Pulang ke kotamu/ ada setangkup ....
Memilin-milin hati, ketika menjadi back sound di Ngasem sesiangan-sore hingga ada Jazz Mben Senen yang melantun lagu-lagunya mampu menggoyang-goyangkan kepala atau jempol, hehehe. Mestinya, ini diperbanyak untuk musik dengan improvisasi dan harmoni di Bumi Mataram – sebelah belakang Ngasem itu Tamansari, lho ya. Masih kawasan Kraton Ngayogjokarto Hadiningrat.
Trus inyong ngikuti dengan hati kebat-kebit. Ndak punya tambatan hati, sih. Kalau ada, coba! Wiiiih. Gadis tak langsing – yang langsung dan rada-rada semlohai – pun gak apa. Asal bibirnya kayak Farah Fawcett itu lho! Tipis dan basah. Yang bisa nembang dengan suara merdu: Oh, aku rinduuuu ...!
Jeda!
Maghrib, dan lampu-lampu berpendaran, spotlight di panggung pun mulai berkelok-kelok. Sebagian penonton sudah di amphi theatre – kira-kira gitu, deh! – menghadap ke panggung yang masih diisi dengan kocak tapi gurih kata-katanya. Ya, ya ya Sang Pembaca Acara laki-laki itu terus seronok menggoda mereka yang akan menerima hadiah dari Kompasiana. Satu tas kain putih.
Cengar-cengir dia! Tak dia saja yang dikerjain. Namun ketika dua wanita muda – mahasiswi yang naik ke panggung – tak lepas dari sentilan-sentilan khas Jogjanan. Hingga Jogja Hip Hop ...yang mampu menggerakkan penonton, tak cuma yang ikut berpatisipasi dalam ICD seperti awal lirik lagu yang inyong kutip.
Jogja ...Jogjaaa ....Jogja Istimewa!