Mohon tunggu...
Theodorus BM
Theodorus BM Mohon Tunggu... Administrasi - Writer

Seorang pemuda yang senang menyusun cerita dan sejarah IG: @theobenhard email: theo_marbun@yahoo.com wattpad: @theobenhard

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kasus Motel Berdarah [Detektif Kilesa]

19 September 2020   14:47 Diperbarui: 19 September 2020   14:53 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ia sedikit kelimpungan, "Ah, iya, pak. Aku sedang mengecek ke arah resepsionis, siapa tahu mereka sudah menyiapkan sarapan. Ternyata belum."

"Bukankah motel tidak pernah menyiapkan sarapan? Mengapa bapak tidak bertanya saja?"

"Ah, iya, iya, pak. Baru kepikiran sekarang. Ya, seperti itu."

Tingkahnya yang aneh membuatku curiga. Namun seperti prinsip kepolisian, bukan gelagat, melainkan bukti ucapan dan alat. Sejauh ini alibi kamar nomor tujuh semuanya aman, keempat orang itu saling menguatkan, juga mereka tidak menemukan keanehan di nomor lima pada pukul delapan. Maka kami memersilakan mereka kembali. Kami memanggil kamar sebelahnya, kamar nomor delapan. Ia adalah seorang ibu -- ibu tua, berusia sekitar tujuh atau delapan puluhan. Melihatnya membuat kami yakin ia bukan pembunuhnya, karena tidak mungkin seorang nenek -- nenek memukul dengan pipa besi. Namun....

"Aku...aku...melihat sesuatu, pak. Mataku sudah buram, jadi semua seperti bayangan. Aku berada di luar teras sepanjang jam tujuh dan delapan. Ingin menikmati udara segar, sebelum nanti jam sembilan pergi ke kota ke tempat anakku, lalu menengok cucu. Juga ada kotak jahitan, juga aku sedang menyiapkan sandwich untuk cucu tersayang, lalu aku ingin..."

"Nek, tolong, kami tidak berlama -- lama, apa yang nenek lihat?"

"Aku melihat seseorang berjalan ke arah pojokan. Ya, kamar nomor lima. Dari arah sana."

Ia menunjuk barisan kamar barat, kamar nomor satu hingga lama. Lebih jelasnya, ia menunjuk kamar nomor dua. Tapi, kondisi matanya yang mengalami katarak menjadi kendala bagi kami. Ia tidak mungkin bisa dijadikan saksi mata. Begitu pula dengan pendengarannya.

"Aku mendengar sebuah teriakan kencang dari kamar nomor lima. Jam delapan, pak polisi. Tepat ketika terjadinya pembunuhan, menurut pak polisi. Bukankah begitu?"

Charles menunduk dan mendesah, "Ibu yakin suara itu tidak berasal dari dalam kamar ibu sendiri? Seperti suara televisi, misalnya?"

Sang nenek tersenyum seperti malaikat dan berkata, "Ah, iya, aku lupa. Aku menyalakan televisi pada jam segitu. Jam setengah delapan pagi aku harus berada di depan televisi, karena ada tayangan ulang telenovela Angelita, tayangan kesayanganku."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun