Wanita muda mungkin lebih muda setahun-dua dariku itu tampak ragu. Meski akhirnya memberi gambaran kebun strawberry di selatan Ciater itu. Walaupun wajahnya tampak kurang ceria seperti tadi saat bercerita tentang orang-orang Lembang yang mulai berkebun strawberry. "Jangan bilang dari saya, ya Mbak?"
"Beres!"
Kuluncurkan mobil ke arah selatan. Kulewati tikungan Tangkuban Perahu. Kulampaui Ciater yang semalam kukunjungi untuk berendam air hangat di sana. Dan tak lama terhampar pemndangan padang luas. Di mana tertera sebuah ranch dan dari kejauhan ada kuda. Mungkin ada ringkiknya. Hanya samar-samar kudengar, saat jendela kaca kuturunkan. Menikmati semilir angin pagi menjelang siang.
Laju mobil mulai kepelankan. Hamparan strawberry mulai kulihat. Di mana dia?
"Sriiit ...!" aku mengerem mobil ketika kulihat Donny sedang berbincang dengan beberapa orang. Sementara sebagian mengangkut buah merah manis-anis asam yang ada di keranjang ke bak mobil yang tadi dikendarai Donny.
"Selamat siang ...," sapaku, seolah-olah tidak untuk dipersalahkan ketemu dengannnya.
"Oh, Mbak Ella. Selamat pagi. Ini masih good morning, masih pukul sepuluhan. Eh, malah kurang," sambutnya seraya melihat jam dari HP-nya.
Sialan! Dia kenapa jadi lebih Ok, ya? Seperti lebih pede. Jarak hanya berbilang sepelemparan batu dari hotel tempatku menginap dengan Kebun Strawberry di selatan Ciater, kenapa membuatnya berubah?
"Ada yang bisa saya bantu? Bagaimanapun, Mbak Ella tamu di tempat kami," katanya seperti ingin menetralisir keadaan saltingku. Mana enak memburu orang yang diburu secara diam-diam, dan kemudian menjadi salah tingkah karena ketahuan? Sangat tidak Ok.
"Sedang apa di sini, Don?" sapaku enteng. Dienteng-entengkan.
"Ya, bagaimana sih seorang ...."