Peningkatan jumlah kasus positif belakangan ini membuat gerah. Pemerintah akhirnya lempar jangkar sekali lagi setelah rakyat terlalu bias memaknai kelonggaran.
Kehidupan ini pada prinsipnya adalah pengulangan atas kejadian-kejadian serupa. Namun dengan narasi, situasi, dan peradaban yang berbeda. Tidak terkecuali pandemi sekarang ini.
Silahkan Anda klik link deskripsi dan baca untuk menjelaskan pernyataan saya mengenai repetisi pandemi.
Jujur saja sejak Juli 2020 saya pribadi sama sekali tidak mengikuti data pergerakan kasus pandemi di negeri ini. Mohon maaf saya sebut saja COVID-19Â dengan pandemi atau boleh dengan istilah "you know who".
Ada alasan dibalik saya berhenti menyebut dan berhenti pula mengikuti beritanya. Pertama, dalam kajian ilmu biologi ada satu bagian di otak kita yang dinamakan Recticular Activating System (RAS).Â
Reticular Activating System (RAS) ialah suatu bagian otak manusia yang berupa struktur longgar neuron yang menghubungkan jaringan saraf tulang belakang dan seluruh bagian otak.Â
RAS merupakan sekumpulan syaraf nuclei pada sumbu batang otak yang berfungsi menerima masukan informasi dari semua pancaindra dan dari bagian otak lainnya  dan menyaringnya.Â
Informasi yang relevan akan ditahan di otak sadar dan prasadar dikirim ke bagian alam bawah sadar. Tanpa disadari otak manusia dihujani dengan 11 juta informasi per detik.Â
Namun semua informasi itu disaring oleh RAS menjadi 7-11 informasi saja per detik yang diterima oleh otak karena dianggap penting.Â
Bahayanya adalah jika RAS Anda ijinkan untuk menerima informasi-informasi tertentu, maka kemungkinan besar seluruh hidup Anda akan dipengaruhi oleh informasi itu.Â
Jikalau impuls berupa informasi tersebut sifatnya menyenangkan, memotivasi dan membahagiakan tidak menjadi masalah. Tetapi jika informasi itu bersifat negatif serta destruktif maka dapat menimbulkan berbagai problem pikiran.
Lebih rawan lagi saat informasi itu berubah menjadi program bawah sadar. Siap-siap saja untuk menderita ketakutan, kekhawatiran, kegelisahan dan sebagainya. Secara tidak langsung Anda akan dikontrol oleh program-program yang merusak sistem kerja otak.Â
Kedua, dalam kajian fisika kuantum ada satu konsep yang disebut Law of Attraction (hukum tarik-menarik). Hukum ini bersifat universal dan merupakan salah satu hukum alam.Â
Artinya siapapun dapat merasakan dan siapapun tak bisa menghindar. Law of Attraction menjelaskan bahwa pada prinsipnya seluruh alam semesta bergetar pada konstanta getaran dengan frekuensi-frekuensi tertentu.Â
Apa yang kita pikirkan dan rasakan akan berubah menjadi gaya elektromagnetik yang mampu menarik segala hal sesuai dengan apa yang kita pikirkan dan rasakan itu.Â
Sebuah penelitian pernah dilakukan oleh Hans Berger (1924) seorang ilmuwan yang menemukan bahwa pikiran manusia itu dapat menghasilkan gelombang listrik (elektrik). Sedangkan perasaan manusia menghasilkan gelombang menarik (magnetik).
Alat pengukurnya disebut dengan Electroenchephalograph disingkat EEG. Ketika kepala seorang manusia dipasang alat ini kemudian disuruh berpikir dan membayangkan sesuatu, ternyata otaknya menampilkan aktivitas elektrik spontan.
Sifat dari gelombang tersebut sama dengan elektromagnetik. Jadi apapun yang Anda pikirkan dan rasakan dapat saja menarik hal-hal itu kedalam hidup Anda. Ingat bahwa alam semesta bergetar pada konstanta tetentu.
***
Saya cukupkan dua alasan itu saja karena sebenarnya masih banyak penjelasan dan mungkin bisa saya tulis dalam 3-4 artikel (hehe...). Saya berusaha menjaga pikiran dan perasaan positif sehingga tetap bisa produktif di tengah situasi yang penuh tantangan.
Pemahaman diatas menjadi penting bagi kita dalam mencermati fenomena yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Pada saat Anda salah dalam menggunakan RAS, maka akibatnya Anda berfokus pada hal-hal yang sebenarnya tidak Anda inginkan untuk ada.
Selain itu baik dan buruk pikiran serta perasaan Anda dapat saja dengan mudah menarik segala hal di alam semesta dan menjadi bagian dari hidup. Oleh sebab itu jika Anda menginginkan "you know who" itu musnah, maka hapus dia dari kamus kehidupan.
Pertama kali "you know who" itu datang ke Indonesia, sejatinya pemerintah sudah dengan sigap membentuk gugus tugas, kemudian mempersiapkan new normal hingga karantina wilayah.Â
Semua itu dilakukan tidak lain bertujuan untuk menekan jumlah penyebaran. Tolong Anda garis bawah kalimat menekan jumlah penyebaran bukan melawan atau bahkan menghilangkan.Â
Karena musuh kita tidak kasat mata. Bagaimana caranya kita melawan sesuatu yang tidak terlihat? Entah apakah itu "nature made disaster" atau "man made disaster" saya tidak mau terjebak pada dikotomi tersebut.Â
Tidak penting juga kita cari-cari tahu karena toh pada intinya pandemi ini eksis dengan segala bukti nyata serta fakta empirisnya. Justru akan lebih bijak jika kita bersama-sama menebarkan informasi dan hal-hal positif serta konstruktif.
Dimulai dari mengajak lingkungan terdekat kita untuk sadar melaksanakan protokol kesehatan. Nggak ada ruginya kok hidup bersih, sehat dan bahagia. Malah kita bisa menikmati hidup yang sebenarnya.Â
Inilah yang saya sebut dengan memfungsikan RAS secara ideal. Tidak terus-menerus menjadikan "you know who" topik utama. Namun lebih kepada bagaimana kita bersama-sama "menekan jumlah penyebaran".
Mungkin masyarakat sudah merasa jenuh atas kondisi ini sehingga banyak diantara mereka yang tidak tahan dan akhirnya berpasrah kemudian mengabaikan. Tidak menggunakan masker, tidak cuci tangan, masih sering berkerumun dan tidak menjaga jarak.
Namun perlu dicermati juga bahwa ternyata otoritas negeri ini sama abainya dengan masyarakat. Ketika jumlah kasus positif mengalami penurunan, jumlah kesembuhan lebih tinggi dari kematian bukannya berusaha untuk lebih menurunkan lagi tetapi justru digunakan sebagai momen menggelar pesta demokrasi.
Bukannya berusaha untuk memberikan kestabilan dengan terus mengingatkan, malah sibuk memberikan ijin-ijin pesta pernikahan. Betapa lucunya penguasa bangsa ini. Betul inilah Indonesiaku yang selalu mengedepankan prinsip "pemadam kebakaran" bukannya "sedia payung sebelum hujan".
Diatas hanya sebagian kecil contoh perilaku abai baik dari masyarakat maupun pemerintah. Imbasnya adalah kenaikan angka positif. Hal itu disebabkan lahirnya klaster-klaster baru di berbagai daerah.
Memang bukan tugas saya untuk menilai Anda semua. Tulisan ini hanya mengingatkan kita bersama agar lebih sadar dan mawas diri untuk saling menjaga. Karena bagaimanapun juga sekarang kita sedang ditengah pandemi. Adaptasi kebiasaan baru menjadi hal yang wajib dilakukan.
Sangat disayangkan mulai Senin tanggal 11 - 25 Januari 2021 justru kita semua harus kembali pada fase mundur bernama "Lockdown". Di berbagai daerah persiapan lockdown mulai dilakukan.Â
Mari kita semua mandiri dalam memperbaiki diri dengan menerapkan prinsip "4 M" agar lockdown tidak selalu menjadi opsi yang mesti terus-terusan di repetisi.
Menjaga Diri Sendiri
Menjaga Kebersihan
Menjaga Kesehatan
Menjaga Orang Lain
Akan sangat sulit untuk mengetahui apakah orang disekitar kita negatif atau positif. Oleh karena itu baiknya kita selalu menjaga jarak dengan orang lain dan memastikan selalu pakai masker.
Masker yang dipakai juga haruslah masker standar. Silahkan klik dan baca link deskripsi tentang Masker.
"Mari menjalankan protokol kesehatan dengan adaptasi kebiasaan untuk kebaikan"Â The Architect
-AP-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H