Sebenarnya tidaklah terlalu berat jika Kementerian BUMN mau bersungguh sungguh dan serius mengelola BUMN yang ada agar mampu memberikan devisa dan berkontribusi pada pendapatan negara. Sebagaimana pernah ditargetkan bersama sama, kita berharap pada tahun 2024 yang akan datang, BUMN dapat menjadi perusahaan yang mandiri dalam permodalan dan tidak lagi mengharapkan adanya PMN yang dialokasikan dari APBN.
Target target penerimaan negara ini sudah ditetapkan dan diharapkan mampu direalisasikan oleh puluhan BUMN yang ada saat ini. Pada tahun 2022, diharapkan BUMN mampu menyetor deviden sebesar Rp34 Triliun. Lalu naik menjadi Rp43 Triliun di 2023 dan pada tahun 2024 target penerimaan negara dari deviden BUMN menjadi Rp56 Triliun.
Dalam bahasa sederhana saja, BUMN yang ada saat ini seharusnya mampu menjadi kontributor bagi kesehatan keuangan negara dengan menyumbang pada APBN, bukan malah mengambil APBN.
Jangan Jadi Beban APBN
Rencana Menteri Erick yang meminta tambahan PMN pada beberapa BUMN memang tidak salah, apalagi usulan itu disampaikan kepada DPR dalam forum yang memang sah dan sesuai dengan alurnya. Akan tetapi tentu kita harus melihat seberapa jauh urgensinya. Seberapa penting penambahan modal itu diberikan kepada BUMN yang ada dan apa dampak serta feedback bagi penerimaan negara jika PMN itu disetujui dan dicairkan.
Saya berandai andai, jika uang trilyunan yang dialokasikan serta dicairkan untuk BUMN itu diberikan kepada sektor yang jauh lebih membutuhkan tentulah akan jauh lebih bermanfaat. Saya berharap setidaknya dalam tulisan ini, BUMN Â janghanlah sampai menjadi beban bagi APBN. BUMN justru harus mampu memberikan kontribusi positif bagi APBN itu sendiri.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI