Pohaci Rababu sendiri adalah sosok wanita yang cantik dan memesona. Kedatangannya sendirian ke pesat menggoda Mandiminyak. Sudah lama ia mengincar Pohaci Rababu. Dengan godaan sedemikian rupa, akhirnya Pohaci Rababu jatuh ke pangkuan Mandiminyak. Dari hubungan terlarang itu hadir sebuah keturunan bernama Bratasenawa, atau lebih dikenal dengan nama Sena.
Kehadiran bayi bernama Sena membuat pihak istana geger. Namun Sempakwaja memilih bersikap lapang dada. Ia tidak menghendaki adanya perselisihan, dan membiarkan Sena tumbuh dewasa. Namun, Purbasora sudah memendam dengki kepada Sena sejak awal kelahirannya. Ketika Wretikadanyun wafat, Mandiminyak pun menjadi raja.
Ia kemudian memperistri Parwati, anak Ratu Shima dari Kalingga, sebagai istri yang sah. Tujuannya adalah sebagai perlindungan dari sebuah kerajaan besar, juga mempertegas posisinya di lingkungan istana. Dari pawiwahaan itu lahirlah putri bernama Sanaha.
Bratasenawa adalah raja ketiga Kerajaan Galuh. Ia menyadari bahwa dirinya lahir dari hubungan tidak sah, juga tidak berposisi kuat. Oleh karena itu, Ratu Shima memberikan cucunya sendiri yaitu Sanaha menjadi istri Sena. Pawiwahaan ini adalah pawiwahaan manu, karena Sena dan Sanaha merupakan saudara seayah. Dari pawiwahaan ini lahirlah seorang putera bernama Sanjaya.
Ya, Sanjaya yang terkenal itu. Hingga diabadikan namanya menjadi Dinasti Sanjaya.
Namun semuanya itu tidak cukup memadamkan dengki yang dimiliki Purbasora. Ia melakukan kudeta kepada Sena. Turut hadir pula sebagai pemimpin pasukan adalah Balagantrang, anak dari Jantaka, adik Sempakwaja. Sena kemudian kabur menuju Kalingga, berlindung di bawah Ratu Shima. Galuh pun takluk kepada Purbasora. Sena kemudian memilih sikap ikhlas. Ia tidak menginginkan tahta Galuh kembali. Berbeda dengan Sanjaya. Dendam menguasai dirinya. ia kemudian berpesan -- pesanan dengan Tarusbawa, Raja Sunda, untuk menyerang Purbasora.
Sanjaya bersama Tarusbawa kemudian menghimpun kekuatan dan menyerang Purbasora. Dengan berpasukan tiga puluh ribu, Purbasora berhasil dikalahkan sehingga kekuasaan Kerajaan Galuh kembali pada tangan pewaris yang sesungguhnya, Sanjaya. Sanjaya kemudian menikahi cucu Tarusbawa yang bernama Teja Kancana sehingga dirinya menjadi ahli waris Kerajaan Sunda. Sejak saat itu Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh bersatu di bawah tangan Sanjaya. Tidak hanya itu, sebagai penerus darah dari Ratu Shima ia ditawarkan juga untuk berkuasa di Kerajaan Kalingga.
Luar biasa orang ini. Dalam usia yang muda sudah mendapatkan kekuasaan yang sangat amat besar.
Cerita tidak berakhir di situ. Sanjaya dididik ayahnya untuk menghormati para pembesar Galuh. Ia menghadap Sempakwaja untuk meminta maaf dan restu. Ia memberikan usul agar Demunawan, adik Purbasora diberikan kekuasaan sebagai bupati Saung Galah. Sempakwaja menolak. Ia menaruh curiga atas kedatangan Sanjaya. Olehnya, Sanjaya diberikan tantangan: kalahkan bupati -- bupati Kuningan, Kajaron, dan Kalanggara, lalu taklukanlah Jawa Tengah, barulah restu akan diberikan.
Sanjaya menerima tantangan itu. Dirinya sendiri memang haus akan pertempuran. Namun, akibat kurang persiapan dan meremehkan lawan, ia kalah melawan ketiganya. Akibatnya ia harus menerima keputusan Ki Sempakwaja yang kini sudah menjadi pertapa. Permintaannya adalah menempatkan Permanadikusumah, cucu dari Purbasora, sebagai pemimpin Galuh. Dengan berat hati, Sanjaya menerimanya. Sanjaya kini bermukim di Kalingga, sambil mempersiapkan pasukan menaklukkan daerah -- daerah tengah Jawa, sebuah tantangan lain dari Ki Sempakwaja.
Kekosongan di Kerajaan Sunda ia serahkan pada anaknya Rahyang Tamperan, buah hati dari pernikahannya dengan Teja Kancana, ahli waris Sunda. Ia pula diminta untuk mengawasi gerak -- gerik Permanadikusumah, dengan menjadi patih Galuh. Permanadikusumah melihat pengawasan yang dilakukan Rahyang Tamperan adalah sebuah tindakan ketidakpercayaan. Merasa tidak dihargai, ia kemudian memilih untuk pergi bertapa. Ia menitipkan Kerajaan Galuh kepada Rahyang Tamperan.