Saudaraku sengaja menumpuk dulu hantu jagung itu sebelum dimasukkan ke dalam karung. Niatnya, nanti setelah jagung habis terjual, karungnya akan diisi hantu jagung alias sampahnya dan dibawa untuk dibuang ke Cilaku (Kecamatan di wilayah Cianjur Utara/Kota). Di Pasir Sembung memang ada tempat pembuangan sampah. Tapi apa daya, sebelum hantu itu benar-benar bisa dibuang, pemandangan tidak sedap sudah menghampar di depan mata.
Saat mendapat kiriman jagung dari bandar/makelar yang fresh baru dipetik dari pohonnya, tentu saja jagung masih kotor dan perlu dibersihkan. Ada beberapa bagian yang harus dikupas, dipotong dan dibuang supaya jagung rebus maupun bakar nantinya bersih dan menarik. Nah, potongannya itu yang kini menumpuk di pekarangan, layu setelah beberapa hari tertimpa air hujan. Sebagian berceceran kemana-mana. Di jajan-jalan, di tanah lapang, hamparan bodogol maupun daun jagung menjadi sampah yang sering ditemukan.
Ini baru satu orang penjual jagung impor dari luar kota, bagaimana jika nanti penjual jagung lokal (jagung hasil panenan warga Sukanagara) telah ikut menjadi penjual jagung, tak terbayangkan segimana menumpuk dan banyaknya hantu jagung alias sampah jagung yang dihasilkan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H