Cerita Minggu Pagi 79
Pulang dari Senen. Badan terasa lelah. Setelah mandi, dan salat Isya, tidur. Tak hirau dengan perebutan juara ketiga Piala dunia. Baru terjaga ketika ada hujan.
"Bukuuu ...!" seruku.
Bergegas ke garasi, di mana buku-buku belum kuturunkan dari kendaraan. Aku hafal betul bagian mana yang bisa diterobos air hujan dari atap garasi yang kerap ditibani mangga. Sedangkan mobil yang kugunakan untuk mengangkut buku ada di bak terbuka yang memang sudah ditutupi terpal plastik biru.
Hujan reda sebelum membereskan atau memundurkan mobil berisi buku yang akan dipak dan dikirim ke Pekanbaru.
"Alhamdulillah," desisku. Karena hanya sebentar hujannya. Meski sempat cemas, menyesalkan kenapa musim kemarau masih ada hujan.
Pagi ini, aku ke Bandung. Untuk sebuah acara ke Saung Angklung Ujo. Di mana aku janjian dengan R. Ia ikut sebagai salah satu peserta yang akan ke London dan beberapa kota Eropa. Dalam beberapa hari.
"Abang datang, kan?" sebuah pesan WA masuk ketika kereta melewati Purwakarta.
"Ya."
Dan aku tak sabar. Untuk melihat kali ini R menjadi salah satu gadis sebaya peserta lai untuk tampil memainkan angklung di luar negeri. Meski rata-rata baru belajar kurang dari sebulan.
"Main angklung itu gampang," kata Mang Didi, salah seorang pengurus di kompleks kesenian musik bambu itu. Di mana tiap ukul 15.30 ada pertunjukan. "Dalam hitungan jam, seseorang bisa."