Gadis itu tersenyum.
“Kan Tante Catherin yang menyebutkan. Ah, kenalan dulu. Saya Ngesti.”
Keduanya bersalaman. Bahkan kemudian Ngesti minta ijin duduk di situ. Henny mana bisa menolak pada gadis cantik berhidung bangir itu. Apalagi kemudian menemaninya, meski menolak diajak makan bareng.
“Nanti kita kalau Tante eh, mamamu ke seminar di Bulaksumur UGM, kita main-main ke Malioboro. “
“Siiip!” jentik Henny. “Itu yang kutunggu-tunggu. Kalau di sini sendirian, kan tidak enak. Bosan. Dari sini tidak jauh, ya?”
“Nggak. Kita naik becak saja.”
Siapa sangka Henny dapat teman seenak Ngesti. Selain cantik, pintar. Bahasanya halus dan tertata.
“Kalau aku ya beginilah, Ti. Banyak omong hahaha.”
Ngesti tertawa.
“Kalau yang lebih halus lagi, ya mereka yang ada di Keraton. Kita nanti ke sana.”
Lagi-lagi Henny menyambut senang. Ia tak perlu susah-susah untuk mencari pemandu selama ia di Jogja. Semula ia merasa keberatan diajak Mama. Apalagi kalau Mama harus sibuk acara seminar di Kota Pelajar itu. Jika ia bersedia ikut, karena di Manado sana sendirian. Kedua kakaknya selau punya acara masing-masing. Sedangkan ia liburan tak punya acara yang bisa membuatnya bergembira. Apalagi mendapatkan acara seru dan baru.