Trunojoyo mengernyit, "Bapak menuduh saya bahwa saya berbuat sesuatu kepada Omar Suseno?"
"Belum sampai sana, pak, namun kami memerlukan bukti dan alibi bapak ketika Bapak Omar menghilang. Bisa bapak sampaikan kepada kami?"
Trunojoyo hanya tersenyum sederhana, "Aku ini adalah teman baik Omar Suseno. Justru sebaliknya, pak polisi, hubungan kepala sekolah itulah yang memburuk menjelang kehilangannya."
Melihat kebingungan kami, ia melanjutkan, "Jika Pak Johanes berkata bahwa akibat Omar, saya kehilangan honor untuk merawat ibu saya, itu memang benar. Tapi ibu saya sudah stadium empat kanker, sebenarnya untuk uang berapa pun tidak dapat menolongnya. Jadi saya merelakan jabatan itu. Sebaliknya, pak polisi, Johaneslah yang menghilang di hari kehilangan Omar. Alibinya tidak kuat."
"Bisa dijelaskan tentang alibi - alibi ini? Termasuk alibi bapak." ujar Usep.
"Aku termasuk orang - orang terakhir melihat Omar Suseno. Kami berada di ruang guru sore itu, memeriksa ujian semesteran anak - anak. Ketika kami tinggal tiga atau berempat, aku mohon ijin, dan ia mengiyakan. Besoknya, kami menerima kabar bahwa Omar sudah menghilang. Kemudian dilakukan pencarian, dan hasilnya nihil. Guru - guru lain pun tidak mengetahui."
"Tentang alibiku, sepanjang malam aku berada di rumah. Anak istriku bisa memberikan kesaksian lagi jika kalian mau. Malah alibi Pak Johanes yang meragukan. Katanya ia pergi bermain futsal bersama rekan - rekan guru, padahal malam itu bukanlah jadwal bermain futsal sekolahan kami. Ia berdalih bersama rekan - rekan guru privat, bukan sekolah. Ketika ditanyakan mana rekan guru privatnya, ia berdalih bahwa mereka sudah berada di luar kota. Entahlah, pak polisi, ia memang senang berdalih dan beralasan."
Aku langsung menembak, "Baiklah, Pak Trunojoyo, bisakah kami bertemu dengan istri dan anak bapak, agar permasalahan alibi ini lekas tuntas?"
Ia tersenyum meminta maaf, "Maaf, pak polisi, anak istriku sedang berada di luar kota."
"Baik, kami tunggu mereka pulang. Karena merekalah satu - satunya dari alibi bapak, bukankah begitu?"
Lagi -- lagi ia tersenyum, "Mereka baru pulang besok, pak polisi. Hehe, aku meminta maaf. Rumahku terlalu sempit untuk menampung bapak - bapak sekalian. Besok, rumahku terbuka lebar untuk bapak - bapak."