Mohon tunggu...
Theodorus BM
Theodorus BM Mohon Tunggu... Administrasi - Writer

Seorang pemuda yang senang menyusun cerita dan sejarah IG: @theobenhard email: theo_marbun@yahoo.com wattpad: @theobenhard

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kasus Euthanasia Misterius (Detektif Kilesa)

27 Desember 2022   08:46 Diperbarui: 27 Desember 2022   08:47 1211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengabaikan Charles, Trisna melanjutkan, "Akibat tumor yang semakin membesar dan beliau menolak kemoterapi, kesehatannya semakin memburuk seminggu terakhir ini. Puncaknya ia memintaku untuk memanggil ketiga anaknya dua hari yang lalu untuk memberikan pesan terakhir. Dan, sesuai dugaan, ia menghembuskan napas terakhir kemarin pukul 15.00"

Kami menghela napas. Tunggu dulu. Ada yang aneh. "Pak Bambang meninggal dengan normal? Lalu untuk apa formulir itu?"

Trisna menatap kertas. "Ia memberikannya kepadaku dua hari yang lalu usai dijenguk oleh anak - anaknya. Tapi aku ragu dengan ini. Aku tidak pernah memberikannya kepada dokter. Untungnya, tolong maafkan kata - kataku ini, beliau wafat sehari setelahnya. Jadi kertas ini sama sekali tidak berguna."

Kami terdiam. Charles mengulangi perkataanku lagi, "Jadi Pak Bambang meninggal dengan normal?"

Trisna mengangguk. Charles melanjutkan, "Lalu untuk apa kita ada di sini, Kilesa? Buang saja kertas itu. Kita tidak perlu mengurusi kasus ini. Masih banyak pekerjaan lain yang lebih penting."

Untuk pertama kalinya aku setuju dengan Charles. "Kau benar, Charles. Kasus ini sepertinya tidak membutuhkan penanganan detektif. Hanya ada satu yang mengganjal. Kau bilang, Pak Bambang memberikan formulir setelah anak -- anaknya menjenguk? Di mana mereka?"

"Mereka sedang keluar. Ada yang mencari makan, ada yang mengurusi pemakaman. Ah, itu Pak Riandi, anak kedua Pak Bambang."

Kami melihat seorang berusia empat puluhan dengan tubuh gemuk berjalan dengan susah payah dari ujung lorong. Ia tidak mengacuhkan kami, sehingga aku harus memanggil namanya. "Selamat siang, Pak Riandi, bisa meminta waktunya sebentar?"

"Siapa kalian?"

"Kami dari kepolisian, ingin bertanya tentang Pak Bambang Utomo."

Air muka Riandi berubah. Ia menggertak cukup kasar, "Tidak perlu. Ayah sudah tenang di alam sana, tidak perlu diganggu gugat lagi. Ia tidak bermasalah dengan siapa pun. Aku mohon diri."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun