Kali ini Tigor dan Kromodongso yang saling pandang. Ndak nyangka kalau Asep yang lebih seneng dengan wayang golek itu ngerti siapa Robert deNiro.
“Untuk aktor bunglonnya, ya. Tapi untuk kali ini ia sebagai pencundang. Dan ditekuk oleh Alfa cino.”
“Al Pacino!” sergah Kromodongso. “Ndak usah didramatisir.”
Perbincangan menjadi ngelantur ke mana-mana dan kembali ke teroris yang kemudian mereka tahu bernama Afif. Bertopi nike, berjeans, berkaos, sepatu biru olahraga dan senjata pistolnya. Yang meyakinkan adalah manuvernya di tengah Jalan jantung kota itu, Jalan Thamrin. Itu yang mengingatkan Kromodongso dan Tigor pada aksi dalam film Heat yang mempertemukan aktor-aktor kelas Oscar.
“Lihat saja latar belakangnya, segerombolan orang melihat aksi si Afif!” tandas Tigor.
“Itu jadi seperti panggung Afif.”
“Persis, Kromodongso!” jentik Tigor.
Tigor dan Kromodongso asyik mendeskripsikan adegan-adegan dalam film itu. Juga melihat aksi gerakan Afif layaknya seorang pemeran nan meyakinkan. Ekspresi dan gesturnya. Ah! Namun mereka baru sadar ketika Asep dan Daeng saling tuduh soal sepele. Siapa yang kentut?
“Kita sudah damai. Kok masih saja ada bom …!” seru Asep.
Keduanya, Asep dan Daeng seru saling tuding perihal angin busuk itu. Bahkan kemudian memuncak. Sampai keduanya sama-sama berdiri. Seperti mau saling baku.
“Sudaaah …!” lerai Kromodongso.