Natal 2024, Â terasa begitu istimewa. Bukan saja karena damai sukacitanya yang sangat terasa meski dalam kesederhanaan yang kami miliki, namun karena juga tanggal 24 Desember 2024 sebagai penanda dimulainya tahun Yubileum 2025, yang akan berakhir tanggal 6 Januari 2026 nanti.Â
Tahun Yubileum 2025 mengusung tema Peziarah-peziarah Harapan (Pilgrims of Hope). Sebagai sebuah perayaan besar dalam kalender liturgi Gereja Katolik, Tahun Yubileum mengingatkan akan banyak hal terkait kehidupan, salah satunya adalah belas kasih.Â
Sama seperti Pintu Suci yang dibuka untuk semua orang tanpa terkecuali, kita juga diajak untuk membuka hati, mengampuni mereka yang telah melukai kita, dan melangkah menuju hidup yang lebih damai.
Kita semua pernah terluka
Sebagai manusia, kita bukanlah makhluk yang sempurna, yang tidak memiliki rasa kecewa atau kemarahan dalam diri pribadi. Kita semua pernah merasa terluka. Ada masanya, dalam hidup kita bersama, tentu pernah terjebak dalam situasi rasa sakit dan kemarahan yang luar biasa. Kita terluka, karena kita hidup.Â
Siapapun bisa menjadi penyebab luka dalam diri, dari orang-orang yang kita kasihi atau bahkan dari diri kita sendiri. Ketika kenyataan tidak sesuai dengan harapan, maka luka itu muncul sebagai respon ketidaksempurnaan kita.Â
Saya sendiri pernah berada di titik terendah, ketika rasa kecewa begitu mendalam karena seseorang  menyakiti hati Saya. Luka itu terasa begitu tajam, dan membuat hidup Saya seperti penuh beban.Â
Bayangan rasa sakit itu sering kali muncul tanpa diundang, mengingatkan Saya pada kenangan yang ingin Saya tinggalkan. Dua tahun Saya hidup dalam rasa yang tidak damai.
Sukacita hanya mampir sejenak namun sebentar kemudian pergi entah kemana,  karena dipenuhi oleh amarah dalam diri dan ini selalu menghambat langkah Saya, bahkan  menyebabkan Saya terus terpuruk.Â
Memaafkan mudah, melupakan sulit
Bagi sebagian orang, urusan memaafkan bukanlah perkara mudah. Perasaan marah, kecewa, atau bahkan gengsi, kerap menjadi penghalang. Ego yang ada kerap meresponnya sebagai kekalahan, bila memberi maaf pada mereka yang melukai hati.Â
Tetapi, apakah kita benar-benar ingin terus hidup dalam bayang-bayang luka tersebut? Nyatanya setiap bayang luka tersebut, juga menciptakan belenggu emosi negatif, yang benar-benar menguras energi.Â
Pada kisah saya sendiri, ketika akhirnya saya memaafkan seseorang, rasanya seperti terlepas dari belenggu yang berat! Pada saatnya Saya menyadari, bahwa memaafkan adalah hadiah, bukan untuk orang lain, tetapi untuk diri Saya sendiri.Â
Berhasil keluar dari siklus sakit hati, akan meringankan langkah menuju keajaiban yang dinamakan kedamaian.Â
Lantas, bagaimana dengan melupakan? Apakah mudah?Â
Memaafkan, kadangkala membutuhkan keberanian, namun melupakan jauh lebih sulit. Bagaimana kita bisa melupakan sesuatu yang pernah begitu menyakitkan?Â
Proses melupakan seringkali terasa seperti mendaki ke puncak yang curam. Luka yang dalam dan kenangan yang pahit tidak selalu mudah dilepaskan. Perlu waktu, butuh proses. Tidak semudah membalikkan telapak tangan. Butuh lebih banyak cinta dan pengampunan.Â
Ini menjadi bagian perjalanan hidup manusia, karena sejatinya kita akan selalu terluka dan terus terluka. Di sinilah kita perlu belajar memandang melupakan dengan cara yang berbeda.Â
Melupakan bukan berarti menghapus ingatan, melainkan melepaskan kendali emosi negatif yang menyertainya. Melupakan adalah tentang berdamai dengan masa lalu, menerima bahwa luka tersebut adalah bagian dari perjalanan hidup kita, tetapi tidak lagi membiarkannya mengambil alih atas  kebahagiaan diri kita.Â
Maafkan, lalu lupakan!
Momen Natal dan juga dimulainya tahun Yubileum 2025 memberi inspirasi untuk melangkah lebih jauh dalam perjalanan kasih ini. Dalam kasih, ada pengampunan, untuk orang lain, juga untuk diri sendiri.Â
Mungkin kita perlu belajar banyak hal dari dunia anak-anak yang polos. Mereka akan selalu menemukan cara untuk kembali bahagia, kembali tertawa ceria, meskipun mereka baru saja bertengkar dengan temannya.Â
Anak-anak ini tidak menyimpan dendam, sehingga dengan mudah mereka bisa kembali bergembira. Mereka memandang semuanya dengan cara sederhana.
Namun, bagi orang dewasa, perjalanan ini tidaklah  mudah, tetapi belajarlah  membuat langkah pertama  untuk memaafkan, lalu perlahan melupakan.Â
Isi hati dengan hal-hal yang positif dan membawa sukacita, dengan menghadirkan orang-orang yang mencintai dan mendukung kita.  Hati yang diisi dengan hal-hal baik, akan mengurangi ruang yang tersisa untuk kenangan buruk. Â
Berdoa dan berserah kepada Tuhan adalah adalah cara yang indah untuk melepaskan beban yang dipikul. Dalam setiap doa, mintalah kekuatan untuk memaafkan lebih dalam lagi,  dan menerima kedamaian yang hadir dalam hati. Percayalah bahwa waktu dan kasih Tuhan akan menyembuhkan luka yang ada.
Setiap pengalaman menyakitkan menyimpan pelajaran berharga. Apa yang bisa didapat? Kita bisa terbentuk menjadi pribadi yang  lebih bijaksana, lebih kuat, atau lebih berempati terhadap sesama.
Memaafkan dan melupakan adalah kunci untuk membebaskan diri dari  belenggu sakit hati dan kekecewaan. Dengan memaafkan, maka pintu kedamaian akan terbuka. Dengan melupakan, kita belajar melepaskan beban masa lalu yang tak lagi perlu dibawa.
Kupang, 29 Desember 2024
Ragu Theodolfi, untuk Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H