Mohon tunggu...
Anjas Permata
Anjas Permata Mohon Tunggu... Konsultan - Master Hypnotist

Trainer Hypnosis, Master Hypnotherapist, Professional Executive, Founder Rumah Hipnoterapi, Founder Mind Power Master Institute, Ketua DPD Perkumpulan Komunitas Hipnotis Indonesia (PKHI)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Saatnya Menanamkan Paradigma "Reinforcement" dalam Kegiatan Ospek

17 September 2020   15:12 Diperbarui: 17 September 2020   15:23 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hei... Fakultas Hukum, fakultas pilihanku...

Pantang mundur, mati sudah umur...

Fak Hukum... pilihanku

Lambangnya... lambangnya pedang dan timbangan

Dibawahnya... Brawijaya

Jaya... jaya... Fak Hukum Jaya...

Itulah lirik lagu mars fakultas hukum Universitas Brawijaya. Dua belas tahun yang lalu saya lantunkan ketika ospek bersama rekan-rekan angkatan 2008. Sepanjang hari kami wajib menyanyikan dengan lantang hingga akhirnya hafal diluar kepala.

Ospek atau sekarang lebih dikenal dengan sebutan PKKMB (Pengenalan Kehidupan Kampus Bagi Mahasiswa Baru) sebenarnya adalah suatu kegiatan yang sangat bermanfaat. Disebut demikian, karena ia menjadi program transisi kehidupan sekolah menuju kuliah. Dengan adanya ospek diharapkan mahasiswa dan mahasiswi baru (Maba) bisa lebih mudah dalam beradaptasi.

Namun di era pandemi sekarang ini, ospek turut bertransformasi menjadi kegiatan virtual. Tidak ada lagi keseruan lari-lari keliling kampus, meminta tanda tangan kakak tingkat, mengerjakan tugas kelompok di tengah lapangan dan lain sebagainya

Menurut pandangan saya pribadi, video yang saat ini menjadi trending di kalangan netizen tentang kegiatan PKKMB Universitas Negeri Surabaya (UNESA) masih bisa ditoleransi. Apa yang dilakukan oleh 'para senior' dalam video itu sebenarnya dalam batas wajar. 

Saya tidak menyaksikan adanya kekerasan verbal. Hal itu  merupakan upaya penegakan aturan namun dengan nada membentak sehingga terkesan mahasiswa barunya menjadi korban. Hanya saja karena kekuatan media sosial hari ini membuat apapun bisa jadi bahan untuk dikomentari dan viral.


Mungkin sebagian dari Anda sependapat, namun tidak sedikit juga yang memiliki pandangan berbeda dengan saya. Karena memang tindakan apapun yang disepakati sebagai bentuk perilaku negatif pasti memunculkan kontradiksi.

Baiklah untuk meminimalisir kesan negatif ospek, saya akan membahas bagaimana idealnya kegiatan tersebut bisa dilaksanakan dengan baik tanpa menimbulkan pro dan kontra ditengah masyarakat.

Pertama saya mulai dari tujuan diadakannya ospek. Seperti pembukaan awal, saya menyebutkan bahwa ospek merupakan program transisi. Lingkungan dan kehidupan sekolah tentu akan sangat berbeda dengan kehidupan kampus. Apalagi buat mahasiswa yang jauh dari rumah. Sangat penting untuk bisa beradaptasi menjadi pribadi yang mandiri dan tidak bergantung lagi dengan keluarga terutama orang tua.

Pembentukan mental dan karakter seperti ini dapat menghasilkan mahasiswa yang tangguh, pemberani dan percaya diri. Dengan begitu masa perkuliahan dapat dilewati dengan baik. Bagaimanapun juga kita harus tetap memupuk semangat dan optimisme bahwa kondisi pandemi ini berakhir serta keadaan pulih kembali. Sehingga kegiatan pendidikan juga dapat dilaksanakan dalam situasi normal.

Kedua mengenai metode ospek. Kegiatan-kegiatan semacam ospek dan MOS (Masa Orientasi Siswa) cenderung banyak disalahartikan sebagai ajang perploncoan. Warisan pengalaman turun-temurun semakin mengesahkan tindakan senior kepada junior. Apabila hal ini dibiarkan, maka efek terburuknya bisa saja menimbulkan korban.

Saya akan coba menjelaskan metode ospek dengan pendekatan "Reinforcement"

Salah satu tokoh psikologi terkenal yang mendedikasikan hidupnya untuk mempelajari konsep perilaku manusia adalah Burrhus Fredric Skinner (akrab dipanggil B.F Skinner). Dia adalah tokoh yang mempopulerkan teori "Reinforcement". Skinner meyakini bahwa setiap manusia bergerak karena mendapatkan rangsangan dari lingkungannya.

Stimulus yang didapatkan menjadi faktor penentu seseorang bertindak atau berperilaku. Akibat dari stimulus tersebut jika berpengaruh terhadap peningkatan frekuensi tindakan maka disebut sebagai "Reinforcement" (Penguat). Oleh sebab itu, perilaku menjadi objek yang bisa diamati dan dimodifikasi. 

Sebagai contoh, ada seorang anak kecil minta dibelikan kue kepada ibunya. Kemudian ibu si anak membelikan kue yang diminta. Jika si anak kembali terus menerus minta dibelikan kue yang sama maka kue itu menjadi stimulus perilaku 'minta dibelikan'. Sedangkan tindakan ibu membelikan kue menjadi penguatnya (reinforcement).

Masalahnya adalah rangsangan atau stimulus itu ada dua jenis yakni stimulus positif dan stimulus negatif. Dilihat dari kata negatif dan positif berarti stimulus negatif adalah rangsangan yang dapat menjadi penyebab perilaku negatif. Begitu pula sebaliknya stimulus positif adalah rangsangan yang dapat menyebabkan perilaku positif.

Contoh stimulus negatif, semalam si Ucok tidak belajar dengan baik sehingga pada saat ujian kelas ia tidak bisa mengerjakan soal-soal dari gurunya. Karena tidak bisa mengerjakan soal akhirnya Ucok melakukan tindakan mencontek.

Kesulitan Ucok dalam mengerjakan soal disebut dengan stimulus negatif. Sedangkan mencontek adalah perilaku negatif yang dilakukan Ucok karena dia tidak bisa mengerjakan. Jika sudah seperti ini apa yang seharusnya dilakukan?

Diatas saya sudah menyinggung tentang modifikasi perilaku. Nelson Jones dalam bukunya "behaviour modification" mengatakan bahwa 

"jika kita ingin mengubah suatu perilaku yang bertentangan maka cara paling efektif adalah dengan memodifikasinya"

konsep modifikasi perilaku. sumber : olah pribadi
konsep modifikasi perilaku. sumber : olah pribadi

Penjelasan sederhananya ketika ada perilaku yang diamati dan perilaku tersebut dinilai tidak adaptif atau menyimpang, maka bisa dilakukan sebuah intervensi yang disebut dengan modifikasi perilaku. Penyimpangan yang dimaksud disini tentu didasarkan atas konsensus yang sudah terbentuk sebelumnya. Ada banyak sekali cara untuk memodifikasi perilaku misalnya dengan Counselling, Coaching, Mentoring, Punishment dan Reinforcement. 

Bagaimana Reinforcement itu dijalankan?

Reinforcement adalah suatu proses dimana perilaku diperkuat oleh konsekuensi yang segera mengikuti perilaku tersebut. Saat terjadi penguatan maka perilaku itu akan cenderung muncul kembali di masa yang akan datang.

Modifikasi perilaku menggunakan metode Reinforcement dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama disebut Positive Reinforcement yakni memberikan penambahan stimulus dengan tujuan perilaku yang diperkuat semakin meningkat intensitasnya. Kedua disebut Negative Reinforcement yaitu mengurangi atau menghilangkan stimulus dengan tujuan memperkuat perilaku.

Dalam konsep self development kita mengenal istilah Reward and Punishment. Simpelnya Positive Reinforccement selayaknya kita memberikan reward atau hadiah sedangkan Negative Reinforcement seperti memberikan punishment atau sanksi.

Namun perlu dipahami bahwa pada dasarnya hampir semua manusia didunia ini benci dengan hukuman. Punishment yang berlebihan justru dapat menimbulkan dampak negatif sebagai berikut :

  • Kebencian dari terhukum kepada pemberi hukuman.
  • Tidak memberikan perubahan apa-apa karena orang hanya cenderung menghindari hukuman bukan memahami alasan mengapa ia dihukum.
  • Hukuman hanya mengejutkan sesuatu yang tidak pantas tetapi tidak mengajarkan sesuatu yang pantas.

Reinforcement. sumber : olah pribadi
Reinforcement. sumber : olah pribadi

Kebanyakan tapi tidak semua kegiatan ospek menonjolkan sisi Punishment. Kembali pada poin tujuan diadakannya ospek adalah sebagai sarana transisi untuk pembentukan mental dan karakter mahasiswa. Mari kita garis bawahi kata pembentukan yang memiliki makna development bukan sarana menghakimi kesalahan dengan berbagai hukuman.

Paradigma Reinforcement khususnya Negative Reinforcement tujuannya bukan hanya mengukum sebuah perilaku salah. Tetapi lebih bertujuan kepada menghilangkan stimulus negatif agar menguatkan perilaku yang positif.

Misalnya, bayangkan Anda sedang sakit maag. Kemudian ada teman yang membawakan obat. Anda disuruh minum obat itu sehari tiga kali. Setelah selesai menjalankannya Anda merasakan perut yang sudah terasa enak dan tidak sakit lagi. 

Suatu hari sakit maag Anda kambuh maka yang akan Anda lakukan tentunya membeli obat yang sama dan meminumnya sehari tiga kali. Perilaku membeli obat dan meminumnya sehari tiga kali Anda lakukan karena hal itu memberikan kesembuhan dan menghilangkan rasa sakit.

Oke sekarang mari kita pakai contoh video PKKMB Fakultas Ilmu Pendidikan UNESA. Dalam video berdurasi 30 detik tersebut ada beberapa orang mahasiswa yang marah kepada mahasiswa baru karena tidak memakai ikat pinggang. Bahkan ada pula yang membentak dan meneriaki atas kesalahan dua orang mahasiswa baru tersebut.

Apa yang dilakukan oleh mahasiswa adalah perwujudan dari sanksi lisan. Karena paradigma ospek yang digunakan adalah ajang untuk hukum menghukum maka terkesan tidak terlihat adanya nilai manfaat. Kalau bicara fairness nya sih... kan itu cuma penggalan video. Kita sama-sama tidak tahu setelah aksi bentak-membentak apakah ada aksi lanjutan yang bisa jadi bermakna positif.

Mungkin saran saya untuk kejadian dalam video tersebut, para senior bisa lebih elegan dalam mendisiplinkan adik-adiknya. Tonjolkan semangat kedisiplinan bukan menguliti kesalahan 'ikat pinggang'. Misalnya dengan memberikan tugas ekstra kepada mahasiswa baru yang dianggap melanggar tata tertib. 

Sehingga pikiran bawah sadarnya akan merespon bahwa tindakan tidak memakai ikat pinggang adalah perilaku yang tidak adaptif alias menyimpang dari aturan. Dan oleh karenanya ia mendapatkan efek berupa penambahan tugas yang lebih banyak. Akibatnya di kemudian hari tidak akan mengulangi kesalahan yang serupa.

Jadi kalau sekarang kita menghakimi panitia PKKMB UNESA dengan komentar-komentar bernada sarkastik kok menurut saya kurang tepat. Nah bagi teman-teman mahasiswa yang sekarang jadi panitia PKKMB dimanapun Anda berada, yuk kita ubah paradigma ospek menjadi ajang untuk pembentukan mental dan karakter. 

Gunakanlah metode Reinforcement diatas. Ospek tidak lagi dipandang sebagai sarana perploncoan namun lebih diartikan proses adaptif Mahasiswa baru.

"Kalaupun harus membenci maka bencilah perilakunya bukan membenci orangnya" The Architect

-AP-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun