Kementerian Keuangan direncanakan akan kembali mengucurkan dana Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada empat BUMN antara lain PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero)/IFG, PT Aviasi Pariwisata Indonesia (Persero)/InJourney, PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) dan PT Rajawali Nusantara (Persero)/ID Food pada akhir tahun ini. Namun disebutkan pencairan dana tersebut sangat tergantung pada diskusi antara ke empat BUMN dengan Komisi XI DPR RI.
Sebelumnya, dalam rapat Komisi VI DPR RI dengan Menteri BUMN Erick Thohir pada awal Juli silam, telah terjalin kesepakatan dan persetujuan untuk melakukan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp5,7 Triliun yang bersumber dari alokasi Cadangan Pembiayaan Investasi APBN Tahun Anggaran 2023 kepada empat BUMN.
Tentu saja menarik untuk dibahas terkait rencana pencairan dana tersebut dan juga persetujuan Komisi VI DPR RI tentang pengambilan keputusan terkait usulan PMN yang bersumber dari alokasi cadangan pembiayaan investasi APBN Tahun Anggaran 2023 tersebut. Sebagaimana diputuskan, PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero)/IFG memperoleh porsi sebesar Rp 3 triliun untuk penyelesaian pengalihan polis Jiwasraya. Lalu, PT Aviasi Pariwisata Indonesia (Persero)/InJourney sebesar Rp1,19 triliun untuk pembangunan infrastruktur KEK Mandalika dan Sanur, PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) sebesar Rp1.000 Miliar dalam rangka Risk Mitigation perusahaan reasuransi dalam negeri dan PT Rajawali Nusantara (Persero)/ID Food sebesar Rp500 Miliar dalam rangka investasi dan modal kerja.
Beberapa waktu sebelumnya, saya juga mengajukan pendapat terkait persetujuan pencairan Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada BUMN tersebut. Hal ini sesuai dengan tugas pokok dan fungsi saya sebagai anggota DPR karena sebelumnya, pada tahun 2022 silam, Menteri Negara BUMN (Meneg BUMN) Erick Thohir juga meminta penambahan alokasi dana dalam rangka Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 7,88 triliun kepada Kementerian Keuangan melalui Komisi VI.
Menteri Erick pada waktu pelaksanaan RDP tersebut menyampaikan bahwa dana trilyunan itu akan digunakan untuk penyelesaian Proyek Strategis Nasional (PSN) dan dukungan keberlangsungan BUMN yang sudah beroperasi selama ini. Menariknya, Menteri Erick juga memaparkan bahwa pihaknya sudah berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan bahwa cadangan dana investasi dapat diperoleh sebesar Rp 5,7 triliun.
Saya hadir dalam kedua rapat tersebut dan mengikuti poin demi poin yang disampaikan oleh Menteri Erick dihadapan Anggota Komisi VI DPR. Tentu saja ini menjadi  menarik untuk dibahas. Permintaan ini menjadi paradoks karena pada saat bersamaan kami dari Komisi VI tengah mengkritisi permintaan PMN sebesar Rp. 67,82 Trilyun yang diajukan oleh Kementerian karena ada indikasi dan dugaan bahwa beberapa BUMN dinilai tidak layak mendapatkan suntikan modal negara.
Sangat menjadi hal yang perlu dipertanyakan bahwa disaat kita tengah meminta kementerian untuk menyusun strategi dan rencana guna mempersiapkan agar BUMN tidak menerima PMN lagi justru yang terjadi adalah usulan penambahan modal. Dalam pandangan sederhana, BUMN seharusnya menjadi unit usaha negara yang memberikan manfaat penuh bagi peningkatan devisa negara.
Kementerian BUMN seharusnya memahami bahwa saat ini beban APBN sudah sangat berat dan tidak akan sanggup lagi menanggung beban subsidi yang terlalu besar meski pemerintah sudah menaikkan harga bahan bakar minyak seperti Pertalite, Solar dan berbagai jenis BBM lainnya.
Terkait pemberian tambahan dana ini, saya sangat berharap pemerintah mampu bersikap bijak dan dalam menentukan skala prioritas proyek termasuk BUMN yang mendapat pendanaan. Sehingga, dengan sumber daya pendanaan yang sangat terbatas, pemerintah mesti terbiasa berpikir objektif, efektif, efisien dan tepat guna dalam mengelola anggaran.
Pemerintah harus berhitung dengan cermat terkait biaya dan dana yang diinvestasikan kepada BUMN dan investment revenue yang dihasilkan dari penanaman modal dimaksud. Jika melihat kinerja BUMN tersebut selama ini, baru sebagian kecil BUMN yang bisa memberikan kontribusi positif bagi pendapatan negara. BUMN itu antara lain 1).Pertamina yang menyumbang deviden sebesar Rp81,61 T, 2).Telkom sebesar Rp52,31 T, 3).Bank BRI sebesar Rp41,91 T, 4).Bank Mandiri sebesar Rp33,59 T, 5).PLN sebesar Rp25,74 T, 6).Perusahaan Gas Negara sebesar Rp15,98 T, 7).Bank BNI sebesar Rp 14,81 T, 8).Pupuk Indonesia sebesar Rp12,14 T, 9).Semen Indonesia sebesar Rp 6,79 T dan terakhir adalah Holding BUMN Tambang yaitu Mind ID sebesar Rp5,53 T.
Sebenarnya tidaklah terlalu berat jika Kementerian BUMN mau bersungguh sungguh dan serius mengelola BUMN yang ada agar mampu memberikan devisa dan berkontribusi pada pendapatan negara. Sebagaimana pernah ditargetkan bersama sama, kita berharap pada tahun 2024 yang akan datang, BUMN dapat menjadi perusahaan yang mandiri dalam permodalan dan tidak lagi mengharapkan adanya PMN yang dialokasikan dari APBN.
Target target penerimaan negara ini sudah ditetapkan dan diharapkan mampu direalisasikan oleh puluhan BUMN yang ada saat ini. Pada tahun 2022, diharapkan BUMN mampu menyetor deviden sebesar Rp34 Triliun. Lalu naik menjadi Rp43 Triliun di 2023 dan pada tahun 2024 target penerimaan negara dari deviden BUMN menjadi Rp56 Triliun.
Dalam bahasa sederhana saja, BUMN yang ada saat ini seharusnya mampu menjadi kontributor bagi kesehatan keuangan negara dengan menyumbang pada APBN, bukan malah mengambil APBN.
Jangan Jadi Beban APBN
Rencana Menteri Erick yang meminta tambahan PMN pada beberapa BUMN memang tidak salah, apalagi usulan itu disampaikan kepada DPR dalam forum yang memang sah dan sesuai dengan alurnya. Akan tetapi tentu kita harus melihat seberapa jauh urgensinya. Seberapa penting penambahan modal itu diberikan kepada BUMN yang ada dan apa dampak serta feedback bagi penerimaan negara jika PMN itu disetujui dan dicairkan.
Saya berandai andai, jika uang trilyunan yang dialokasikan serta dicairkan untuk BUMN itu diberikan kepada sektor yang jauh lebih membutuhkan tentulah akan jauh lebih bermanfaat. Saya berharap setidaknya dalam tulisan ini, BUMN Â janghanlah sampai menjadi beban bagi APBN. BUMN justru harus mampu memberikan kontribusi positif bagi APBN itu sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H