"Anak ibu atau ibu sendiri?" aku berkata sambil tertawa, yang disambut dengan tawa si ibu. Menjadi penjual mainan lebih mudah memang ketika memiliki sifat humoris. Penjual dan pembeli terasa dekat, sehingga mereka tidak sungkan untuk membeli mainan. Akhirnya sang ibu memutuskan.
"Saya beli spiderman ini, pak. Tolong dikemas."
"Lalu dengan mainan handphone, bu?"
"Ya, boleh. Yang mana saja. Bungkus satu."
"Ibu tidak ingin melihatnya dulu?"
"Tidak perlu. Itu untuk anak saya. Saya sebenarnya kesengsem dengan spiderman ini, pak. Jangan bilang siapa -- siapa, ya."
Aku pun mengangguk, dan tertawa dalam hati. Sebenarnya kita semua adalah anak -- anak di dalam hati kita, namun enggan mengakui. Usai mengemas kedua barang itu sang ibu pun beranjak pergi. Setelahnya, tidak ada lagi pelanggan. Wajar, hari telah sore menjelang malam. Aku pun meminta Tono, asistenku, untuk memeriksa toko sekali lagi, lalu mengunci pintu dan menurunkan tirai besi di depan.
Selesai sudah kegiatanku hari ini di dalam toko.
Aku menstarter motor bebekku dan berkendara di jalanan. Hari ini hasilnya lumayan. Mimi dan Ansyori pasti senang dengan yang kubawa pulang. Aku pun sampai di depan rumah, memarkirkan bebek yang tercinta di depan tembok rumah Pak Besari. Ya, memang rumah kami terletak di dalam gang dan berdempetan, sehingga sedikit sekali space untuk parkir motor.
Pintu rumahku terbuka. Terlihat bahwa Ansyori sedang menonton tv. Ada acara kartun, spongebob sepertinya. Ia bersorak menyambut ketika melihatku tiba di depan pintu. Ia memelukku. Istriku juga datang dari belakang. Namun wajahnya masam.
"Bawa berapa hari ini, bang?"