Mohon tunggu...
Theresia sri rahayu
Theresia sri rahayu Mohon Tunggu... Guru - Bukan Guru Biasa

Menulis, menulis, dan menulislah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Berubah Menjadi Guru Anti Mainstream

30 Maret 2017   17:33 Diperbarui: 7 April 2017   04:30 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Definisi guru menurut Undang – Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.


Guru sebagai pendidik profesional dituntut untuk mempunyai beberapa kompetensi, yaitu sebagai berikut : 


  • menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung pelajaran yang diampu;
    menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/ bidang pengembangan yang diampu;
    mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif;
    mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif;
    memanfaatkan TIK untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri.

Pemerintah telah melakukan berbagai upaya dalam rangka meningkatkan profesionalisme guru. Diantaranya dengan adanya program sertifikasi guru. Sasaran dari program ini adalah para guru yang aktif bekerja di sekolah. Tentunya pemerintah mempunyai harapan tinggi dengan terselenggaranya program sertifikasi, yaitu untuk meningkatkan mutu guru itu sendiri. Jika guru sebagai ujung tonggak pembelajaran di sekolah mempunyai mutu yang baik, maka ia akan mampu merancang dan melaksanakan program pembelajaran yang baik pula bagi siswanya. Dengan demikian visi dan misi sekolah dapat terwujud serta layanan pendidikan di sekolah tersebut menjadi lebih bemutu. 


Upaya peningkatan mutu guru juga dapat dilakukan dengan cara self advanced, yaitu dengan menjadi guru anti Mainstream . Mainstream berasal dari kata main dan stream. Main, artinya utama dan stream artinya arus. Dalam hal ini, mainstream berarti arus utama. Arus utama jika lebih disederhanakan memiliki kebiasaan utama, kebiasaan umum, perilaku umum, hal yang biasa, hal yang lumrah, dan sesuatu yang memang sudah nampak wajar dan tidak aneh. Sehingga anti mainstream, dapat dimaknai pula sebagai anti terhadap hal – hal yang biasa/umumnya. 


Seorang guru anti mainstream , memiliki ciri – ciri sebagai berikut : mengedepankan revolusi mental untuk menjadi basis penanaman karakter pada dirinya sendiri sebagai pendidik, senantiasa berpikir dengan pola – pola baru dan menghasilkan berbagai alternatif permasalahan, serta mempunyai semangat berkarya dan berinovasi tinggi yang diwujudkan dengan produk – produk bermutu tinggi yang dihasilkan selama mengemban profesinya.
 Berbagai kompetensi yang harus dimiliki oleh guru anti mainstream, yaitu : 


Berkarakter. Undang – Undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 3 menjelaskan bahwa,”Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Hal ini sejalan dengan agenda Nawacita No.8 yaitu penguatan revolusi karakter bangsa melalui budi pekerti dan pembangunan karakter peserta didik sebagai bagian dari revolusi mental. 

Program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) di sekolah dilakukan untuk memperkuat karakter siswa yang melibatkan semua unsur, seperti sekolah, keluarga dan masyarakat. Perolehan karakter siswa serta penguatan karakter yang mereka miliki, dapat terjadi dengan adanya keteladanan karakter dari guru. Sebaik – baiknya ilmu yang dipelajari, akan lebih bermakna bila diimplementasikan dengan contoh nyata. 

Nilai – nilai karakter sebagai kristalisasi delapan belas karakter sebelumnya, yaitu religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, dan integritas harus melekat dan tercermin dari kepribadian guru, sebelum dapat “ditularkan” pada siswa. Guru berkarakter positif akan medorong siswa memiliki karakter positif pula. Sehingga terciptalah iklim pembelajaran yang kondusif.


Edukatif. Gaung “Guru Pembelajar” yang sempat terdengar beberapa waktu yang lalu, merupakan tindak lanjut yang dilakukan oleh pemerintah untuk memetakan kompetensi guru. Setiap bentuk kegiatan dirancang sedemikian rupa agar guru benar – benar dapat meningkatkan kompetensinya. Nilai Uji Kompetensi Guru (UKG) menjadi indikator nyata sejauh mana tingkat pencapaian kompetensi yang mereka miliki, dari segi kompetensi pedagogik, profesional, sosial, dan kepribadian. Guru pada umumnya melaksanakan tugas untuk mengajar siswa dengan menyampaikan berbagai ilmu yang terkandung pada setiap mata pelajaran / muatan pelajaran sesuai tuntutan kurikulum yang diterapkan di sekolah. 

Tetapi guru anti mainstream, tidak selesai dengan istilah “mengajar” melainkan juga belajar. Sisi edukatif harus lebih ditonjolkan oleh guru, karena guru yang mau belajar akan senantiasa memperoleh hal – hal baru (update) sehingga siswa akan mendapatkan semakin banyak ilmu yang berguna bagi masa depannya. 

Banyak sekali jenis – jenis kegiatan belajar yang dapat diikuti oleh guru, seperti : kegiatan seminar/ loka karya, pelatihan, diskusi ilmiah, kuliah online, bahkan kegiatan literasi dengan menggunakan berbagai sumber, seperti : buku, jurnal hasil penelitian, dan internet.
Rasional. Seorang guru harus berpikir rasional. Rasional dapat dimaknai berpikir menurut pikiran dan pertimbangan yang logis, menurut pikiran yang sehat, cocok dengan akal. Ilmu pengetahuan merupakan hasil dari berpikir rasional yang disusun secara hierarkis dan sistematis sesuai dengan tingkatan perkembangan psikologis dan karakteristik siswa. 

Sehingga rasional menjadi salah satu aspek pengembangan kurikulum. Seorang guru rasional, mampu menempatkan dirinya sebagai seorang fasilitator yang baik dalam suatu kegiatan pembelajaran. Demikian juga berlaku bila dalam pembelajaran yang didesain menggunakan problem based learning. Guru akan mendorong siswa, agar mampu memberikan tanggapan – tanggapan disertai argumen yang tepat. Guru yang rasional juga akan memapu merancang instrumen penilaian yang efektif karena didasari dengan indikator – indikator pencapaian hasil belajar yang tersusun secara baik, berdasarkan akal sehat serta pertimbangan – pertimbangan logis. 


Unggul. Dengan adanya upaya – upaya peningkatan kompetensi guru, maka diharapkan guru akan menjadi lebih unggul. Baik di tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Guru dengan karakter unggul, akan mampu bertahan dalam segala situasi dan kondisi yang dihadapinya, entah sebagai seorang pribadi maaupun sebagai entitas sekolah. Guru yang unggul, sabar dan berjiwa tahan malang. Dalam segala keterbatasan yang ada, seorang guru yang unggul akan tetap berkarya dengan luar biasa.

 Ibarat pepatah, mutiara di dalam lumpur tetaplah mutiara. Ia akan tetap berkilau dan tidak sedikitpun berkurang kadarnya. Guru yang berada pada sekolah yang minim sarana dan prasarana, tetap dapat menyelenggarakan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAIKEM). Karena ia selalu menggunakan metode yang bervariasi dan secara kreatif menghadirkan sarana prasarana penunjang pembelajaran yang diperlukan, dengan bahan yang tersedia di sekitarnya. 


Bertanya. Keterampilan bertanya yang baik, harus dimiliki oleh guru. Sehingga jenis pertanyaan yang diberikan pada siswa, dapat menuntut jawaban yang kreatif. Hindari menggunakan kalimat tanya yang menuntut jawaban terbatas seperti ya/tidak. Tetapi mulailah dengan mengembangkan jenis pertanyaan terbuka. Jenis pertanyaan seperti ini disebut HOTS (High Order Thinking Skill.

 Contoh pertanyaan HOTS : Mengapa Indonesia perlu mengajarkan pendidikan karakter sejak dini ? Bagaimana pendapatmu tentang peristiwa bencana alam banjir yang terjadi di Jakarta beberapa waktu yang lalu ?). Selain memiliki keterampilan bertanya, guru anti mainstream juga harus mampu mengapresiasi setiap jawaban yang diberikan oleh siswa. Bentuk apresiasi dapat dilakukan secara verbal maupun non verbal. Secara verbal melalui kata – kata pujian, bagus, baik, rajin, pintar, pemberani, dst. Sedangkan non verbal dapat berupa tepuk tangan dan mengacungkan jempol. 


Agamis. Guru anti mainstream tentunya adalah sosok agamis yang memegang teguh ajaran agama yang diyakininya. Menghayati keimanannya dengan cara memperbanyak amal dan ibadah kepada sesama. Agamis dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia mengandung suatu konsep kebhinekaan, karena Indonesia adalah negara pluralistik, di mana terdapat beberapa agama yang dianut oleh warganya.

 Guru anti mainstream dalam ciri agamis, memandang agama bukan sebagai pembeda atau pemisah, tetapi sebagai pemersatu di tengah keberagaman. Walaupun berbeda – beda agama, tetapi dasar dari agama itu adalah sama, yaitu iman. Sehingga guru yang agamis akan mampu menempatkan dirinya sebagai tokoh yang netral. Tidak mudah terpancing isu terkait SARA (Suku, Agama, dan Ras) yang dapat mengakibatkan perpecahan. 


Holistik. Paham holistik berarti memandang secara utuh, menyeluruh. Pembelajaran holistik memperhatikan kebutuhan dan potensi yang dimiliki peserta didik, baik dalam aspek intelektual, emosional, fisik, artistik, kreatif, dan spiritual. Perubahan paradigma pendidikan, menempatkan posisi guru bukan lagi sebagai pusat pembelajaran (teacher centered), tetapi sebagai fasilitator. Sedangkan pendekatannya sekarang berpusat pada siswa (student centered). Artinya, kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan di kelas sifatnya harus lebih mengaktifkan siswa dengan berbagai kegiatan, sehingga pembelajaran menjadi bermakna. 

Guru anti mainstream, harus mengenal karakteristik siswa secara menyeluruh. Sehingga pelayanan pendidikan yang ia lakukan terhadap siswa, dapat menjangkau setiap kebutuhan siswa. Guru mainstream hanya menyajikan pembelajaran berdasarkan tuntutan kurikulum dengan sistem klasikal. Tetapi guru anti mainstream, membuat berbagai terobosan baru dalam rangka mengenal karakteristik siswa dan menyajikan pembelajaran holistik sesuai tingkat perkembangan psikologis siswa di kelasnya. 


Pada intinya, setiap perubahan mengarah pada kebaruan yang lebih baik. Guru harus siap dengan adanya perubahan. Gerakan Nasional Revolusi Mental harus benar – benar dimaknai oleh guru untuk tidak sekedar menjadi guru yang bertugas “mengajar” tetapi juga berani berubah menjadi guru anti mainstream agar pendidikan menjadi lebih berkualitas.

 

Penulis : 

Theresia Sri Rahayu, MM.Pd

Guru SDN Waihibur, NTT

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun