Cerita Minggu Pagi 94
Bu Benny tetanggaku ketika masih di Semarang. Wanita yang masih tampak cantik dengan selalu berkebaya itu menelpon dan mengajak untuk buka bersama di sebuah tempat yang belum pernah kami jadikan tempat pertemuan.
"Tempatnya asyik, ada danaunya," katanya meyakinkan. Â "Ini akan mengingatan njenengan, Dik."
Di mana tempat makan yang ada danaunya di Jakarta? Sedikit ingatanku akan tempat mengudap yang tak biasa. Mungkin di sekitar Jakarta Timur. Cibubur. Seingatku, itulah tempat yang dimaksud. Itu tak jauh dari rumahku yang berada di bilangan Jati Asih.
"Oh, bukan," tegas Bu Benny ketika aku menyebutkan tempat yang ditawarkan itu.
"Pokoknya, nanti Dik Ning aku jemput. Di pintu tol Jati Asih."
Tak apalah. Hitung-hitung sebagai sebuah acara selingan. Karena sudah setengah bulan lebih, aku disibukkan dengan urusan rumah. Jangan lagi acara buka bersama, dari siapa pun yang mengajak atau mengundang. Puasa di rumah dan mengurus cucu sejak dititipi cucu pagi hari hingga matahari surup. Sedangkan acara buka bersama Bu Benny itu diadakan pada hari Sabtu. Di mana cucu akan diurus ibunya, anakku yang libur kerja.
Aku menunggu di pintu tol Jati Asih, tak jauh dari Kantor Jasa Marga. Diantar oleh anakku dengan sepeda motor dari arah belakang pintu tol yang tampak dari rumahku.
"Bu Benny ngerti saja mencari tempat acara berbuka bersama," aku membatin. Tempat yang disebutnya akan mengingatkanku. Di mana? Ah, ya di Semarang barat menuju Kaliwungu. Tempat di tikungan yang tak terlalu ramai, ketika jalan tol Jawa belum jadi.
Di mana di dekat kasir ada kelompok pengamen khusus dengan lagu-lagu Jawa, keroncong dan campursari. Pada siang, menggenapi acara makan di tempat dengan danau seperti itu.