"Aku juga pengen tanya, apa enaknya makan cepet-cepetan begitu? Bukankah makanan harus dinikmati dan disyukuri? Di mulut aja mesti 24 sampe 30 kunyahan, kan?"
Aku tersenyum sambil melanjutkan makan. Kujawab pertanyaan keenamnya dengan pertanyaan juga. Meski suara Sheena mulai terdengar gusar, aku tak berusaha mempercepat makanku.
Mungkin buat menghilangkan jenuh, Sheena mulai berselancar dengan gawainya. Wanita di depanku ini membuka-buka tayangan pendek dari kanal youtube dan tiktok. Sesekali aku mengintip gambar yang muncul di permukaan layarnya. Beberapa hanya menampilkan kemarahan dari artis dan bintang tiktok. Rupanya saat ini sedang trend perang mulut dan adu emosi di medsos. Hingga aku selesai makan, Sheena masih asyik dengan tontonannya.
Kuraih gawai karena telepon masuk dari Bu Wina, guru TK tempat sekolah Alea. Rupanya bungsuku itu siap dijemput.
"Wah, maaf ya, Sheen, aku harus jemput Alea. Bentar lagi bubar."
"Iya gakpapa. Biar kubayar makanannya," jawabnya seraya mengeluarkan dompet tebalnya.
Dia membukanya sejenak dan memperlihatkan isinya. Kulihat deretan kartu memenuhi ruang lipatan dompetnya.
"Eh, Nuy, kamu bawa uang cash, gak? Kayaknya di tempat ini harus kayak gitu bayarnya. Aku lagi gak bawa, nih!"
"Iya, gakpapa, biar kubayar. Enjoy aja!"
Aku berdiri dan pamitan setelah menyelesaikan pembayaran di kasir. Ternyata bisa juga membayar dengan kartu. Meski sedikit kesal, aku tak ingin mempermasalahkan ini karena harus buru-buru menjemput Alea.
Pekan berikutnya, Sheena mengirim pesan.