***
"Lagi - lagi, Kilesa, lagi - lagi. Kau selalu menemukan kasus aneh."
Aku mengabaikan seruan Charles dan masih menatap formulir dengan dahi mengernyit. Apa maksudnya ini? Orang ini memang ingin mati? Mengapa? Sayang ia tidak bisa lagi menjawab.
"Aku tahu ada beberapa pertanyaan mendesak di kepalamu yang harus mendapatkan jawaban, Kilesa. Beruntung bahwa Bambang Utomo adalah orang yang berkecukupan, sehingga ia menyewa perawat pribadi. Orang di samping ini, lebih daripada cctv. Ia berada di samping Bambang selama 24 jam."
Perawat di samping kami memperkenalkan diri. "Selamat pagi, namaku adalah Trisna Sentani. Aku adalah perawat pribadi Bambang Utomo."
Charles langsung menyembur, "Jadi tuanmu itu memang ingin mati? Mengapa? Apa ia memang sudah putus asa dengan penyakitnya? Lalu mengapa memakai tinta merah?"
Aku yang terbiasa dengan keteraturan berusaha untuk mendiamkan Charles. Lalu dengan perlahan aku berkata, "Aku ingin mendapatkan keterangan secara kronologis. Juga ingin mendapatkan apakah ada yang ingin menyimpan dendam kepada Bambang Utomo. Perlahan saja. Jadi, Trisna, dapat kau jelaskan apa yang terjadi dengan beliau?"
Trisna mengangguk, "Aku menjadi perawat pribadi beliau sudah selama setahun, sejak ia menderita tumor otak. Dan penyakitnya semakin parah selama sebulan terakhir, semenjak itulah ia dirawat di rumah sakit ini."
"Jika Bambang Utomo adalah orang yang berada, ia tidak akan dirawat di rumah sakit ini."
Trisna mengangguk lagi, "Betul. Beberapa anak dari beliau sudah menyarankan untuk berobat ke luar negeri. Tapi beliau tidak mau. Ia hanya ingin dirawat di rumah sakit ini."
"Hah, jadi memang ingin mati." seru Charles.