Salah satu riwayat terkenal adalah ketika seorang wanita dari Bani Makhzum, Fatimah binti Al-Aswad, terbukti mencuri. Para pembesar Quraisy mencoba mempengaruhi Rasulullah untuk membebaskannya karena ia berasal dari keluarga terpandang.Â
Namun, Rasulullah menegaskan, "Jika Fatimah binti Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya." Ketegasan Rasulullah ini menunjukkan bahwa hukum berlaku sama untuk semua, tanpa pandang bulu.
Berbeda jauh dengan di Indonesia di mana hukum bisa dipermainkan untuk melindungi orang-orang tertentu.
3. Amanah dalam Mengemban Tugas
Amanah adalah salah satu sifat utama Rasulullah dalam memimpin. Setiap amanah yang dipercayakan kepada beliau, baik dari umat maupun dari Allah SWT, dijalankan dengan penuh tanggung jawab.Â
Saat memimpin Madinah, beliau memastikan semua keputusan yang diambil didasarkan pada kepentingan rakyat. Rasulullah tidak menggunakan kekuasaannya untuk memperkaya diri atau keluarganya, sesuatu yang kontras dengan apa yang sering kita lihat di dunia politik Tanah Air
Contoh lain, saat Perang Khaibar, ketika umat Islam mendapatkan harta rampasan perang yang cukup besar, Rasulullah membagi harta tersebut dengan adil kepada seluruh pasukan. Tidak ada kekayaan pribadi yang dikumpulkan atau diberikan kepada orang-orang terdekat beliau.
4. Mementingkan Kepentingan Umat di Atas Segalanya
Bagi Rasulullah kepentingan umat tidak bisa ditawar lagi. Dalam setiap peristiwa penting, seperti saat menyusun Piagam Madinah yang mengatur tata kehidupan masyarakat Madinah, baik Muslim maupun non-Muslim, Rasulullah selalu memastikan bahwa semua pihak mendapat keadilan.Â
Piagam Madinah ini menjadi contoh pertama dalam sejarah tentang negara pluralistik yang diatur oleh hukum yang adil bagi semua, tanpa diskriminasi.
Rasulullah tidak pernah menggunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi atau keluarganya. Bahkan ketika keluarganya berada dalam kesulitan, beliau tetap menjaga integritasnya sebagai pemimpin umat.
5. Anti KKN
Dalam sejarah kepemimpinan Rasulullah, tidak ada satu riwayat pun yang mencatat adanya tindakan korupsi, kolusi, atau nepotisme.
Beliau memilih pemimpin atau pejabat berdasarkan kemampuan dan integritas, bukan karena hubungan keluarga.Â