"Masih lanjut lagi, neng? Bapak masih siap mendengarkan, lho."
Di tengah sedu sedan, Lisa menjawab, "Ti...tidak, Pak. Sudah sampai di situ."
Pak supir tersenyum kecil. Tatapan matanya beradu dengan Lisa lewat kaca spion.
"Neng Lisa, bapak boleh cerita, tidak? Mumpung - mumpung perjalanan masih cukup jauh."
Lisa tidak menjawab melainkan memandang keluar jendela yang tertutup. Supir menerjemahkan itu sebagai tanda mengiyakan. Ia mulai bercerita, dimulai dengan pertanyaan.
"Neng Lisa, Neng Lisa tahu berapa bapak baru dapat orderan hari ini?"
Tentu Lisa tidak menjawab. Supir itu melanjutkan, "Baru tiga, lho Neng Lisa. Bapak bekerja dari jam tujuh pagi. Sekarang sudah jam tiga sore. Seharusnya bapak sudah dapat lebih dari sepuluh orderan. Pendapatan bapak minim sekali hari ini."
Ya itu kan masalah bapak, ujar Lisa dalam hati. Pak supir itu melanjutkan kisahnya.
"Mobil ini mobil kredit, lho. Tiap hari bapak harus setor seratus ribu lebih. Belum lagi masalah bensin. Dengan itu neng bisa kira - kira berapa pendapatan bapak sekarang?"
Lisa kembali memberenggut. Ya itu masalah bapak. Salah sendiri dulu tidak sekolah.
"Bapak lalu pulang ke rumah. Tidak akan ada yang menyambut. Anak bapak masih bayi, sementara istri bapak terkena post-traumatic-syndrome."