Mohon tunggu...
The Urbanist
The Urbanist Mohon Tunggu... -

City planner

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Cekungan, Krisis dan Ancaman Air Tanah

19 Juni 2011   11:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:22 1985
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

LATAR BELAKANG

Lingkungan hidup merupakan lingkungan dimana manusia tinggal dan menjaga kelangsungan hidupnya. Antara manusia dengan lingkungan hidupnya selalu terjadi interaksi timbal balik. Manusia mempengaruhi lingkungan hidupnya dan manusia dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya. Lingkungan tempat manusia hidup mempunyai dua peran besar, yakni lingkungan sebagai tempat tinggal (space for living), dan lingkungan sebagai tempat mencari makan serta kebutuhan lainnya (resources for living). Apabila keadaan lingkungan sebagai tempat tinggal tidak baik kualitasnya, maka akan mengakibatkan gangguan. Demikian pula apabila lingkungan tersebut tidak mampu memberikan kecukupan kebutuhan hidup manusia, maka manusia yang bersangkutan juga akan terganggu karena kebutuhannya tidak terpenuhi. Keadaan gangguan itu akan semakin berat apabila yang kurang adalah kebutuhan hidup hayatinya. Lingkungan hidup menyediakan sumberdaya pada manusia berupa air, tumbuhan dan hewan untuk bahan pangan, pakaian, obat-obatan, bahan bangunan, peneduh, dan kebutuhan hidup lainnya. Lingkungan hidup juga memberikan ancaman bagi manusia, misalnya hewan karnivora besar, hewan dan tumbuhan berbisa, patogen serta banjir dan kekeringan. Sudah menjadi konskuensi dari peradaban manusia bila lingkungan tercemar. Padahal, bila tidak memedulikan lingkungan, manusia sendiri yang akan menuai akibatnya. Selain pencemaran udara, pencemaran air tanah kini menjadi ancaman lain buat kelangsungan hidup manusia.

Air tanah adalah salah satu sumber daya lingkungan berupa air yang keberadaannya terbatas dan kerusakannya dapat mengakibatkan dampak yang luas serta pemulihannya sulit dilakukan dan karena kecerobohan manusia dewasa ini kualitasnya terus menurun. Selain air sungai dan air hujan, air tanah juga mempunyai peranan yang sangat penting terutama dalam menjaga keseimbangan dan ketersediaan bahan baku air untuk kepentingan rumah tangga (domestik) maupun untuk kepentingan industri. Air tanah terdapat dalam lapisan tanah atau bebatuan di bawah permukaan tanah. Status air didalam tanah selalu berubah. Air didalam tanah dapat bertambah karena adanya pengairan, hujan, pengembunan dan lain sebagainya. Sebaliknya air didalam tanah juga dapat berkurang karena penguapan, transpirasi dan pengatusan. Hal tersebut merupakan siklus alami dari air tanah, namun eksplorasi air tanah yang terjadi belakangan ini justru berakibat pada rusaknya siklus alami tersebut.

RUMUSAN ISSUE DAN PERSOALAN LINGKUNGAN
Cekungan, Krisis dan Ancaman Air Tanah

Cekungan Bandung saat ini adalah cekungan air tanah yang tingkat kerusakannya paling parah di republik ini. Konflik pemanfaatan air tanah di wilayah ini dimulai sejak pemerintah menerapkan kebijakan open investment pada dekade 1970-an, di mana industri, terutama tekstil, menyerbu Cekungan Bandung. Untuk memenuhi kebutuhan pasokan air, dibukalah keran pemanfaatan air tanah dengan catatan: selama air permukaan belum mencukupi. Ternyata pengeboran air tanah memberikan hasil yang sangat memuaskan. Banyak sumur bor yang airnya memancar ke atas. Kondisi ini menyebabkan banyak pihak terlena dan tidak mengantisipasi dampak eksploitasi air tanah secara berlebihan ini jauh ke depan. Saat ini banyak sumur bor yang kedalamannya lebih dari 100 meter itu sudah kering sama sekali. Pengukuran di beberapa tempat menunjukkan, penurunan muka air tanah rata-rata sejak tahun 1970 sampai tahun 2005 antara 66-69 meter. Hal ini tidak hanya terjadi di Bandung saja, namun juga dibanyak wilayah di negeri ini. Akibat ikutan dari penurunan muka air tanah tersebut adalah amblesan tanah (land subsidence) yang diakibatkan pemampatan pori-pori batuan yang kosong karena hilangnya massa air tanah. Disinyalir, semakin luasnya dataran banjir di Cekungan Bandung antara lain diakibatkan amblesan tanah ini.

Saat ini mungkin kasus cekungan terparah terjadi di kota Bandung, namun bukan tidak mungkin kasus ini akan menjadi ancaman diwilayah-wilayah lain yang mengeksploitasi air tanahnya secara berlebihan. Seperti yang dapat kita temui diwilayah-wilayah kota besar seperti Jakarta, yaitu timbulnya kerusakan-kerusakan berupa amblesan tanah. Permukaan air tanah dalam di kawasan Kuningan turun dua sampai lima meter akibat penyedotan yang berlebihan oleh aktivitas komersial, hotel, apartemen, dan perkantoran. Penyedotan berlebihan menyebabkan banyak sumur penduduk mulai kering dan permukaan tanah turun perlahan. Menurut Kepala Dinas Pertambangan DKI Jakarta, Peni Susanti, Rabu (5/9) di Jakarta Pusat, penyedotan air tanah dalam secara berlebihan terjadi karena PAM hanya mampu mencukupi 50 persen kebutuhan air Jakarta. Padahal, berbagai aktivitas di Kuningan dan Sudirman membutuhkan air bersih dalam jumlah sangat besar.Penyedotan air semakin berlebihan saat pasokan air dari PAM tidak mencukupi laju pertambahan aktivitas komersial. Penyedotan berlebihan tidak hanya dilakukan pada sumur dalam tetapi juga sumur dangkal. Akibatnya, banyak sumur warga yang mulai kering karena sumber airnya disedot oleh pengelola gedung-gedung bertingkat. Padahal dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, terdapat satu pasal yang penting dipahami bersama, baik oleh masyarakat, pengusaha, maupun aparat pemerintahan. Pasal itu adalah Pasal 5: “Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif”. Karena sumber daya air yang tersedia saat ini, baik air permukaan maupun air tanah, semakin terbatas, acuan kepada pasal tersebut menjadi penting dan perlu dibuat skala prioritas. Artinya, kepentingan terhadap air minum dan rumah tangga lebih diprioritaskan daripada kepentingan komersial, baik industri maupun jasa. Air minum yang dimaksud adalah yang dikelola PDAM dan rumah tangga perseorangan, bukan apartemen atau hotel. Di kawasan Karet Sawah, beberapa sumur juga mengalami pengeringan sejak beberapa apartemen didirikan di kawasan itu. Akibatnya, masyarakat juga harus mengeluarkan uang lebih untuk membayar air PAM. Wakil Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo mengatakan, pemprov sedang mengintensifkan pengawasan pengeboran air tanah dalam. Pengeboran berlebihan sudah masuk ke tahap mengkhawatirkan dan menyebabkan penurunan permukaan tanah.

Krisis air tanah, khususnya di Ibu Kota, sudah terjadi. Cadangan air tanah di kota yang dihuni hampir 12 juta penduduk ini konon hanya cukup untuk keperluan sembilan tahun ke depan. Sementara seringkali pelayanan air bersih dari perusahaan air minum belum maksimal. Survei Bank Dunia yang berlabel Livable Cities for the 21st Century menunjukkan, untuk mendapatkan air bersih, penduduk miskin bahkan harus membayar 20 kali lebih mahal dibanding penduduk kaya. Ketidakmampuan PDAM itu terus memicu warga terutama di Jakarta untuk tetap mengusahakan air tanah. Belakangan sejumlah perusahaan besar yang sangat membutuhkan air dalam jumlah besar juga menyedot air tanah. Mereka sebagian pemilik hotel serta gedung yang berada di sepanjang Jalan MH Thamrin dan Jalan Jenderal Sudirman. Pengambilan air tanah secara besar-besaran tersebut jelas berdampak pada kekosongan air di dalam tanah. Akibatnya, air laut merembes masuk dan mengisi kekosongan air tanah tersebut hingga jauh ke dalam. Dan memang, rembesan air asin dari Teluk Jakarta kini telah menjangkau Monas. Hasil penelitian Direktorat Geologi dan Tata Lingkungan menyebutkan, intrusi air laut kini hampir merata di seluruh wilayah Jakarta. Wilayah dalam radius 10-15 kilometer di Ibu Kota pada umumnya telah dilanda intrusi air laut. Padahal, 20 tahun lalu luas daratan yang terkena intrusi air laut baru sekitar dua kilometer dari garis pantai, khususnya di daerah Kota.

Akibat ulah manusia, terutama gencarnya pemompaan air tanah, telah terjadi perubahan drastis terhadap kondisi air tanah. Kini muka air tanah makin dalam di bawah muka air tanah dangkal. Ini menyebabkan terjadinya imbuhan air tanah dangkal ke dalam sistem akuifer air tanah dalam, lewat bocoran ke bawah. Wajar pula jika sistem cekungan air tanah dalam di Jakarta menjadi daerah imbuhan air tanah dangkal.

Secara alami jumlah air hujan itu dari dulu hingga saat ini sama saja. Masalahnya, dulu air hujan yang jatuh ke bumi di wilayah ini meresap (infiltrasi) ke dalam tanah hingga 85%. Tapi sekarang persentase itu sudah terbalik. Meskipun belum didapatkan data persis persentase itu sekarang, dapat diduga air hujan yang meresap ke dalam tanah justru tinggal 15%, atau malah lebih kecil. Ini bisa dilihat dari indikasi bahwa hujan sedikit saja air sudah membanjiri Jakarta dan jika kemarau datang krisis air langsung terjadi.

Jadi, krisis air, termasuk di Ibu Kota, sebenarnya persoalan rendahnya daya infiltrasi tanah terhadap air hujan akibat gundulnya permukaan tanah dan minimnya permukaan tanah terbuka hijau karena habis dibangun untuk rumah dan gedung-gedung

Sketsa tersebut mengantarkan kita pada pemahaman betapa kritisnya air tanah (air bersih) yang disediakan alam. Bukan saja tanah sudah tidak banyak memiliki air, air yang tersisa pun sudah tercemar, baik oleh air laut maupun oleh racun yang berasal dari sungai Jakarta yang amat kotor. Krisis air ini diperparah oleh rusaknya lingkungan, terutama akibat permukaan tanah yang makin tidak memungkinkan terinfiltrasinya air hujan yang turun ketika musimnya tiba. Padahal, musim hujan adalah waktu yang tepat untuk mengatasi krisis tersebut.

Semua hal diatas terjadi ketika, terjadi kelangkaan terhadap air permukaaan. Padahal, sejak 1995 Direktorat Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral telah melakukan kegiatan penyediaaan air bersih di daerah sulit air dan daerah tertinggal dengan cara pengeboran air tanah dengan mengadakan program pembuatan sumur artesis.

Proyek yang dikawal Dinas Pekerjaan Umum itu diberikan kepada warga di wilayah yang kesulitan mendapatkan air bersih. Program itu efektif. Dalam hitungan waktu yang relatif pendek, masyarakat senang karena mendapat air bersih. Tetapi, apakah sudah dipikirkan dampak jangka panjangnya? Program tersebut sebenarnya termasuk dalam kegiatan pengurasan potensi air tanah yang ada di wilayah itu.Mestinya, ketika Pemerintah memberikan bantuan sumur artesis, harus sekaligus dalam satu paket pembuatan sumur resapan atau biopori, agar terjadi proses konservasi sumberdaya air. Air tanah diambil untuk kebutuhan domestik, tetapi sekaligus menyiapkan instrumen untuk menjaga kelestarian air tanah di wilayah proyek.

Pemerintah DKI malah sudah membuat perda sejak 1992 mengenai anjuran membuat sumur resapan bagi setiap bangunan yang didirikan, yaitu SK Gubernur DKI Jakarta No 17 Tahun 1992. Dan pada tahun 2001 diperbaharui dengan SK Gubernur DKI Jakarta No 115 Tahun 2001 dengan lebih menekankan lagi pentingnya membuat sumur resapan bagi setiap pembangunan yang dilakukan dan rumah-rumah atau bangunan lain yang belum memiliki sumur resapan. Namun, anjuran itu tak banyak dipatuhi. Tak salah bila kemudian disebutkan bahwa peraturan itu tinggal peraturan. Apalagi, di dalam perda itu, khususnya di Jakarta, hanya sekadar mewajibkan, tak ada pasal sanksi bagi yang tidak mematuhi. Akibatnya, jumlah sumur resapan dari tahun ke tahun tak pernah mencukupi, bahkan jumlahnya sangat tidak signifikan. Krisis air, mungkin juga "banjir tiba-tiba", akan makin parah. Dan bisa jadi tak sampai sembilan tahun, sebagaimana diramalkan, stok air Jakarta akan habis.

Tak hanya masalah-masalah diatas, air tanah ternyata juga memiliki ancaman, yaitu ketika air tanah tersebut mulai terkintaminasi oleh zat-zat kimia atau bakteri berbahaya. Padahal, kita semua tahu bahwa kondisi air tanah dangkal terkadang sudah amat tercemar berbagai zat kimia berbahaya seperti timbal, seng, amoniak, dan kloroform. Maka, selain intrusi air laut, air tanah dalam juga terancam pencemaran lewat pencemaran tersebut. Dan lagi, rendahnya pengetahuan dan kemauan masyarakat untuk menjaga air tanah, menyebabkan kualitasnya semakin buruk. Air tanah juga banyak tercemar limbah rumah tangga dan bakteri E-Coli (Eschercia Coli). Bakteri E-Coli sering dijadikan indikator dari tercemarnya air tanah dalam satu wilayah. Bakteri ini biasanya keluar bersama tinja. Jika masuk saluran pencernaan melalui makanan atau minuman, bisa menimbulkan gangguan kesehatan (tifus, kolera, hepatitis, diare). Bila tidak ada tindakan nyata, bukan tidak mungkin kalau air tanah di komunitas kita seluruhnya tidak layak pakai. Sebenarnya, pencemaran air tanah sendiri bisa dilihat dari kondisi sungai-sungai yang mengalir. Hampir seluruhnya tidak lagi bersih dan kemungkinan besar sudah tercemar limbah rumah tangga dan industri. Di sini sebenarnya sudah bisa diindikasi kalau sungai-sungai sudah tercemar limbah. Begitu juga dengan air tanah di sekitarnya.

Masih ingat kasus Munir, tokoh pembela HAM yang harus mati diracun arsenik? Arsenik adalah zat yang sangat beracun, yang tidak berbau dan tidak berasa; sehingga sangat berbahaya bila dikonsumsi oleh manusia, terutama bila tercampur pada air minum. Tetapi bagaimana bila arsenik kemudian beredar bebas di alam? Studi terkini dalam Journal Nature Geoscience menunjukkan bahwa, ancaman arsenik telah mengkontaminasi beberapa wilayah di Asia Tenggara. Dari studi di delta Irrawady di myanmar dan pulau Sumatra, Indonesia, ditemukan bahwa air bawah tanah di daerah tersebut telah terkontaminasi oleh arsenik. Studi geologi menggunakan fitur-fitur geologi dan unsur kimiawi tanah, peneliti telah memetakan beberapa titik panas yang didugan menjadi daerah resiko arsenik. Dari analisis diperkirakan ada sekitar satu juta hektar pantai timur Sumatra berisiko tercemar arsenik. Daerah yang kaya akan sedimen organik yang mengandung pasir halus sedimentasi (silt) dan tanah liat mempunyai kecenderungan untuk mudah terkontaminasi oleh arsenik. Karena merupakan sedimentasi muda yang mungkin sekali melepaskan arsenik dari dalam material sedimentasinya.

IDE / PENDAPAT (UNTUK MENANGANI ISSUE / MASALAH)
Hujan sedemikian banyak melimpah di sekitar kita, lautan nan terbentang, namun, kenyataan mungkin hanya segelintir manusia saja yang sadar memanfaatkannya.

Kawasan-kawasan resapan air dari tahun ke tahun makin berkurang. Hutan dibabat atas nama ekonomi. Daerah-daerah terbuka jadi pemukiman dan gedung-gedung atas nama (kemajuan) pembangunan, dsb. Pengelola negarapun sama. sepertinya persoalan air bukan masalah krusial.

Apa yang dapat dilakukan masyarakat, baik perorangan maupun perusahaan, dalam membantu mengatasi masalah ini? Cara-cara yang mudah, murah, dan dapat diterapkan secara umum, di antaranya konsep 5R, yaitu:

1. Reduce (menghemat). Pada musim kemarau sangatlah mudah mengajak masyarakat untuk berhemat air. Namun, biasanya pada musim hujan orang mudah lupa.

2. Lebih lanjut konsep reuse (menggunakan kembali), seperti air bekas cucian dapat dipergunakan untuk mencuci motor atau mobil. Air bekas wudhu dapat digunakan untuk menyiram tanaman. Menggunakan shower untuk mandi, dan tidak membiarkan keran air terbuka, serta masih banyak lagi. Untuk perusahaan, lebih banyak lagi yang dapat dilakukan, misalnya sebuah perusahaan dapat menghemat ribuan meter kubik air per bulan hanya dari mendaur ulang air bekas wudu karyawannya.

3. Konsep recycle adalah mengolah air limbah menjadi air bersih dengan menggunakan metode kimiawi sehingga layak digunakan lagi. Hal ini dapat diupayakan dengan mengoptimalkan penggunaan IPAL sehingga air bersih yang diolah dari air limbah tidak terbuang percuma ke badan-badan air melainkan dapat dimanfaatkan kembali.

4. Sementara konsep recharge atau mengisi kembali adalah konsep memasukkan air hujan ke dalam tanah dan ini dapat dilakukan dengan cara membuat sumur resapan. Selain membuat sumur resapan, cara sederhana untuk meresapkan air, yang dapat dilakukan bahkan di permukiman padat sekalipun adalah dengan membuat lubang sedalam minimal 1 meter, kemudian dipenuhi batu atau kerikil dan mengalirkan air hujan langsung ke dalamnya. Prinsipnya adalah meresapkan air hujan ke dalam tanah secara langsung sehingga tidak melimpas ke gorong-gorong yang akhirnya menggenangi jalan dan membuat banjir. Dan hal ini juga dapat didukung dari adanya perencanaan suatu wilayah dengan baik, yang mana dengan tidak menutup seluruh kawasan menggunakan aspal, paving, semen dan sejenisnya, hingga air hujan yang turun dapat langsung meresap kedalam tanah. Pada gilirannya, air hujan yang meresap ini akan mengisi sumur-sumur dangkal penduduk. Resapan air tanah dalam terkadang memang membutuhkan teknologi khusus. Pada saat ini tengah dikaji secara intensif upaya-upaya pengisian kembali akuifer dalam secara artifisial oleh beberapa institusi.

5. Sedangkan konsep recovery yakni memfungsikan kembali tampungan-tampungan air dengan cara melestarikan keberadaan situ serta danau.

6. Tak hanya itu, upaya penyelesaian lainnya dengan menanam pohon keras. Rasanya tidak perlu lagi diulas di sini betapa pentingnya fungsi tanaman keras bagi peresapan air, menjaga kelembaban udara, pemasok oksigen, ataupun pemberi keteduhan. Dengan menanam pohon keras di lahan terbatas sekalipun berarti kita turut menabung air untuk hari ini dan hari esok.

7. Tidak membuang sampah atau limbah ke perairan umum. Menjaga kualitas air permukaan sangat penting bagi pasokan air baku yang mencukupi. Kualitas dan kuantitas air permukaan yang mencukupi akan menjamin pasokan air baku untuk PDAM sehingga tersedia air yang cukup untuk memenuhi kebutuhan, bahkan pada saat kemarau sekalipun. Pemerintah sendiri, meski terlambat, melalui Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) seharusnya tidak akan memberikan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) bagi pengembang yang menolak menerapkan Instalansi Pengolahan Air Limbah (IPAL) komunal di kawasan perumahan yang dibangun. Dengan begitu, setiap perumahan yang akan dibangun harus memiliki IPAL, dan akan lebih baik lagi apabila ternyata perumahan yang belum atau tidak memanfaatkan fasilitas air dari PDAM untuk melakukan uji kelayakan terhadap air yang akan digunakan sehingga apabila ternyata air tersebut tercemar berbagai zat kimia berbahaya seperti timbal, seng, amoniak, dan kloroform atai memiliki kandungan zat besi yang tinggi akan dapat diketahui lebih awal sebagai upaya pencegahan terhadap penyakit yang dapat ditimbulkan.

8. Pengambilan air tanah sebenarnya tetap bisa dilakukan namun perlu diteliti berapa jumlah yang aman untuk diambil. Hal ini disebabkan karena pengisian kembali air tanah memerlukan waktu yang sangat lama, apabila diambil lebih dari laju pengisian. Kalau aliran air di sungai bisa cukup cepat (dalam kisaran sampai dengan 1 m/detik), maka aliran air tanah berjalan sangat lambat misal 1 cm/hari, atau bahkan lebih lambat. Sebisa mungkin air tanah, terutama air tanah dalam, dimanfaatkan jika keadaan sudah demikian parah, dan hanya untuk kepentingan yang primer saja. Kalaupun dipilih untuk mengambil air tanah, pemakaian secara kolektif dan terjadwal akan sangat membantu dalam penghematan air. Karena bisa menekan jumlah air yang hilang karena kebocoran jaringan.

9. Diharapkan kepada pihak yang berwenang untuk memfasilitasi studi terhadap pemetaan geologi permukaan yang mengidentifikasi pada air tanah yang dangkal untuk mengetahui seberapa dalam arsenik dalam air tanah dan mempersiapkan sumur-sumur atau fasilitas air yang harus memperhatikan resiko tinggi terkontaminasi arsenik di wilayah pantai timur Sumatra.

KESIMPULAN

Kerusakan sumber daya air tidak dapat dipisahkan dari kerusakan di sekitarnya seperti kerusakan lahan, vegetasi dan tekanan penduduk. Ketiga hal tersebut saling berkaitan dalam mempengaruhi ketersediaan sumber air. Kondisi tersebut diatas tentu saja perlu dicermati secara dini, agar tidak menimbulkan kerusakan air tanah di kawasan sekitarnya. Dapat disimpulkan bahwasanya beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya permasalahan adalah:

• Pertumbuhan industri yang pesat di suatu kawasan disertai dengan pertumbuhan pemukiman akan menimbulkan kecenderungan kenaikan permintaan air tanah.

• Pemakaian air beragam sehingga berbeda dalam kepentingan, maksud serta cara memperoleh sumber air.

• Perlu perubahan sikap sebagian besar masyarakat yang cenderung boros dalam pengggunaan air serta melalaikan unsur konservasi.

Sedangkan upaya penyelesaiannya yaitu dengan mengoptimalkan program 5R yang diharapkan bisa menyentuh seluruh lapisan masyarakat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

LESSON LEARNED

Kalau pemerintah bisa mengatasi permasalahan-permasalahan diatas dengan peraturannya, maka masyarakat bisa pula berpartisipasi dengan kesadarannya. Kesadaran untuk bersama-sama mengatasi krisis air. Namun, langkah-langkah tersebut perlu dukungan dan konsistensi dari masyarakat dan tentunya pemerintah sendiri. Apalagi mengingat kondisi air tanah sudah sangat mengkhawatirkan. Bila tidak ditanggulangi dengan cepat, masalah air tanah ini bisa menjadi bom waktu yang bisa menyengsarakan banyak orang. Sekali lagi, upaya bersama seluruh masyarakat dalam mengatasi ketersediaan air ini sangat penting. Kesadaran semua pihak akan kondisi sumber daya air serta upaya-upaya yang terfokus, baik secara bersama-sama maupun perseorangan, diharapkan dapat menjamin tersedianya sumber air yang cukup untuk masyarakat ataupun untuk berbagai keperluan lainnya.

Sebisa mungkin manfaatkan setiap tetes air, jangan sampai terbuang percuma. Marilah kita cintai air demi air itu sendiri, demi kehidupan....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun