Walaupun banyak pilihan dan berbeda-beda, tapi semua akan berlalu seperti debu, yang tinggal tetap hanya kasih 🤍
Akibat hujan yang tak kunjung mereda sejak subuh, TPS jadi penuh sesak dengan pemilih ketika hujan telah mereda. Setelah mendaftar dengan berbekal KTP dan selembar surat pemberitahuan pemungutan suara atau Model C, kami menunggu giliran untuk dipanggil.
Rata-rata setiap pemilih butuh waktu tiga hingga lima menit sejak masuk ke bilik pemilihan, hingga proses pencelupan jari pada tinta sebagai penanda telah mencoblos.
Lumayan lama. Apalagi bila sebelumnya tidak tahu pasti urutan nama caleg yang akan dipilih dan dari partai mana.
Saya perlu menunggu lebih dari satu jam hingga akhirnya dipanggil untuk masuk dalam bilik pencoblosan. Karena saya telah mengantongi nama-nama yang siap dipilih, hanya butuh waktu kurang dari tiga menit untuk membuka, coblos dan kembali melipat lembaran kertas yang aduhai besarnya.
Sambil berlalu dari sana, saya menangkap pertanyaan seorang anak lelaki usia delapan atau sembilan tahun, menanyakan pada ibunya mengapa harus ada Pemilu seperti saat ini. Ibunya diam, bingung menjawab.
Lalu dengan polosnya, bocah lelaki kecil itu mengatakan bahwa Pemilu menghabiskan uang yang banyak, untuk print kertas, katanya. Saya garuk-garuk kepala. Iya juga sih, apalagi kalau harus dua putaran.
Mari kita berpikir jernih dan sehat sesuai hati nurani.
Salam demokrasi bagi kita semua
Selamat hari kasih sayang
Selamat menjalani masa refleksi diri yang mendalam
Ragu Theodolfi, untuk Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H