Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - hanya ibu rumah tangga biasa

Hobby sederhana: membaca, menulis, memasak, travelling

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur

Rempah Indonesia Mendunia, MenKopUKM: Lakukan Proses Hilirisasi dan Tidak Ekspor Mentah

13 Oktober 2024   10:21 Diperbarui: 13 Oktober 2024   10:29 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dari buah pala bisa diolah menjadi beragam produk turunan (dokumen pribadi)

Sejarah mencatat Indonesia dikenal sebagai negara dengan rempah-rempah yang melimpah. Salah satu sebab mengapa Indonesia dijajah ya karena kekayaan rempahnya itu.

Bangsa para penjajah ini ingin menguasai rempah-rempah yang ada di Indonesia. Terlebih pada masa penjajahan itu rempah khas Indonesia memiliki nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan emas.

Sejarah juga mencatat, rempah cengkeh secara besar-besaran dikirim dari Kesultanan Tidore (sekarang Provinsi Maluku Utara) ke Spanyol pada 11 Desember 1521. Peristiwa ini menjadi momentum yang menggambarkan kepada dunia bahwa sumber rempah memang ada di Timur atau nusantara.

Maka tidak heran, sejak ekspor tersebut dan melihat besarnya potensi rempah yang ada, berbagai bangsa dari Eropa kemudian datang berusaha menguasai Indonesia.

Tidak hanya itu. Sejarah juga mencatat Indonesia telah terkenal sejak dahulu dengan Jalur Rempah yang memiliki peranan penting dalam perdagangan global saat itu. Jalur Rempah dikenal sejarah sebagai jaringan perdagangan terbesar dunia, menciptakan simpul-simpul Keindonesiaan antar-wilayah di Nusantara dan menjadikan Indonesia sebagai wilayah strategis dalam perdagangan dunia.

Sejarah pun berlanjut hingga sekarang. Rempah Indonesia masih menjadi kekayaan Nusantara. Hanya saja, rempah-rempah yang diekspor -- terutama kayu manis, pala, cengkeh, vanila, dan lada hitam, masih dalam bentuk bahan mentah sehingga tidak memiliki nilai jual lebih.

Justru hal itu merugikan Indonesia karena negara yang mengekspor mengelola rempah itu dan mengklaimnya sebagai rempah mereka.

Melihat persoalan ini Kementerian Koperasi dan UKM bersama Dewan Kejayaan Rempah Indonesia menyelenggarakan Forum Diskusi dan Temu Bisnis Penguatan Ekonomi Berbasis Rempah Menuju Kejayaan Nusantara (Rantai Pasok, Rantai Nilai, dan Perlogistikan Rempah), di Kota Bogor, Sabtu 12 Oktober 2024.

Kegiatan ini sebagai upaya mengembalikan kejayaan rempah Indonesia sebagai kejayaan nusantara.

Menteri Koperasi dan UKM (MenkopUKM) Teten Masduki hadir dalam kesempatan itu dan memberikan arahan. Ia menegaskan hasil-hasil bumi seperti tambang, perkebunan, pertanian, hingga komoditas kelautan, tidak boleh lagi diekspor dalam bentuk bahan mentah, termasuk rempah. Hasil-hasil bumi ini boleh diekspor jika sudah melalui proses hilirisasi.

Dokumentasi Humas Kemenkop UKM
Dokumentasi Humas Kemenkop UKM


Menteri Teten menegaskan, kalau menjual hanya bahan mentahnya saja, tidak akan bisa menciptakan nilai ekonomi tinggi. Jika sudah melalui proses hilirisasi, ia menyakini Indonesia memiliki potensi besar bertransformasi dari negara berpendapatan menengah ke tinggi pada 2045.

"Karena itu, harus kita olah, harus kita hilirisasi, supaya kita mendapat nilai tambah ekonomi dari sumber daya kita, termasuk juga di dalamnya bisa menciptakan lapangan kerja," tandasnya.

Dikatakan, untuk mencapai minimum pendapatan perkapita 13.200 dolar AS sebagai negara maju, Indonesia harus membangun industri yang berkelanjutan, yang mengolah bahan baku yang ada di Indonesia. Namun, sampai saat ini Indonesia baru mencapai 5000 dolar AS perkapita.

Memang betul, pada era 1980-an, banyak masuk industri manufaktur dari luar, namun menjadi sunset industry atau "industri matahari terbenam". Industri-industri ini mengalami penurunan atau stagnasi dalam pertumbuhan dan profitabilitas setelah melewati masa jayanya. Salah satu penyebabnya adalah bahan baku tidak ada di Indonesia.

"Kita tidak akan mengulang pengalaman itu. Kita harus membangun industri berbasis keunggulan domestik. Salah satunya, bahan baku kita punya seperti nikel, bauksit, rumput laut, dan juga rempah," kata Menteri Teten.

Khusus rempah, Menteri Teten mencontohkan bisa dihilirisasi di industri bumbu. Bisa juga bisa masuk ke rantai pasok bagian industri farmasi, makanan-minuman, dan industri kecantikan. Jadi, sepertinya tidak sulit karena teknologi untuk melakukan hal itu sudah dimiliki Indonesia.

"Kita harus samakan visi semua pihak untuk merancang bangun desain program mengarah ke hilirisasi rempah. Kita sudah membangun pabrik-pabrik kecil, lalu mengolah sumber daya yang kita miliki menjadi produk setengah jadi atau jadi," ujar Menteri Teten.

Terbukti komoditas nilam, misalnya, yang bisa diolah menjadi minyak atsiri dengan standar industri. Sekarang minyak nilam dari Aceh sudah bisa langsung dikirim ke Paris untuk bahan baku industri wewangian. Teten menyebutkan industri parfum dunia, kebutuhan nilamnya 80 persen dipasok dari Indonesia.

Atau komoditas cabai yang juga sudah ada hilirisasi yang kemudian diolah menjadi pasta, sehingga memiliki rantai nilai ekonomi yang lebih panjang. Pun demikian dengan cokelat yang juga sudah ada pabrik pengolahannya.

"Rempah bisa dikembangkan dan diolah menjadi bumbu untuk masuk ke pasar dunia. Makanan Indonesia masih tertinggal bila dibanding Thailand dan Vietnam. Mereka jauh dikenal masyarakat dunia," kata Menteri Teten.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Teten tidak menampik saat ini industri rempah-rempah Indonesia masih menghadapi berbagai persoalan serius. Di antaranya, ketidakstabilan harga, kurangnya infrastruktur pendukung, permasalahan akses pasar, serta pengelolaan lingkungan yang kurang memperhatikan prinsip keberlanjutan.

Rantai suplai yang belum terintegrasi dengan baik membuat banyak petani rempah berada dalam situasi ekonomi yang sulit. Sementara produk kita sering kali belum mencapai potensi nilai yang optimal di pasar global.

Asisten Deputi Pengembangan Kawasan dan Rantai Pasok KemenKopUKM Dr. Ali menambahkan, pernah ada satu lembaga melakukan studi yang menyebutkan bahwa dari hulu ke hilir potensi ekonomi rempah Indonesia minimal Rp3.000 triliun pertahun, namun selama ini tidak terkonsolidasi dan terekam dengan baik.

"Ada BUMN asal Tiongkok yang sudah bermain rempah di Indonesia selama 35 tahun melalui jalur yang tidak terekam secara formal. Maka, kita akan memetakan satu persatu, membuat satu ekosistem bisnis yang menjadikan koperasi dan UMKM sebagai tulang punggungnya," tukas Ali.

Bagaimana hilirisasi produk rempah Indonesia? Strateginya, kata Ali, dari hulu ke hilir akan disambungkan satu sama lain. Atau dengan kata lain terkoneksi antara para petani di skala mikro dan kecil dengan industri sebagai offtaker di skala menangah dan besar.

Koneksi ini akan menumbuhkembangkan ekosistem bisnis rempah sehingga dapat menjamin bahwa bisnis rempah nusantara menjadi bisnis yang sustain dari sisi bahan baku, proses industri, hingga pasar.

"Semua terkoneksi, sampai pada akhirnya mengarah ke kata kunci yaitu hilirisasi," ucapnya.

Ke depan, para pelaku usaha dan asosiasi rempah akan menginisiasi agar Indonesia memiliki lembaga atau badan khusus yang menangani industri rempah nusantara seperti halnya di China yang memiliki BUMN Rempah. Upaya ini untuk mencapai kejayaan rempah nusantara.

Ketua Umum Dewan Rempah Kejayaan Indonesia (DRKI) Dr Tjokorda Ngurah Agung Kusuma Yudha mengungkapkan hasil survei menyebutkan total perdagangan rempah dunia hampir mencapai 42 miliar dolar AS per tahun. Sayangnya, 80 persen perdagangan rempah dunia dikuasai oleh China. 

"Padahal, dari sisi produk dan industri rempah, Indonesia jauh lebih banyak. Mayoritas milik kita, tapi diperdagangkan di Provinsi Yulin, China," ungkapnya.

Karena itu, kata dia, diharapkan proses hilirisasi di industri rempah nasional bisa berjalan, seperti yang terjadi di hilirisasi sektor tambang. 

"Sekarang ini, ekspor rempah kita masih barang mentah, dan itu pun dilakukan sendiri-sendiri. Dengan kata lain, negara tidak terlibat di dalamnya. Pelaku usahanya melakukan jual beli sendiri, dan kita tidak pernah mendapat nilai tambah dari rempah ini," ungkap Tjokorda.

Dari buah pala bisa diolah menjadi beragam produk turunan (dokumen pribadi)
Dari buah pala bisa diolah menjadi beragam produk turunan (dokumen pribadi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun