Mohon tunggu...
Ragu Theodolfi
Ragu Theodolfi Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat seni, pencinta keindahan

Happiness never decreases by being shared

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Hari Istimewa untuk Momen yang Istimewa

14 Februari 2024   23:22 Diperbarui: 15 Februari 2024   15:55 793
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana TPS menjelang siang. (Dokumentasi pribadi)

Rabu, 14 Februari 2024.

Pagi-pagi sekali, ketika saya terbangun di tengah derasnya hujan yang turun hari ini, Saya berharap ada pesan manis dari mereka yang istimewa bertepatan dengan perayaan hari kasih sayang hari ini. 

Ternyata hanya ada satu ucapan yang membuat hari menjadi terasa lebih istimewa, itupun datangnya tepat ketika saya baru kembali dari TPS untuk menggunakan hak pilih saya kali ini.

Hasil scrolling gadget pagi ini, saya menemukan sebuah catatan menarik yang datangnya dari Miss Lenny, yang dishare buat konco-konco SMP Saya di grup medsos. 

Catatan menarik ini menggugah saya untuk segera melipat selimut dan bergegas mempersiapkan diri untuk menyambut hari istimewa ini. Ada tiga peristiwa penting yang melukis hari ini.

Rabu Abu

Hari ini, seluruh umat Katolik di seluruh dunia merayakan Rabu Abu. Perayaan hari ini untuk mengingatkan bahwa manusia berasal dari debu tanah dan akan kembali menjadi debu. 

 "Hakekat manusia sebagai debu adalah kebenaran yang telah tertulis kekal dalam FirmanNya" 🩶 

Rabu Abu juga menandakan awal masa Pra Paskah, di mana masa-masa ini, empat puluh hari menjelang Paskah, umat Katolik diminta untuk melakukan pertobatan serta selalu merefleksikan diri. 

Misa perayaan Rabu Abu di Paroki Santo Yusuf Pekerja Penfui. (Dokumentasi pribadi)
Misa perayaan Rabu Abu di Paroki Santo Yusuf Pekerja Penfui. (Dokumentasi pribadi)

Kotbah Pastor paroki pada kesempatan misa sore hari ini pun fokus pada refleksi umat akan keterbatasan diri manusia sebagai mahluk yang lemah dan tak berdaya. 

Ibarat debu yang melekat pada alas kakiNya, tidak ada gunanya menyombongkan diri dengan harta, jabatan, kekayaan, tahta yang dimiliki saat ini, karena semua bersifat sementara dan bisa hilang kapan saja. 

Saat pesta demokrasi seperti kali ini, umat Katolik pun diminta untuk tetap memiliki sikap tenang, memaafkan dan tidak menimbulkan perpecahan di tengah perbedaan dalam berdemokrasi.

Sungguh pesan yang istimewa dan menyejukkan di tengah suhu politik yang hangat. 

Hari Kasih Sayang

Entah mengapa, setiap tanggal 14 Februari menjelang, rasanya seperti ada yang ditunggu. Meski sudah tahu sebenarnya, tak bakalan muncul seikat mawar merah, sekotak coklat yang manis atau selembar kartu ucapan dengan begitu banyak lope merah di dalamnya, tetap saja terasa beda.

Memang katanya, rasa sayang, cinta perlu diungkapkan. Tapi apalah guna kalau hanya sebagai pemanis mulut. Nona-nona Kupang bilang 'sayang penuh mulut'

Allah adalah Kasih dan sumber kasih adalah kebenaran ♥️

Esensi sebenarnya dari perayaan hari kasih sayang adalah tindakan untuk membuktikan cinta dan kasih yang diterapkan dalam hidup sehari-hari. 

Dalam konteks pesta demokrasi seperti saat ini, bukti nyata dari kasih sayang itu adalah ikut mencoblos, menggunakan hak pilih masing-masing untuk menentukan masa depan negara ini.

Hati saya tergerak untuk menunjukkan bukti bahwa saya juga ingin memilih pemimpin yang Saya inginkan. Padahal awalnya Saya berharap hujan turun sepanjang hari hingga selimut hangat saya tetap membalut manja sepanjang hari. 

Menghargai pilihan yang berbeda dari masing-masing orang, baik pasangan, anak-anak, sahabat ataupun tetangga, apalagi dengan tidak memperuncing perbedaan adalah bentuk kasih yang sesungguhnya.

Pesta Demokrasi Indonesia

Hari ini, seluruh masyarakat Indonesia merayakan pesta demokrasi. Meski tidak sedikit yang memilih untuk golput alias tidak menggunakan hak pilih karena alasan apapun, masih ada jutaan penduduk lainnya yang memanfaatkan kesempatan istimewa ini.

Suasana pencoblosan di bilik TPS. (Dokumentasi pribadi)
Suasana pencoblosan di bilik TPS. (Dokumentasi pribadi)

Saya ke TPS setelah hujan mereda. Si bungsu yang menjadi pemilih pemula pun tidak ketinggalan. Sejak semalam si bungsu sudah sibuk membanding-bandingkan calon pemimpin yang akan dipilihnya. Saya membiarkan dirinya memilih sesuai hati nuraninya. 

Walaupun banyak pilihan dan berbeda-beda, tapi semua akan berlalu seperti debu, yang tinggal tetap hanya kasih 🤍

Akibat hujan yang tak kunjung mereda sejak subuh, TPS jadi penuh sesak dengan pemilih ketika hujan telah mereda. Setelah mendaftar dengan berbekal KTP dan selembar surat pemberitahuan pemungutan suara atau Model C, kami menunggu giliran untuk dipanggil.

Rata-rata setiap pemilih butuh waktu tiga hingga lima menit sejak masuk ke bilik pemilihan, hingga proses pencelupan jari pada tinta sebagai penanda telah mencoblos. 

Lumayan lama. Apalagi bila sebelumnya tidak tahu pasti urutan nama caleg yang akan dipilih dan dari partai mana. 

Saya perlu menunggu lebih dari satu jam hingga akhirnya dipanggil untuk masuk dalam bilik pencoblosan. Karena saya telah mengantongi nama-nama yang siap dipilih, hanya butuh waktu kurang dari tiga menit untuk membuka, coblos dan kembali melipat lembaran kertas yang aduhai besarnya.

Sambil berlalu dari sana, saya menangkap pertanyaan seorang anak lelaki usia delapan atau sembilan tahun, menanyakan pada ibunya mengapa harus ada Pemilu seperti saat ini. Ibunya diam, bingung menjawab.

Lalu dengan polosnya, bocah lelaki kecil itu mengatakan bahwa Pemilu menghabiskan uang yang banyak, untuk print kertas, katanya. Saya garuk-garuk kepala. Iya juga sih, apalagi kalau harus dua putaran. 

Mari kita berpikir jernih dan sehat sesuai hati nurani.

Salam demokrasi bagi kita semua
Selamat hari kasih sayang
Selamat menjalani masa refleksi diri yang mendalam

Ragu Theodolfi, untuk Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun