"Nggak bang, tenang aja." Gadis tersenyum dipaksakan. "Ya udah, Gadis mau tidur dulu, besok kan harus kerja."
Cakil tidak berkomentar lagi. Dan Gadis pun langsung beranjak pergi.
Begitu sudah sampai di kamar, Gadis langsung merebahkan dirinya dan menatap langit-langit. Ia berharap besok bisa kasbon demi menyenangkan kakaknya yang kerjanya hanya memalak orang dan mabuk-mabukan. Sejujurnya, semenjak kedua orangtuanya meninggal, Gadis tidak tahan tinggal bersama kakaknya yang kasar dan suka merampas uang miliknya. Meski dapat uang hasil palakan, Cakil tidak pernah memberikannya pada Gadis.Â
Uang itu selalu dipakai Cakil untuk mabuk-mabukan, bahkan main perempuan. Sudah banyak perempuan yang ia ajak tidur di rumahnya. RT atau RW setempat yang takut dengan Cakil yang kejam selalu menasehati Gadis agar menegur kakaknya itu.Â
Tapi, yang Gadis dapat selalu perlakuan kasar dari kakaknya ketika Gadis menasehatinya baik-baik. Gadis selalu berharap agar suatu saat kakaknya bisa berubah. Ia ingin sekali mempunyai kakak yang bisa menghargainya meski hanya sedikit.Â
Di tempat kerjanya, Gadis tidak bisa menemukan sosok yang bisa menghargainya. Laki-laki disana hanya tertarik pada kecantikan Gadis dan ingin menikahi Gadis hanya karena parasnya. Padahal, menikah itu butuh tanggung jawab yang besar. Gadis berharap suatu hari nanti, ada laki-laki yang tidak hanya melihat parasnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H