Kami saling berpandangan sama lain dan menggeleng. "Dengan berat hati, Pak Johanes Anwar, tidak ada dari kami yang merupakan alumni dari SMA CK. Kami ke sini, untuk bertanya tentang Bapak Omar Suseno."
Seketika menghilang senyum dari mulut Johanes. Dengan wajah muram ia bertanya tentang kasus lama ini, di mana kami menjelaskan perkembangan hingga sekarang. Ia mendesah.
"Sungguh, sebenarnya Pak Omar merupakan orang baik. Namun niatnya salah dimengerti orang banyak. Wataknya keras karena ia memang hidup di jaman serba sulit. Aku bersama - sama dengan dia adalah pendiri SMA CK, itulah mengapa aku memaklumi karakternya. Jaman berubah, tapi sifatnya tetap sama. Itulah yang membuatnya kurang disukai."
Johanes memandangku. "Kau katakan ini karena ada guru biologi baru yang melakukan tes DNA pada rangka di lab biologi? Aku tidak habis pikir. Memangnya ada orang seaneh itu?"
Usep menyerahkan kopian tes DNA kepada Johanes. Ia menggeleng - geleng. "Keajaiban itu memang ada."
"Ada yang aneh, pak?" tanyaku.
"Tidak, tidak. Jika memang benar rangka itu adalah rangka Omar, kita harus mengembalikannya kepada keluarganya. Kita akan melakukan pemakaman penghormatan. Ingat, beliau adalah salah seorang pendiri SMA CK."
"Betul, pak. Namun tugas kami di sini adalah memastikan bahwa keberadaan rangka Omar di lab biologi bukan merupakan kasus kriminal."
Johanes mengernyitkan alis, "Maksudmu, Omar Suseno dilenyapkan? Pembunuhan? Bukankah kasusnya sudah kadaluarsa?"
"Betul, pak, namun polisi bisa saja membuka kasusnya kembali. Oleh karena itulah kami di sini menghadap bapak. Apakah ada seseorang yang bisa bermaksud buruk kepada Pak Omar?"
Johanes berpikir lama, merenung, bahkan beralasan mengambil gelas cangkir teh baru ke dalam rumah. Ketika kembali, ia mengeluh.