Penyintas Bom Bali
Bagaimana pula dengan para korban keluarga setelah kejadian Tragedi Kemanusiaan itu berlalu selama 20 tahun?.
Akibat tindakan yang tak berprikemanusiaan yang dilakukan oleh para teroris, banyak anak  korban Bom Bali yang sampai hari ini tidak memiliki ayah ataupun ibu, alias dengan julukan sebagai anak Yatim atau anak Piatu.Â
Sampai kapan mereka akan menyandang predikat itu? Sampai akhir hayat hidup mereka. Bagaimana pertumbuhan kehidupan mereka sejak ditinggal oleh ayah atau ibu yang menjadi korban keganasan bom 20 tahun yang lalu? Â
Tak banyak orang yang tahu dan mengerti bagaimana mereka bertumbuh secara fisik maupun mental akibat ditinggal oleh ayah ataupun ibu mereka. Mereka bertumbuh dengan  trauma yang mendalam dan kegetiran yang masih melekat di dalam diri mereka dengan orang tua tunggal. Mereka bertumbuh secara fisik dan mental tanpa kasih sayang dari salah satu orang tua seperti anak-anak kebanyakan (baca: ayah atau ibu).
Jika ditinjau dari pengetahuan sikologi, banyak masalah yang terjadi kepada sosok sseseorang yang diasuh oleh orang tua tunggal (single parents), baca: Kesehatan mental remaja, anak dibersarkan tanpa ayah
Jika hal seperti ini terus terjadi di lingkungan ataupun  negeri kita, bagaimana kualitas generasi penerus bangsa kita nantinya? Memang jumlah anak korban Bom Bali jika dibandingkan dengan jumlah anak di Indonesia tidaklah sangat berarti. Tetapi bagaimana dengan jumlah anak anak korban terorisme di seluruh Indonesia?
Menjadi orang tua tunggal  (single parent)  setelah tragedi Bom Bali bukanlah menjadi hal yang mudah bagi setiap ibu/istri atau ayah.suami yang menjadi korban. Kala itu banyak istri/ ibu atau suami/ayah yang tidak siap ditinggal mati oleh suami atau istri mereka.
Dengan keterbatasan kemampuan, mereka mencoba secara perlahan untuk bangkit walaupun masih dalam rasa trauma yang sangat mendalam. Mereka yang tadinya hanya mengandalkan suami sebagai sosok yang menafkahi keluarga, setelah ditinggal mati mereka mencoba untuk menambah kemampuan untuk bisa mendapatkan uang dalam memenuhi kebutuhan di dalam rumah mereka.Â
Kala itu banyak diantara mereka yang mulai belajar untuk menjadi penjahit, guru, dan pedagang. Demikian pula para suami/ayah yang tidak siap dtinggal mati oleh para istri untuk membesarkan anak-anak mereka. Tidaklah mudah bagi yang setiap penyintas yang masih mengalami trauma untuk mendidik anak-anak mereka yang juga masih menyisahkan trauma yang mirip seperti yang mereka rasakan. Â
Penyintas Bom Bali setelah 20 Tahun