“Ohhh…..Lalu mau dibuat apa Mbok? Ada acara? Terus mau kami bantu gak?”Dasar Gending, rasa ingin tahunya melebihi teman-teman yang lainnya, yang hanya bengong mengerubungi Mbok Yem seperti sekelompok lalat.
“Mau dibawa ke pasar, untuk dijual, Mbok Yem mau membuat lepet.”
Anak-anak mulai mengangguk dan segera berebut janur. Tanpa diberikan instruksi, dengan cekatan mereka mulai asyik membuat lepet.
Anak-anak di Desa Sendang Mulyo ini sudah terbiasa berkreasi dengan janur. Maklum, sebagian besar orang tua mereka mengandalkan hidupnya dengan bergantung kepada janur.
“Mbok! Mbok! Janurnya banyak yang rusak!”Seru Gendis.
Mbok Yem yang semula berada di dapur menyincing jariknya dengan tergopoh-gopoh menuju ke depan. “Kenapa?” Mbok Yem mulai mengernyitkan dahi.
“Anu, Mbok…..Anu….Kami tidak sengaja dan kurang berhati-hati,” sambung Kinan tertunduk sedih.
“Aduh, bagaimana ya? Paling tidak, Mbok Yem harus membuat sekitar 100 lepet, 75 di antaranya sudah pesanan je. Sedangkan di kebun sudah tidak ada lagi,” Mbok Yem mulai menunjukkan kecemasan.
“Bintang, Kiran, Kinan, Praba, coba kalian hitung lepet yang sudah jadi!” Seru Gending.
Gending kemudian mencoba berusaha menenangkan Mbok Yem.
“Semuanya 80, Nding. Kurang 20 ini, bagaimana ya? Atau…aku manjat kelapa milik simbahku saja. Tak berangkat sekarang!” Bintang hampir beranjak dari duduknya, tapi sudah dicegah.