Mohon tunggu...
Fajariah Tri Lestari
Fajariah Tri Lestari Mohon Tunggu... lainnya -

Saya adalah seorang sarjana di bidang pendidikan dan juga seorang ibu rumah tangga.\r\nSebagai manusia, Saya ingin mengembangkan pengetahuan dan kemampuan yang Saya miliki.\r\nOleh karena itulah Saya bergabung dengan KOMPASIANA karena KOMPASIANA adalah tempat yang tepat untuk mencari informasi dan berbagi pengetahuan serta pengalaman.\r\n\r\nSemua tulisan yang Saya muat di website ini adalah murni hasil karya Saya sendiri dan bebas dari aktivitas plagiarisme..\r\n\r\n\r\n\r\nTerima Kasih...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Peliknya Masalah Tata Bahasa Pada Bahasa Indonesia

19 Agustus 2015   16:09 Diperbarui: 19 Agustus 2015   16:31 875
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya sangat yakin dengan pendapat yang menyatakan bahwa bahasa berperan sebagai carrier of knowledge atau kurang lebih bisa juga diartikan sebagai pengantar/pembawa ilmu pengetahuan.

Semua jenis ilmu pengetahuan diajarkan dan didokumentasikan melalui bahasa. Kita pun tidak bisa memahaminya jika tidak paham bahasa itu sendiri. Butuh pemahaman bahasa yang sangat mendalam untuk bisa memahami berbagai ilmu pengetahuan.

Bagaimana mau memahami bahasa asing jika bahasa kita sendiri saja tidak dikuasai dengan baik?

Misalnya, kita mau menerjemahkan suatu tulisan atau artikel berbahasa asing ke dalam bahasa Indonesia. Bagaimana kita mau menerjemahkannya jika bahasa Indonesianya saja tidak kita pahami?

Kita bahkan tidak bisa membedakan mana saja kata-kata yang termasuk ke dalam golongan kata benda, kata sifat, kata keterangan, dll.

Yang lebih kocak adalah ketika terkadang saya diminta untuk membantu orang untuk membuat suatu karangan atau paragraf dalam bahasa asing. Mereka biasanya hanya bisa menyuruh, bahkan tanpa bisa membuat karangan dalam bahasa indonesianya. Jadilah saya yang bekerja dua kali, yaitu membuat karangan dalam bahasa indonesianya dulu, kemudian baru saya terjemahkan ke dalam bahasa asing.

Astagaaaaaaaaaa….. Bagaimana bangsa ini mau maju?

Membuat tulisan dalam bahasa kita sendiri saja tidak mampu, bagaimana mau membuat tulisan dalam bahasa asing?

Seharusnya, orang yang pandai berbicara juga pandai menulis. Begitu pun sebaliknya.

Yang lebih kasihan lagi adalah orang yang tidak pandai menulis juga tidak cakap berbicara (seperti saya), haahahaaaaa…

Ketidakkonsistenan kita dalam berbahasa menimbulkan terjadinya kesalahan di sana-sini. Ada yang salah hurufnya, ada yang salah dalam penggunaan spasi atau jarak antara satu kata dengan kata berikutnya, dll.

Contohnya:

Apotek ditulis apotik.

Atlet ditulis atlit.

Kualitas ditulis kwalitas atau kwalitet.

Fotokopi ditulis foto kopi (ngapain kopi difoto-foto segala?)

Dipakai di luar ditulis di pakai diluar.

Antarkota antarprovinsi ditulis antar kota antar provinsi, bahkan disingkat menjadi AKAP.

Bolehkah kita menggabungkan atau merangkaikan istilah asing dengan istilah dalam bahasa Indonesia dalam satu rangkaian frase? Ataukah harus ditulis dalam dua bahasa yang berbeda secara terpisah?

Misalnya:

Jatim Park. Jatim kan menggunakan istilah Indonesia, yaitu Jawa Timur. Bukankah seharusnya ditulis secara bilingual, yaitu Taman Jawa Timur maupun East Java Park?

Ruang emergency. Bukankah seharusnya ditulis ruang gawat darurat maupun emergency room?

Ruang VIP. Bukankah seharusnya ditulis ruang untuk orang yang sangat penting maupun VIP room?

Kelas executive. Bukankah seharusnya ditulis kelas eksekutif maupun executive class?

Jika anda menggunakan pelembut pakaian Downy, cobalah anda perhatikan kemasannya. Di situ tertulis PARFUM COLLECTION. Bukankah seharusnya ditulis KOLEKSI PARFUM maupun PERFUME COLLECTION?

Pada kemasan sabun colek EKONOMI juga tertulis Sabun Cream. Bukankah sebaiknya ditulis Sabun Krim maupun Cream Soap?

Pada kemasan sampo Mustika Ratu tertulis Shampoo Teh Hijau. Bukankah seharusnya ditulis sampo teh hijau maupun Green Tea Shampoo?

Belum lagi masalah tata nama lembaga negara atau institusi pemerintahan yang penuh carut-marut dan ketidakjelasan.

BNN (Badan Narkotika Nasional). Kata “narkotika” bermakna negatif karena dianggap sebagai zat berbahaya yang jika disalahgunakan akan menimbulkan kecanduan dan kematian. Berarti seharusnya pada lembaga BNN ditambahkan kata yang bersifat negasi atau pengingkaran, misalnya Badan Pemberantasan Narkotika Nasional. Jika BNN hanya singkatan dari Badan Narkotika Nasional, maka seolah-olah BNN menangani segala hal tentang narkotika, mulai dari produksinya, pengedarannya, penyebarannya, jaringan mafianya, dll. Haahaaha…

Contoh yang benar adalah KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Kata korupsi bersifat negatif sehingga ditambahkan kata pemberantasan di dalam nama lembaga tersebut. Hal ini menurut saya sudah BENAR.

BKKBN tidak memakai huruf kapital?

Silahkan anda cari sendiri logo atau lambang BKKBN yang tertulis BkkbN. Mengapa hal ini bisa terjadi? Bukankah hal ini bertentangan dengan kaidah penulisan yang baik dan benar? Hingga saat ini jawabannya masih menjadi perdebatan tanpa kita tahu siapa dan apa yang mendasari penulisan tersebut.

Badan SAR Nasional (Basarnas) yaitu Badan Search And Rescue Nasional. Mengapa menggunakan kata Search And Rescue? Mengapa tidak dimurnikan saja dengan menggunakan bahasa Indonesia? Bukankah seharusnya menjadi Badan Pencarian dan Penyelamatan Nasional atau apa pun itu yang maknanya kurang lebih sama?

Siapa yang pantas untuk disalahkan dalam kejadian-kejadian tersebut di atas?

Yang pasti, kita akan selalu menunjuk orang lain atau pihak lain ketika ditanya kesalahan siapa. Sangat jarang ada yang berani menunjuk diri sendiri sebagai orang yang berbuat salah.

Dari sekitar seperempat miliar jumlah penduduk Indonesia, tidak adakah satu orang pun ahli tata bahasa yang mengambil tindakan nyata untuk memperbaiki semua kesalahan ini?

Di mana instansi atau lembaga yang bertanggung jawab mengawasi, mengoreksi, dan mengedukasi masyarakat supaya menggunakan bahasa persatuan ini sesuai dengan amanah Sumpah Pemuda tahun 1928?.

Tega sekali kita mengkhianati amanah para pendiri bangsa ini pada peristiwa Sumpah Pemuda? Kongres Sumpah Pemuda mengamanahkan kepada kita agar tidak hanya menjadikan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan saja, tetapi juga sebagai kepribadian bangsa yang harus kita jaga. 

Banyak sekali hal yang harus kita telaah lebih lanjut. Belum lagi masalah EJAAN YANG DISEMPURNAKAN (EYD) yang seharusnya dipahami oleh semua masyarakat kita, terutama masyarakat yang berpendidikan tinggi.

Ah… Jangankan masyarakat yang tidak berpendidikan, yang pendidikannya setinggi langit pun banyak yang kebingungan ketika disuruh menulis, pidato, atau berbicara dengan bahasa yang baik dan benar…

Tidak ada kata terlambat untuk belajar. Orang yang sudah setua saya pun masih awam sekali dengan tata bahasa yang baik dan benar. Saya juga yakin bahwa tulisan saya di atas masih banyak kesalahannya. Hal ini tidak terlepas dari ketidakpahaman saya dan kebodohan saya dalam berbahasa.

Mari kita sama-sama mengoreksi dan membenahi hal ini, agar kita bisa mengajarkan anak cucu kita untuk senantiasa menghargai tata bahasa sebagai aset bangsa dan nilai luhur warisan nenek moyang kita yang harus dijaga.

© The Famousz Gorgeousz

 

Sumber Ilustrasi

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun