Mohon tunggu...
Theodorus BM
Theodorus BM Mohon Tunggu... Administrasi - Writer

Seorang pemuda yang senang menyusun cerita dan sejarah IG: @theobenhard email: theo_marbun@yahoo.com wattpad: @theobenhard

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

The Three Temptations (Cerpen Rohani)

10 Desember 2021   12:11 Diperbarui: 10 Desember 2021   12:52 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Padang pasir (sumber: flickr.com)

The Three Temptations

Sudah empat puluh hari aku berada di padang pasir ini, berpuasa siang dan malam, untuk mengikuti tradisi leluhur. Empat puluh hari berjalan tanpa arah di padang pasir ini, aku mulai mengerti apa yang dihadapi oleh para leluhur dulu. Bagaimana cara menahan lapar, bagaimana cara memendam keinginan diri, bagaimana cara berserah kepada yang mahakuasa. Hidup dan mati berada di tangan Tuhan, itulah yang paling kupelajari.

Empat puluh hari bukan waktu yang singkat. Aku sendirian, tidak bertemu seorang pun, tidak ada yang menemani. Orang biasa mungkin tidak akan tahan dan mulai menyalahkan keadaan. Tapi aku berusaha untuk bertahan karena aku paham, bahwa kekuatanku berasal dari Allah.

Di padang gurun ini seharusnya tidak ada siapa - siapa. Tidak ada seorang pun. Lalu mengapa aku melihat seseorang sedang duduk di atas batu pasir itu? Aku berjalan mendekat dan kupastikan bahwa penglihatanku tidak salah. Pemuda itu ternyata menungguku dan mempersilakanku mendekat. Wajahnya sangat tampan. Ia tersenyum, dan berkata.

"Halo, sobat, sudah lama tidak berjumpa. Kudengar kau berjalan berkeliling di padang pasir ini. Untuk apa?"

Pemuda ini terlihat ramah dan bersahabat. Kujawab pertanyaannya.

"Mengikuti tradisi leluhur. Dan ternyata mereka memang benar. Aku benar - benar mendapatkan banyak pelajaran berharga dari pengalaman ini. Kau sendiri siapa? Sedang apa di tengah padang pasir ini?"

Pemuda itu tersenyum dan memungut satu ranting tanaman di bawah dan mengulumnya. Ia berdiri dan memintaku untuk berjalan beriringan.

"Aku bukan siapa - siapa. Hanya seseorang yang kebetulan berjalan melintas. Anggap saja seorang teman yang kebingungan melihat dirimu menyiksa diri. Puasa ini, tanpa makan dan minum, bukan? Selama empat puluh hari?"

Aku mengangguk. Ia melanjutkan, "Tentunya kau lapar?"

Ia membungkuk dan mengambil satu batu kecil, sebesar genggaman tangannya. "Kudengar kau memiliki kekuatan. Nah, ubahlah batu ini menjadi roti. Kau pasti bisa. Ikutilah kata hatimu, telingaku saja bisa mendengar perutmu berteriak meminta makanan."

Aku mulai paham dengan siapa aku berhadapan. Pantas saja. Rasanya aku mengenal suara pemuda ini sebelumnya. Aku hanya menghela napas dan tersenyum.

"Tentunya aku lapar, sobat. Tapi tahukah engkau? Bahwa kita tidak hanya hidup dari roti saja, tapi dari Firman Allah. Itu akan mengisi jiwa dan menuntun kepada kebenaran hidup."

Senyum sang pemuda meluntur dan perlahan ia meletakkan kembali batu di tangannya. Kami pun lanjut berjalan. Entah mengapa, rasanya kami seperti sudah dekat sejak lama. Dan aku tidak sadar, bahwa kami perlahan berjalan menanjak. Setelah kutelisik, kami sedang mendaki sebuah bukit. Selama empat puluh hari aku berjalan berkeliling di padang gurun ini, tidak sekali pun aku menemui bukit. Tapi, ya sudahlah, mungkin ia ingin menunjukkan sesuatu kepadaku.

"Sebentar lagi kita akan sampai ke tempat yang menyenangkan, sobat. Kau pasti menyukainya."

"Oh ya? Aku tidak sabar menanti kejutan dari padamu."

"Tenang saja, kau pasti tidak akan kecewa."

Akhirnya kami tiba di puncak bukit. Anginnya kencang, dan langit sore membuat pemandangan menjadi menyenangkan. Namun bukan langitlah yang membuat hatiku sumringah.

Jauh di depan sana, jauh di bawah sana, ada sebuah kota yang gemerlap. Kota itu dikelilingi oleh tembok - tembok tinggi besar, dengan sebuah kastil di salah satu sisinya. Kastil itu tampak megah dengan baluran emas dan perak di batu - batunya. Sungai jernih mengalir melewati salah satu bagian kota, dengan parit - parit bertingkat disusun di tembok - tembok untuk berakhir di sungai. Anak - anak berlarian di sepanjang jalan, bermain - main ditemani orang tua yang kadang - kadang juga terlihat berlari. Obor - obor dinyalakan di segenap penjuru, membuat suasana tampak semarak dan menyenangkan.

Aku paham apa yang dimaksud oleh pemuda di sebelahku ini. Aku menatapnya dan ia sudah tersenyum. Sambil mengulum ranting, ia berkata.

"Kau tahu, aku bisa memberikanmu lebih banyak daripada ini. Aku bisa membuatmu menjadi tuan, atau bahkan raja dari kota itu. Sepuluh kali lebih besar dari kota itu, aku bisa memberikannya."

"Asal?" tanyaku.

"Asal kau mengikuti segala kemauanku. Apa pun yang kuminta, kau harus memenuhinya. Ah, aku tidak tahu bagaimana mengatakannya, tapi maksudku adalah seperti ini..."

"Maksudnya, aku menjadi pelayanmu?"

Sang pemuda menjentikkan jarinya, "Nah, seperti itu. Ah, kau sendiri lebih paham apa maksudku. Maafkan aku, memang kadang - kadang aku suka bingung dengan diriku sendiri."

Aku hanya tersenyum, "Dan kau pasti paham apa yang menjadi jawabanku. Bisa kau tebak?"

Sang pemuda mengernyitkan dahi dan menggeleng. Aku menjawab, "Di dunia ini aku hanya berbakti kepada Allah saja. Mohon maaf, tapi tidak ada sosok lain yang bisa menjadi tuanku. Segenap hatiku adalah milik - Nya."

Sang pemuda mulai kesal dengan jawaban - jawabanku. Hal itu tampak dari raut wajahnya. Bahkan wajah yang tadinya tampan kini tampak mulai menakutkan. Ia berjalan berkeliling dengan ekspresi kesal.

"Kau dengan Allahmu itu, seperti hubungan ayah dan anak saja. Benar - benar membuatku muak!"

"Memang hubunganku seperti itu. Kau tidak bisa mengubahnya."

"Ah, ya sudahlah! Kalau kau memang sedekat itu dengan Allahmu, sekarang perhatikan ini."

Pemandangan di depanku perlahan - lahan memudar dan berubah. Angin bertambah kencang. Tanpa kusadari kami sudah berada di ketinggian amat tinggi. Kota yang menyenangkan itu sudah lenyap, sebagai gantinya aku tidak bisa melihat apa pun di bawah sana. Bukit ini sudah berubah menjadi gunung, dan sebuah tebing curam berada di hadapanku. Satu langkah saja, dan aku akan terjatuh tak bernyawa.

Sementara itu aku memerhatikan kawanku itu. Ternyata ia berada di sampingku dan berkata dengan sedikit mengancam.

"Jika hubunganmu dengan Allahmu itu memang istimewa, dan aku juga pernah mendengar bahwa ia sangat mengasihimu, bahkan akan memerintahkan malaikat - malaikat - Nya untuk menjagamu, maka cobalah ini: Jatuhkanlah dirimu dari tebing ini, dan perhatikanlah apakah Tuhan Allah benar - benar peduli denganmu atau tidak!"

Aku hanya tersenyum mendengar ucapan sang pemuda ini. Dari raut wajahnya sudah terlihat bahwa ia memang kesal denganku dan dengan Bapaku. Terlihat bahwa ia ingin merusak hubungan kami. Aku harus menjawabnya dengan lembut. Lembut, namun arti dari kata - kata ini adalah tajam.

"Apakah kau tahu, sobat, bahwa kita tidak boleh mencobai Tuhan Allah kita? Itu adalah perbuatan yang dilarang. Mereka yang mencobai Allah tidak mendapat akhir yang menyenangkan. Dan Allah mengutuk perbuatan itu."

Sang pemuda hanya menghela napas dan memejamkan mata mendengar perkataanku. Dan dalam sekejap mata, pemuda itu telah menghilang dari hadapanku, begitu pula dengan tebing curam dan gunung yang tinggi. Aku sudah berada di dasar lagi, di gurun tempatku semula.

Aku menghela napas.

Sepertinya ini adalah sebuah pencobaan bagiku, di akhir masa puasaku. Dan sepertinya aku berhasil melaluinya dengan baik. Dari mana aku tahu?

Lihatlah. Entah dari mana datangnya, sahabat - sahabatku datang dan menyambutku. Aku mengenal mereka semua. Kita akan bersukacita dan berpesta atas kemenangan ini.

Iblis telah dikalahkan.

Cerita lain dapat dilihat di sini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun