Mohon tunggu...
Ragu Theodolfi
Ragu Theodolfi Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat seni, pencinta keindahan

Happiness never decreases by being shared

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Kaka Ngkiong, Mbaru Niang dan Hangatnya Kopi Flores di Wae Rebo

16 September 2024   20:15 Diperbarui: 16 September 2024   20:42 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Di pelataran Niang Gendang (dokpri)

Jalan setapak menuju Wae Rebo (dokpri)
Jalan setapak menuju Wae Rebo (dokpri)

Beberapa menit kemudian, kami tiba di titik awal pendakian. Motor diparkir di area parkir, dekat dengan sungai jernih yang melintas di bawah kaki gunung. Di area tersebut terdapat papan informasi tentang Wae Rebo dan anjuran untuk tetap menjaga alam selama pendakian.

Menuju Wae Rebo ada tiga pos istirahat. Pos pertama adalah Wae Lomba, sebagai titik awal keberangkatan. Pos kedua Poco Roko dan pos terakhir Nampe Bakok, sebelum memasuki kampung Wae Rebo.

Kami bergerak perlahan, diantara jalanan yang basah karena embun namun tidak begitu licin. Tidak banyak barang yang dibawa, karena tidak ada rencana menginap di sana. Hanya air mineral dan camilan, itupun terasa berat karena jalanan terus mendaki.

Beberapa kali kami berpapasan dengan rombongan tamu yang turun dari Wae Rebo, saling memberi semangat dan menguatkan. Tidak jarang kami beriringan dengan penduduk lokal yang kembali ke kampung sambil memikul beban barang di pundak mereka.

Butuh stamina yang bagus serta ekstra hati-hati untuk bisa mencapai puncak. Selain karena jalanan cukup licin, juga karena sisi sebelahnya adalah jurang yang dalam.

Beberapa kali Saya harus berhenti karena kelelahan. Dua jam perjalanan menanjak sebelum akhirnya menurun menuju perkampungan, cukup menguras energi. Apalagi karena kondisi tubuh yang kurang istirahat setelah menempuh perjalanan jauh dari Maumere, Kabupaten Sikka.

Ngkiong, burung endemik bersuara nyaring

Menapaki setiap jalan menuju perkampungan, kadang terasa seperti berada di dunia yang lain. Sesekali kabut tipis menemani.  Hutan lindung Todo ini menawarkan atmosfir kesegaran tersendiri.

Terdengar aneka suara kicauan burung, namun ada suara yang lebih dominan. Ya, itulah kicauan Kancilan Flores atau Pachycephala nudigula. Masyarakat lokal menyebutnya Kaka ngkiong atau Ngkiong.  Suaranya yang nyaring dapat terdengar hingga beberapa kilometer, apalagi bila burung ini berada di ketinggian.

Kancilan Flores /Pachycephala nadigula (sumber foto : www.jagarimba.id)
Kancilan Flores /Pachycephala nadigula (sumber foto : www.jagarimba.id)

Suara kaka ngkiong ini bak musik yang tiada henti. Burung ini mampu berkicau dalam durasi yang panjang hingga sepuluh menit, dan mengeluarkan lebih dari lima karakter dalam setiap kicauannya!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun