"Aku akan mengeluh luar biasa, Mahmud. Mengulik kasus sepuluh tahun yang lalu bukan pekerjaan mudah, apalagi jika kasus sudah dinyatakan kadaluarsa oleh kepolisian. Berkas - berkas akan hilang berceceran. Kau tentu tahu itu, bukan, Usep?"
Usep mengangguk, "Benar, Kilesa. Tapi kita perlu memecahkan kasus ini. Seingatmu saja dulu. Aku dan Mahmud sepuluh tahun yang lalu belum berada di kota ini. Apa yang terjadi di SMA ini?"
Aku memutar otakku dan mengingat kasus ajaib sepuluh tahun yang lalu. Tentu sudah banyak yang hilang.
"Tidak banyak yang bisa kutambahkan selain yang kau dengar tadi di ruang pelaporan, Usep. Sepuluh tahun yang lalu, seorang guru biologi menghilang secara mendadak di SMA ini. Saksi mata terakhir melihat di sekolah, dan that's it. Pencarian selama sebulan tidak menghasilkan apa - apa, dan ia pun dinyatakan meninggal. Sebenarnya dinyatakan demikian karena ia sudah berumur. Usianya sudah 75 tahun. Jadi keluarga pun merelakannya."
"75 tahun? Bukankah ia sudah harusnya pensiun?"
"Begitulah. Dari keterangan kepala sekolah kami mengetahui bahwa ia adalah seorang pendiri sekolah ini, untuk mengenang jasanya ia diperbolehkan mengajar tanpa mengenal batasan umur. Dari keterangan orang - orang terdekatnya juga kami mendapatkan informasi bahwa sebenarnya beliau tidak disukai oleh kolega guru dan murid - muridnya karena sering menggunakan hak mengajar untuk kepentingan diri sendiri."
"Seperti?"
"Mengajar tanpa mengenal waktu, mengambil jatah kelas guru lain, dan mengadakan remedial di hari libur."
"Jadi, bisa dikatakan beliau adalah orang yang gila kerja, bukan begitu?" tanya Usep.
"Benar, Usep."
"Wajar saja kalau banyak orang yang tidak suka. Aku saja dulu sering bolos sekolah. Hehehe."