Orang Manggarai, termasuk masyarakat lokal di Wae Rebo mempercayai bahwa setiap makhluk di alam, termasuk burung, memiliki peran dalam menjaga keseimbangan ekologi dan spiritual.
Terdengarnya suara Kaka Ngkiong sebagai pertanda alam yang membawa pesan dari leluhur untuk tetap menjaga keharmonisan dan keseimbangan alam di sekitar.
Mbaru Niang dan arsitektur tradisional yang unik
Hal pertama yang dilakukan ketika tiba di perkampungan Wae Rebo adalah menuju rumah utama, Mbaru Tembong atau Niang Gendang. Niang Gendang dikelilingi oleh enam Niang Gena, yaitu Gena Mandok, Gena Jekong, Gena Ndorom, Gena Keto, Gena Jintam dan Niang Gena Maro.
Tetua adat di sana menjalankan ritual Wae lu’u, agar para leluhur menjaga setiap tamu yang datang ke sana. “Kudut neka babang agu bentang” kira-kira demikian dalam Bahasa Manggarai.
Menariknya, Mbaru Niang selain memiliki ikatan yang seluruhnya terbuat dari bahan alam, juga memiliki arsitektur yang unik. Bentuknya menyerupai kerucut dengan lima tingkatan.
Tingkat pertama adalah lutur (tenda) digunakan sebagai tempat tinggal keluarga besar. Pada area ini dibagi menjadi dua bagian utama, lutur dan nolang. Lutur adalah area untuk publik, dan nolang adalah area bersifat privasi (untuk kamar dan memasak).
Tingkat kedua adalah lobo (loteng) untuk menyimpan barang dan makanan milik keluarga. Lentar atau tempat menyimpan benih jagung dan tanaman untuk bercocok tanam, berada pada tingkatan ketiga. Lempa rae adalah tingkat keempat, tempat keluarga menyimpan persediaan makanan terutama untuk mengantisipasi cuaca yang buruk.
Tingkatan kelima disebut Hekang Kode, biasa digunakan untuk menempatkan persembahan pada leluhur. Tempat ini dianggap paling suci oleh warga setempat.
Mbaru (rumah) Niang memiliki diameter berbeda. Niang Gendang berdiameter 14 meter dan tinggi 14 meter, sedangkan Niang Gena memiliki diameter 11 meter dan tinggi 11 meter.