Penyesuaian Secara Berbudaya
Nah kini Pertamina dihadapkan oleh kerugian akibat subsidi Gas Elpiji semakin membengkak karena ketergantungan dari Negara lain. Dari sisi kewajiban Pertamina meng import Gas Elpiji guna menyiapkan persediaan agar dapur rakyat terus berasap.Disisi lain rakyat dalam menuntut hak warga negara, patut juga paham bahwa ada istilah gotong royong guna menanggung beban subsidi itu secara bersama.Tentu saja komunitas rakyat harus dibedakan pada tingkatan ekonomi pada tataran ekonomi menengah keatas dan ekonomi menengah kebawah.
Perbedaan berat dan isi tabung Elpiji yang dilakukan Pertamina sebenarnya mempunyai aspek keadilan proposional.Berdasarkan data hanya 16 % konsumen yang menggunakan tabung Gas Elpiji 12 Kg. Selebihnya rakyat menggunakan tabung Gas Elpiji 3 Kg. Artinya beban kenaikkan harga tidak menyentuh konsumen kelas menengah kebawah. (Lucunya) Sebagai makhluk yang berakal, konsumen kelas menengah keatas terkadang lupa bahwa dia sudah menaikkan gengsi sendiri ketika memutuskan memakai Gas Elpiji 12 kg, namun masih juga memburu Elpiji 3 Kg..
Agak sulit juga menyadarkan kalangan menengah keatas itu terkait penyesuaian harga Elpiji 12 Kg.Walaupun Pertamina telah berbusa busa menyampaikan sosialisasi melalui media bahwa penyesuaian harga itu berupa kontribusi warga mampu untuk menanggung beban ekonomi makro, tetap saja gerakan penyadaran itu tidak menuai hasil atau tidak mempan. Kenyataan yang berkembang di masyarakat, perbedaan harga dijadikan alasan utama nyonya besar nyonya kaya untuk memburu Gas Elpiji 3 kg yang sebenarnya hak saudaranya berstatus dhuafa.
Mari Bermain di Gengsi
Saya sangat suka dengan karikatur Pertamina yang “ menyindir” konsumen bergengsi masih juga tidak malu malu menggunakan Gas Elpiji 3 kg. Sebenarnya sindiran itu bisa lebih bermanfaat apabila Pertamina memainkan gengsi nyonya besar dengan kiat kiat berikut ini. Budaya gengsi adalah keniscayaan yang melekat kepada seorang manusia yang berbanding lurus dengan jumlah harta yang dimiliki. Faktor gengsi ini bisa di main kan dengan cara memoles (me reformasi ) sedikit tampilan Tabung Gas Elpiji 12 kg.
Maksud saya begini. Pertamina sebaiknya membuat terobosan baru dengan cara mendesain tabung Gas Elpiji 12 kg dengan desain kualitas super lux. Desain lux dan mewah akan menjadi ukuran gengsi ketika tabung gas tersebut di hadirkan di dapur orang kaya yang serba modern.Artinya Tabung 12 kg harus sebanding bentuk, warna dan chasing nya dengan dapur mewah sang juragan. Warga dengan status kelas menengah keatas merasa bangga memperlihatkan kepada tamunya bahwa dia mempunyai peralatan tabung gas yang didesai super mewah.
Ketika tabung super lux di beli pada agen agen tertentu atau dengan cara menggunakan jasa pengangkutan maka akan terlihat oleh masyarakat banyak bahwa tabung itu memang pantas masuk kerumah saudara saudara yang mendapat limpahan rezeki berlimpah.Analog ini berangkat dari pemikiran bahwa mobil mobil mewah nyonya besar (kaya) meningkatkan gengsi siempunya.Mana mau mereka menggendarai mobil kualitas standard yang dipakai khalayak ramai.Gengsi dong. Ada waktunya nanti kita akan mendengar pernyataan : ” Mana mau Nyonya besar menggunakan Tabung Gas 3 kg, Gengsi donk !.
Menuju Gas Elpiji Non Subsidi
Untuk lebih memberikan nuansa beda nyata antara kemewahan ( super lux) tabung 12 kg dengan saudaranya tabung Gas Elpiji 3 kg maka perlu ditambah satu kiat lagi ( tetapi mohon maaf ini rahasia antar saya dan Pertamina) . Kiat itu begini : ada baiknya tabung elpiji 3 kg yang berwarna unik itu diturunkan sedikit saja kualitas atau chasing nya.Masudnya tidak lain agar para nyonya nyonya besar merasa malu apabila tabung 3 kg yang jelek dan muram dan kusam bermukim didapur mewahnya.Inilah salah satu kiat nyeleneh (out of box) yang mungkin bisa dijadikan pertimbangan bagi Pertamina agar proses tahapan kenaikan harga elpiji 13 kg di kemudian hari tidak menimbulkan gejolak berkepanjangan karena hilangnya migrasi dari tabung Gas Elpiji 12 Kg ke 3 Kg.