Alhasil sengketa tersebut berpihak pada Indonesia sehingga AS merekontruksi regulasi yang lebih menghargai dan menguntungkan Indonesia.Â
Musabab ini didasari karena Indonesia maupun AS sama-sama terikat oleh Hukum Internasional.
Batasan Hukum Internasional
Pada dasarnya hukum internasional memiliki ranah yang tidak dapat diganggu  masing-masing negara : sovereignty dan national interest-nya.Â
Hanyalah keputusan masing-masing negara yang dapat menentukan untuk  setuju atau tidak---namun ada beberapa hukum internasional yang kemudian menjadi Jus Cogens, yaitu berupa larangan melakukan penolakan terhadap hukum yang berlaku, ini disebut Customery International Law :
Customary international law consists of rules that come from "a general practice accepted as law" and exist independent of treaty law.Â
Hukum ini mengeneralisasi negara-negara untuk IYA pada traktat dan memandang hukum yang well-established sehingga bersifat Legal Obligation, pun jika negara tersebut tidak setuju atas Customery International Law yang berlaku maka boleh mengambil tindakan Persisten Objector.
: Merupakan Sikap untuk Menolak---sehingga negara tersebut dikatakan tidak akan terikat oleh Hukum Kebiasaan Internasional.
Konvensi Pengungsi 1951 dalam Hukum Internasional
Sesudah pemaparan mengenai Hukum International tidak mengikat, Konvensi tentang Pengungsi 1951 menjadi subjek pembahasan.
Selanjutnya, beragam pertanyaan ihwal Indonesia yang hingga kini belum meratifikasi pasal-pasal Konvensi Pengungsi mengalami status quo, mengapa begitu?
Masih stagnan, Indonesia dalam memproses ratifikasi Konvenan Pengungsi 1951 tidak banyak mengalami perubahan.Â
Kepada pencari suaka, memang Indonesia tidak mengiyakan mereka untuk akhirnya dapat meraih status pengungsi (refugees)