Mohon tunggu...
Theresia sri rahayu
Theresia sri rahayu Mohon Tunggu... Guru - Bukan Guru Biasa

Menulis, menulis, dan menulislah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Berubah Menjadi Guru Anti Mainstream

30 Maret 2017   17:33 Diperbarui: 7 April 2017   04:30 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sehingga rasional menjadi salah satu aspek pengembangan kurikulum. Seorang guru rasional, mampu menempatkan dirinya sebagai seorang fasilitator yang baik dalam suatu kegiatan pembelajaran. Demikian juga berlaku bila dalam pembelajaran yang didesain menggunakan problem based learning. Guru akan mendorong siswa, agar mampu memberikan tanggapan – tanggapan disertai argumen yang tepat. Guru yang rasional juga akan memapu merancang instrumen penilaian yang efektif karena didasari dengan indikator – indikator pencapaian hasil belajar yang tersusun secara baik, berdasarkan akal sehat serta pertimbangan – pertimbangan logis. 


Unggul. Dengan adanya upaya – upaya peningkatan kompetensi guru, maka diharapkan guru akan menjadi lebih unggul. Baik di tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Guru dengan karakter unggul, akan mampu bertahan dalam segala situasi dan kondisi yang dihadapinya, entah sebagai seorang pribadi maaupun sebagai entitas sekolah. Guru yang unggul, sabar dan berjiwa tahan malang. Dalam segala keterbatasan yang ada, seorang guru yang unggul akan tetap berkarya dengan luar biasa.

 Ibarat pepatah, mutiara di dalam lumpur tetaplah mutiara. Ia akan tetap berkilau dan tidak sedikitpun berkurang kadarnya. Guru yang berada pada sekolah yang minim sarana dan prasarana, tetap dapat menyelenggarakan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAIKEM). Karena ia selalu menggunakan metode yang bervariasi dan secara kreatif menghadirkan sarana prasarana penunjang pembelajaran yang diperlukan, dengan bahan yang tersedia di sekitarnya. 


Bertanya. Keterampilan bertanya yang baik, harus dimiliki oleh guru. Sehingga jenis pertanyaan yang diberikan pada siswa, dapat menuntut jawaban yang kreatif. Hindari menggunakan kalimat tanya yang menuntut jawaban terbatas seperti ya/tidak. Tetapi mulailah dengan mengembangkan jenis pertanyaan terbuka. Jenis pertanyaan seperti ini disebut HOTS (High Order Thinking Skill.

 Contoh pertanyaan HOTS : Mengapa Indonesia perlu mengajarkan pendidikan karakter sejak dini ? Bagaimana pendapatmu tentang peristiwa bencana alam banjir yang terjadi di Jakarta beberapa waktu yang lalu ?). Selain memiliki keterampilan bertanya, guru anti mainstream juga harus mampu mengapresiasi setiap jawaban yang diberikan oleh siswa. Bentuk apresiasi dapat dilakukan secara verbal maupun non verbal. Secara verbal melalui kata – kata pujian, bagus, baik, rajin, pintar, pemberani, dst. Sedangkan non verbal dapat berupa tepuk tangan dan mengacungkan jempol. 


Agamis. Guru anti mainstream tentunya adalah sosok agamis yang memegang teguh ajaran agama yang diyakininya. Menghayati keimanannya dengan cara memperbanyak amal dan ibadah kepada sesama. Agamis dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia mengandung suatu konsep kebhinekaan, karena Indonesia adalah negara pluralistik, di mana terdapat beberapa agama yang dianut oleh warganya.

 Guru anti mainstream dalam ciri agamis, memandang agama bukan sebagai pembeda atau pemisah, tetapi sebagai pemersatu di tengah keberagaman. Walaupun berbeda – beda agama, tetapi dasar dari agama itu adalah sama, yaitu iman. Sehingga guru yang agamis akan mampu menempatkan dirinya sebagai tokoh yang netral. Tidak mudah terpancing isu terkait SARA (Suku, Agama, dan Ras) yang dapat mengakibatkan perpecahan. 


Holistik. Paham holistik berarti memandang secara utuh, menyeluruh. Pembelajaran holistik memperhatikan kebutuhan dan potensi yang dimiliki peserta didik, baik dalam aspek intelektual, emosional, fisik, artistik, kreatif, dan spiritual. Perubahan paradigma pendidikan, menempatkan posisi guru bukan lagi sebagai pusat pembelajaran (teacher centered), tetapi sebagai fasilitator. Sedangkan pendekatannya sekarang berpusat pada siswa (student centered). Artinya, kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan di kelas sifatnya harus lebih mengaktifkan siswa dengan berbagai kegiatan, sehingga pembelajaran menjadi bermakna. 

Guru anti mainstream, harus mengenal karakteristik siswa secara menyeluruh. Sehingga pelayanan pendidikan yang ia lakukan terhadap siswa, dapat menjangkau setiap kebutuhan siswa. Guru mainstream hanya menyajikan pembelajaran berdasarkan tuntutan kurikulum dengan sistem klasikal. Tetapi guru anti mainstream, membuat berbagai terobosan baru dalam rangka mengenal karakteristik siswa dan menyajikan pembelajaran holistik sesuai tingkat perkembangan psikologis siswa di kelasnya. 


Pada intinya, setiap perubahan mengarah pada kebaruan yang lebih baik. Guru harus siap dengan adanya perubahan. Gerakan Nasional Revolusi Mental harus benar – benar dimaknai oleh guru untuk tidak sekedar menjadi guru yang bertugas “mengajar” tetapi juga berani berubah menjadi guru anti mainstream agar pendidikan menjadi lebih berkualitas.

 

Penulis : 

Theresia Sri Rahayu, MM.Pd

Guru SDN Waihibur, NTT

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun