-its-big-military-modernization-plans/

Head, J. (2024, 1 Mei). Close Enough to See Their Faces: Chased Down by China in South China Sea. Diakses pada : 8 Mei 2024, dari https://www.bbc.com/news/articles/c51n21zr941o

Humas. (2016, 6 Oktober). Tiba di Natuna, Presiden Jokowi Saksikan Latihan Tempur Angkasa Yudha 2016. Diakses pada : 13 Mei 2024, dari  https://setkab.go.id/tiba-di-natuna-presiden-jokowi-saksikan-latihan-tempur-angkasa-yudha-2016/

Indonesiadefense.com. (2023, 28 Januari). Seacat, Rudal Hanud Pertama yang Dioperasikan TNI AL. Diakses pada : 16 Mei 2024, dari https://indonesiadefense.com/seacat-rudal-hanud-pertama-yang-dioperasikan-tni-al/

Indonesiadefense.com. (2024, 8 Mei). KRI John Lie dan Jet F-16 Latihan Perang Anti-Udara di Natuna Utara. Diakses pada : 15 Mei 2024, dari  https://indonesiadefense.com/kri-john-lie-dan-jet-f-16-latihan-perang-anti-udara-di-natuna-utara/

Indomiliter. (2020, 25 Januari).Media Ukraina: Indonesia Telah Sepakati Pengadaan Rudal Anti Kapal RK-360MC Neptune, Inilah Profilnya. Diakses pada : 18 Mei 2024, dari  https://www.indomiliter.com/media-ukraina-indonesia-telah-sepakati-pengadaan-rudal-anti-kapal-rk-360mc-neptune-inilah-profilnya/

Journalist IBP. (2024, 16 Januari). Study Reveals Aging Weapons Systems in Indonesia's Military. Diakses pada : 14 Mei 2024, dari https://indonesiabusinesspost.com/insider/study-reveals-aging-weapons-systems-in-indonesias-military/

Kadidal, F. (2023, 24 Januari). Indonesia considering acquisition of AASM-Hammer for Rafale. Diakses pada : 22 Mei 2024, dari  https://www.janes.com/defence-news/news-detail/indonesia-considering-acquisition-of-aasm-hammer-for-rafale

Lagrone, S. (2015, 27 Oktober). U.S. South China Sea Freedom of Navigation Missions Included Passage Near Vietnamese, Philippine Claims. Diakses pada : 12 Mei 2024, dari https://news.usni.org/2015/10/27/u-s-south-china-sea-freedom-of-navigation-missions-included-passage-near-vietnamese-philippine-claims

Laksmi, L.G., dkk. (2022). Peran Indonesia Dalam Penyelesaian Sengketa Internasional di Laut Cina Selatan. e-Journal Komunikasi Yustisia Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi Ilmu Hukum, 5(2), 225-236.

Lee, V.R. (2015, 16 Mei). China's New Military Installations in the Disputed Spratly Islands: Satellite Image Update.  Diakses pada : 17 Mei 2024, dari  https://medium.com/satellite-image-analysis/china-s-new-military-installations-in-the-spratly-islands-satellite-image-update-1169bacc07f9

Maas, R.W. (2021). Salami Tactics: Faits Accomplis and International Expansion in the Shadow of Major War. Texas National Security Review, 5(1), 33-54.

Mawangi, G. T. (2024, 27 April). Tiga Kapal Perang TNI AL Latihan Siaga Tempur Saat Jaga Natuna Utara. Diakses pada : 12 Mei 2024, dari https://www.antaranews.com/berita/4078395/tiga-kapal-perang-tni-al-latihan-siaga-tempur-saat-jaga-natuna-utara

Permanent Court of Arbitration. (2016). The South China Sea Arbitration (The Republic of Philippines v. The People's Republic of China). Diakses pada : 10 Mei 2024, dari https://pca-cpa.org/en/cases/7/

Peruzzi, L. (2024, 5 April). New Details On Fincantieri's 'PPA Frigates' Programme For Indonesia. Diakses pada :  23 Mei 2024, dari  https://www.navalnews.com/naval-news/2024/04/new-details-on-fincantieris-ppa-frigates-programme-for-indonesia/

Reuters. (2024, 13 April). US, Japan, Philippines Trilateral Deal to Change Dynamic in South China Sea, Marcos Says. Diakses pada : 10 Mei 2024, dari https://www.reuters.com/world/asia-pacific/us-japan-philippines-trilateral-deal-change-dynamic-south-china-sea-marcos-says-2024-04-13/

Sawiyya, R.B. (2022, 10 Februari). PTDI dan Dassault kerja sama program offset dan ToT jet tempur Rafale. Diakses pada : 24 Mei 2024, dari  https://www.airspace-review.com/2022/02/10/ptdi-dan-dassault-kerja-sama-program-offset-dan-tot-jet-tempur-rafale/

Sorongan, T.P. (2022, 7 Januari). Gak Jauh dari Natuna, Ini Markas Bomber Nuklir China di LCS. Diakses pada : 17 Mei 2024, dari  https://www.cnbcindonesia.com/news/20220107143351-4-305520/gak-jauh-dari-natuna-ini-markas-bomber-nuklir-china-di-lcs

Tajima, N. (2024, 31 Maret). Japan to join U.S.-Philippine joint exercise in South China Sea. Diakses pada : 8 Mei 2024, dari https://www.asahi.com/ajw/articles/15215558

Tim detikcom. (2022, 18 September). Bagaimana Akar Masalah dan Solusi Konflik Laut Natuna Utara?. Diakses pada : 11 Mei 2024, dari  https://news.detik.com/berita/d-6294599/bagaimana-akar-masalah-dan-solusi-konflik-laut-natuna-utara

Timur, F.B. & Komala, J. (2022, 4 Mei). Indonesia's Defence Shopping Spree. Diakses pada : 10 Mei 2024, dari  https://eastasiaforum.org/2022/05/04/indonesias-defence-shopping-spree/

US Embassy Jakarta. (2023, 1 September). Pimpinan Militer Senior AS dan Indonesia Resmi Buka Latihan Militer Super Garuda Shield 2023. Diakses pada : 22 Mei 2024, dari https://id.usembassy.gov/id/pimpinan-militer-senior-as-dan-indonesia-resmi-buka-latihan-militer-super-garuda-shield-2023/

US Embassy Jakarta. (2024, 15 Mei). Amerika Serikat dan Indonesia Gelar Latihan Maritim CARAT Indonesia 2024. Diakses pada : 22 Mei 2024, dari https://id.usembassy.gov/id/amerika-serikat-dan-indonesia-gelar-latihan-maritim-carat-indonesia-2024/

Wood, P. (2016). Snapshot: China's Southern Theater Command. China Brief, 16(12), 1-14.  

Statista. (2024). Military expenditure in Ukraine from 2000 to 2023. Diakses pada : 20 Mei 2024, dari https://www.statista.com/statistics/1293277/ukraine-military-spending/

SIPRI. (2024, 22 April). Global Military Spending Surges Amid War, Rising Tensions and Insecurity. Diakses pada : 20 Mei 2024, dari https://www.sipri.org/media/press-release/2024/global-military-spending-surges-amid-war-rising-tensions-and-insecurity

Wardah, F. (2020, 13 Januari). Kasus Natuna Utara Butuh Diplomasi dan Peningkatan Pertahanan. Diakses pada : 13 Mei 2024, dari  https://www.voaindonesia.com/a/kasus-natuna-utara-butuh-diplomasi-dan-peningkatan-pertahanan/5243070.html

Zhang, A. (2023, 24 Oktober). Why does China claim almost the entire South China Sea?. Diakses pada : 8 Mei 2024, dari  https://www.aljazeera.com/news/2023/10/24/why-does-china-claim-almost-the-entire-south-china-sea

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun