Mohon tunggu...
Teti Taryani
Teti Taryani Mohon Tunggu... Guru - Guru

Guru yang suka menulis. Author novel: Rembulan Merindu, Gerai Kasih, Dalam Bingkai Pusaran Cinta. Kumcer: Amplop buat Ibu, Meramu Cinta, Ilalang di Padang Tandus. Penelitian: Praktik Kerja Industri dalam Pendidikan Sistem Ganda. Kumpulan fikmin Sunda: Batok Bulu Eusi Madu, Kicimpring Bengras.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Badai di Ujung Senja

16 Mei 2023   01:35 Diperbarui: 16 Mei 2023   01:39 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang wanita berusia empat puluhan keluar sambil menggendong anaknya. Dia menatap mobil yang terparkir di halaman rumahnya. Wanita berparas sederhana itu menampakkan raut muka bingung dan ya, Jane mengenalinya. Dialah, Ipah yang bekerja di rumah Aira. Jane pernah bertemu saat bertandang ke rumah Aira.

Aira turun dari mobil dan dengan cepat menurunkan barang-barang dibantu oleh Bimo. Gerakannya cepat namun tatapannya benar-benar hampa. Semua barang itu diletakkan di teras rumah.

Jane semakin heran karena ruang tamu dan teras rumah itu dipenuhi barang-barang keperluan sekolah serta alat dapur dan alat rumah tangga lainnya. Beberapa barang masih terbungkus rapi. Letaknya tidak beraturan. Beberapa barang banyak yang serupa dan diletakkan saling bertumpuk. Rumah itu jadi mirip grosir tempat aneka barang.

Setelah selesai, Aira duduk bersimpuh di hadapan Ipah. Dengan tangan ditangkup di dada, Aira memohon sambil meratap. Dia berkata-kata di sela tangisnya yang tetiba menguar.

"Kuberi ... semua keperluanmu, Ipah. Ambillah ... semua. Tapi tolong ... jangan ambil ... Mas Hendro. Kembalikan dia padaku...."

Ipah berdiri mematung sambil menggendong anaknya. Air matanya juga sama, mengalir deras. Entah dia menangis karena apa. Alangkah sulitnya menebak perasaan manusia.

Jane tak bisa menahan diri lagi. Air matanya tumpah ruah. Dipeluknya Aira dari belakang. Dengan lembut, dia membujuk Aira agar kembali pulang. Demikian pula Bimo. Sama-sama membujuk Aira agar segera masuk ke dalam mobil.

Saat Jane hendak meninggalkan tempat itu, terlihat dari kaca spion seorang pengendara ojol memasuki halaman rumah Ipah. Setelah memarkir motornya, lelaki itu membuka helm dan menatap tumpukan barang di teras rumah itu. Dia menjambak rambutnya sendiri. Sambil tengadah, dia berteriak dengan suara keras. Entah marah,entah sedih, entah kesal. Lalu dia turun dari motornya dan berlari ke pinggir jalan. Arah pandangnya mengikuti laju mobil yang dikendarai Bimo. Matanya membasah. 

Jane terbelalak. Ha?! Hendrokah itu? Dia bekerja jadi ojol? Bukankah lelaki itu pernah mengatakan ingin berpisah dengan Aira karena ingin berhenti jadi sopir?

Jane sungguh tak mengerti. Mengapa lelaki itu berani menuai badai di usia senjanya. Mengapa harus melukai Aira yang sudah menyertai hidupnya hingga saat ini.

Perlahan Jane meninggalkan tempat itu. Semilir angin senja menyertai hatinya yang pilu.

Tasikmalaya, 16 Mei 2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun