Mohon tunggu...
Khoiril Basyar
Khoiril Basyar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Terus belajar untuk memberi manfaat kepada sesama

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Maaf, Aku Pilih Dia

26 Juni 2016   16:20 Diperbarui: 26 Juni 2016   16:25 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aku Pilih Dia yang Selalu Setia Bersamaku, Bukan yang Sesaat Dekat Lalu Menjauh. Ilustrasi www.feed.id

Dihari penikahanku, aku merasa sangat bahagia. Ini seperti mimpi yang kemudian menjadi nyata. Betapa beruntungnya diriku saat mendapatkannya, ya… teman lamaku yang sudah sejak dari bangku Kuliah aku perhatikan. Mungkin aku terlalu malu untuk mengatakannya, namun ternyata aku masih diberi kesempatan untuk dapat menikah dengannya. mungkin karena tuhan masih berbaik hati padaku.

Pernikahanku telah berlangsung selama sepuluh tahun. Kami memiliki seorang putra yang sangat cerdas, dan membanggakan. Ibunya selalu bilang, bahwa ia mirip denganku. Kehadirannya ditengah tengah kami benar benar membuat keluarga kecilku terasa sangat sempurna. Walaupun kami sama sama sibuk dalam menjalani rutinitas, namun istriku tak pernah menghilangkan senyumnya dari pandanganku. Aku tahu mungkin sebenarnya ia lelah karena ia memiliki jam kerja yang hampir sama denganku. Aku berangkat sejak pagi, dan kami selalu pulang di waktu yang hampir bersamaan.

Aku juga masih ingat benar malam itu, malam dimana kita pertama kali mengikat janji suci untuk sehidup semati dan setia hingga tua nanti. Dikamar Hotel Orchid Nomor 1302, kami memadu kasih untuk kali yang pertama. Bahagia, hanya itu yang dapat aku gambarkan. Istriku benar benar sempurna, pantas saja ia selalu menjadi rebutan semasa kuliah.

Alice datang dalam kehidupanku

Ini adalah hari yang indah, aku sedang bertugas diluar kota. Aku tinggal di resort yang memang sudah disediakan khusus untukku. Tiba tiba ada yang memelukku dari belakang. Alice, ia adalah temanku semasa SMA. Kami tidak pernah dekat namun sepertinya ia telah mengagumiku sejak dulu. Ternyata aku disini untuknya, ia adalah pemilik perusahaan property yang akan bekerja sama dengan perusahaanku.

Sungguh aku tak pernah menyangka, pelukannya benar benar membuatku terlena. Dia berbisik padaku, “kamu adalah lelaki yang sempurna.” Kata kata itu pertama kali aku dengar lewat bibir lembut istriku. Namun saat ini, yang mengatakan itu adalah orang lain. Aku merasa seperti tak berdaya saat ia berkata demikian, dan aku tak sanggup menahannya.

Ternyata jauh dari istriku membuatku nyaman dengan Alice. Ini benar benar memilukan. Aku datang kesini untuk melanjutkan pekerjaanku bukan untuk menghancurkan pernikahanku. Mungkin aku tak sadar, aku telah mencabik dan merobek janji setia yang pernah aku ikrarkan pada istriku dulu. Aku berusaha untuk melepas pelukannya, namun ia menahanku. Dia tidak suka dengan perlakuanku, ia bilang “ini adalah hal yang sudah lama aku tunggu. Aku gagal mendapatkanmu, namun aku masih bisa berlabuh untukmu.”

Apa yang harus aku katakan pada istriku nanti? Disela tugasku aku malah bersama dengan wanita lain. Aku terus memikirkan Alice, seolah olah aku adalah ABG yang dengan mudahnya berpindah haluan karena rayu manis seseorang. Alice beberapa kali menghubungiku karena memang demi kelancaran bisnis aku harus bisa berkomunikasi baik dengannya. Sesekali kami makan berdua, dengan dalih meeting untuk membicarakan urusan perusahaan. Sayangnya ia benar benar membuatku luluh. Permintaannya untuk menceraikan istriku sungguh membuatku tak tenang, ia ingin memilikiku seutuhnya.

Bagaimana caraku untuk mengatakan pada istriku? Apakah aku akan benar benar merusak pernikahan yang sudah lama aku bangun? Pernikahan yang sudah lama aku bina? Atau aku akan tetap bertahan? Bagaimana nasib anakku nanti? Apakah Alice benar benar membuatku gila?

Lama sudah aku memikirkan cara agar istriku tak kecewa. Kuputuskan untuk mengakhiri pernikahan yang selama ini sudah aku bangun. Aku tak ingin anakku menjadi korban perceraianku nantinya. Aku pikirkan lagi masak masak. Pagi itu aku beranikan diri, aku mendekat pada istriku dan memeluknya. Mataku sempat berkaca kaca, kemudian ia bertanya, “ada apa?” Aku mulai mengatur nafas.

Aku melihat kesedihan dimatanya

Sekali lagi, Alice memintaku untuk menceraikan istriku. Ternyata bibirku kaku, aku tak dapat mengucapkan apapun. Tapi aku coba untuk mengatakannya. “aku ingin kita bercerai.” Aku mengatakannya dengan sangat perlahan, suasana yang tenang membuat percakapan ini semakin haru.

Ia bertanya, “kenapa? Give me a reason why?”

“aku sudah tidak lagi memiliki rasa padamu”

“apakah kamu memiliki wanita lain?”

Aku sungguh tak dapat lagi berkata apapun. “kamu bukanlah lelaki sejati.” Nada marahnya membuaku merasa begitu bersalah, kemudian ia meninggalkanku.

Malam itu tak ada percakapan diantara kita.

Paginya ia menghampiriku, “sebenarnya kenapa?”

Aku berikan jawaban yang membuatnya kecewa, “maaf, hatiku sudah perpindah pada Alice.”

Tanpa ada kata lagi dari bibirnya, ia menangis dihadapanku. Ia tak percaya bahwa pernikahan yang sudah dibangun selama sepuluh tahun itu harus kandas ditengah jalan. Sebenarnya aku juga tidak ingin membuatnya menangis, perasaan bersalah terus menghantuiku.

Malam itu setelah aku pulang kerja, aku merasa sangat lelah Karena seharian tadi aku menemui klienku. Aku melihat ada sesuatu di atas meja namun aku mengabaikannya. Keesokan paginya aku masih melihat sesuatu itu di atas meja, ternyata itu dari istriku

“aku tak peduli lagi denganmu, dengan semua yang telah kau katakan padaku. Jika kau ingin kita bercerai maka aku menyanggupinya. Aku tak ingin lebih dalam tersakiti olehmu. Hanya satu pintaku, aku tidak ingin anak kita tahu tentang ini. Biarkan pengadilan yang memutuskan dan akan aku coba beri pengertian padanya. Aku butuh waktu satu bulan lagi, setidaknya hingga anak kita menyelesaikan Ulangan Semesternya lalu kita dapat memindahkan sekolahnya.” Istrimu-Aisyah.

Dia menanyakan padaku apakah aku sudah membaca tulisan darinya, dan tiba tiba ia menatapku, “apakah kamu masih ingat dengan moment indah pernikahan kita?” sungguh aku tak dapat berkata dan hanya menjawab dengan nada sayu,“tentu aku masih mengingatnya.”

Kuberitahukan pada Alice bahwa aku sudah membuat kesepakatan tentang perceraian pernikahanku dan Alice hanya tertawa terbahak bahak di hadapanku. Ia sangat senang karena dapat segera memiliku. Tapi tak dapat kupungkiri aku terus memikirkan istri dan anakku. Namun disisi lain aku juga seakan sudah tersihir akan kata manis yang keluar dari bibir Alice.

Minggu minggu terakhir menuju perceraianku membuatku gelisah. Di pertengahan bulan, aku semakin memperhatikan istriku. Ia begitu menyayangi anak semata wayang dari pernikahan yang telah kita bina. Ia begitu sabar menyiapkan sarapan dan tetap mengantar buah hatiku ke sekolah seolah olah tidak ada kekacauan dalam keluarga kami.

“ayah, malam ini aku ingin tidur bersama kalian,” sentak perkataan itu menusuk relung hatiku. “aku ingin berada di tengah lalu di peluk oleh kedua super hero kesayanganku.” Kata polosnya menjelang perceraianku benar benar membuat hatiku menangis. Apakah aku akan benar benar menghancurkan keluarga kecilku nan bahagia ini demi wanita yang lebih cantik dan lebih muda dari istriku? Aku terus memikirkan hal ini semalaman.

Semakin dalam aku menatap istriku, aura kesempurnaannya benar benar terlihat. Ia begitu sempurna sebagai istri sekaligus sebagai ibu dari anakku. Aku juga tidak akan tahu apakah Alice akan lebih sempurna darinya, yang jelas istriku telah menjadi seseorang yang begitu sempurna sekarang. Aku terus memenuhi pikiranku dengan pertanyaan pertanyaan itu. Diminggu terakhir menuju perceraianku, aku sudah tidak tahan lagi. Pagi itu aku duduk dimeja makan saat ia sedang sibuk menyiapkan sarapan untuk kami. Ketika ia menaruh makanan di hadapanku, ku pegang tangannya. Sontak ia terkejut.

“aku telah melakukan kesalahan besar akhir akhir ini, maaf. Aku sadar, engkau adalah ratuku yang begitu sempurna.”

“apa maksudmu?”

“aku sungguh telah dibutakan oleh cinta sesaat,”

“lalu?”

“aku tak ingin mengakhiri pernikahan kita. Aku sudah memiliki segalanya. Dunia, istri, pekerjaan, anak, keluarga, kebahagiaan. Hidup kita begitu sederhana, kau tak pernah banyak menuntut padaku. Aku tak ingin merusak janji suci kita.”

“sungguh?”

“Ya. Sungguh. Aku ingin selalu bersamamu, seperti janji kita. Pernikahan kita tak kan berakhir walaupun kecantikan telah tertutup uban dan keperkasaan telah berganti dengan ketidak berdayaan.”

Dia hanya terdiam. Mungkin di dalam hatinya begitu bergejolak.

“jika kau masih mau memaafkanku, mari kita mulai kehidupan baru. Kehidupan yang penuh dengan kasih sayang. Aku juga tidak ingin anak kita menjadi korban keegoisanku.”

“jika benar itu maumu, aku tidak keberatan. Tapi dengan satu syarat, kau tak boleh lagi membutakan dirimu demi pekerjaan dan jabatan.”Sebuah syarat yang sederhana namun sekaligus sulit darinya.

Kupeluk erat istriku. Tak kuasa aku menahan air mata. Pagi itu benar benar menjadi pagi yang haru diantara kita. Sungguh aku adalah lelaki yang sangat beruntung, ia mau memaafkan kesalahanku yang menurutku sendiri saja sudah tidak mungkin lagi dapat dimaafkan. Hatinya begitu mulia, bidadari mana yang dapat menandingi istriku ini.

Perasaanku masih berkecamuk, bagaimana aku mengatakannya pada Alice. Disela pikiran yang juga masih membingungkan tiba tiba Alice memasuki ruanganku. Ceria dan enerjik menjadi ciri khasnya saat memasuki ruanganku. Dia bercerita tentang hubungan kerja sama diantara kita, namun saat ia sudah mulai membicarakan tentang hubungan kita dan perceraianku, aku beranikan diri memotong pembicaraannya.

“maaf Lice, aku tidak bisa.”

“Apa?”

“ya, aku tidak bisa melanjutkan hubungan kita.”

“apa yang kamu lakukan padaku?”

“seharusnya aku yang bertanya padamu, apa yang sudah kamu perbuat pada keluargaku? Kau hampir menghancurkan kebahagiaan yang selama ini aku bangun,”

“aku hanya ingin membahagiakanmu,”

“bukan dengan cara itu Lice, aku hargai niatmu  itu. Hubungan kita hanya sebatas rekan kerja.”

“No, aku ingin dirimu, bukan pekerjaan ini!”

“Ya, aku ingin istri dan keluargaku yang utuh, bukan dirimu.”

Dia menangis dan meninggalkan ruanganku. Hidupku begitu complicated, namun aku harus tetap memilih dan aku memilih istriku yang selalu menemani disetiap pasang surut kehidupanku. Aku ceritakan kejadian tadi siang kepada istriku, dia hanya membalas dengan senyuman. Entah apa maksud dari senyuman istriku itu, yang jelas ia telah memenangkan hatiku.

Sejak kejadian itu, aku kembali menyibukkan diri bersama keluarga kecilku. Aku tak ingin menyediakan ruang hampa dalam diriku. Aku tak ingin ada lagi Alice yang lain yang mengisi kekosongan itu, aku hanya ingin istriku. Hanya ia yang boleh mengisi hatiku, hati yang dapat berbolak balik karena keadaan, emosi dan lingkungan. Istriku paham betul jika ia menggunakan cara keras dalam menghadapiku mungkin keluarga ini sudah lama tidak utuh. Namun dengan kesabaran dan ketekunannya dalam menghadapi segala situasi bersamaku, ia paham betul karakterku. Ia benar benar bisa mengendalikanku dan mengarahkanku agar tidak tersesat.

Aku bangga padamu bidadariku. I Love You.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun