Mohon tunggu...
Tesya Sonia
Tesya Sonia Mohon Tunggu... Lainnya - Tulisan dan Membaca dapat Membangun Persepektif Seseorang

Pengalaman Menjadi Juara Pembentukan Proses Hidup

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pandemi Rasisme

26 Agustus 2020   11:42 Diperbarui: 8 November 2020   22:18 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Indonesia merupakan negara kepulauan dimana membuat negara ini menjadi negara yang kaya akan suku, adat dan budayanya. Berdasarkan data  Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 Indonesia memiliki 1.340 suku bangsa. 

Dilansir dari Kompas.com pada tahun 2018 Presiden Jokowi mengatakan Indonesia merupakan negara majemuk, karena memiliki penduduk berjumlah 260 juta jiwa yang terdiri dari 714 suku dan tinggal menetap di 17 ribu lebih pulau dari Sabang sampai Marauke dan dari Mianggas sampai Pulau Rote. 

Kemajemukan bangsa Indonesia membuat adanya perbedaan yang menciptakan sebuah harmonisasi dalam bermasyarakat dimana menjadikan adanya perbedaan warna kulit, model rambut, cara berpakaian dan cara berkomunikasi. 

Suku dapat menjadi sebuah identitas dari masing-masing  individu maka, adat serta budaya yang ada dapat menjadi sebuah pembeda dalam bermasyarakat. 

Dimana jika seseorang terlahir dengan adat dan budaya yang kuat maka dapat menciptakan sebuah kecintaan seseorang terhadap budayanya sendiri sehingga berpengaruh pada pola pikir dan gaya hidup.

Kecintaan terhadap suatu suku dan budaya merupakan hal baik, karena melestarikan budaya adalah suatu kewajiban seluruh masyarakat Indonesia. Rasa cinta terhadap suatu kesukuan dan budaya yang mendalam dapat membuat sebuah pandangan bahwa suku dan budaya yang kita miliki adalah yang paling istimewa, hal ini dapat disebut sebagai primordialisme. 

Jika rasa primordialisme tidak diminimalisir dapat menjadikan sebuah suatu sistem yang dinamakan rasisme. Rasisme merupakan sebuah sistem yang menyatakan bahwa perbedaan biologis yang ada pada ras manusia dapat memiliki dampak penilaian rasa yang lebih superior dan memiliki hak untuk mengatur ras lainnya. Sehingga dapat menimbulkan ketimpangan dalam bersosial ditengah masyarakat bahkan dapat menjadi bibit perpecahan ditengah-tengah perbedaan yang ada di Indonesia.

]Manusia adalah makhluk sosial dimana sesama manusia saling membutuhkan, yang berarti manusia tidak dapat mampu hidup sendiri. Tetapi nyatanya manusia masih kurang untuk saling menghargai satu sama lain. Dimana seperti yang dikatakan oleh Thomas Hobbes, seorang filsuf Inggris dalam bukunya Leviathon bahwa manusia memiliki kecenderungan untuk memuaskan kepentingannya sendiri. 

Maka Hobbes mengatakan bahwa manusia ialah Homo Homi Lupus yang berarti manusia adalah serigala bagi sesamanya. Ketika masyarakat Indonesia masih belum bisa menerima adanya banyak perbedaan yang ada maka, dapat menimbulkan suatu pembeda alamiah yang tidak sengaja terbentuk oleh masyarakat. 

Hal ini dapat menjadikan sebuah isyarat dimana rasisme yang dari dahulu sudah terjadi, terjadi kembali dimasa yang sudah modern ini.  Sehingga dapat menimbulkan rasa sakit hati kepada suatu pihak tertentu yang dapat menyebabkan gangguan mental, kurangnya percaya diri, kemajuan terhadap potensi seseorang dan bahkan dapat menyebabkan kematian.

Membicarakan perihal rasisme maka kita tidak dapat lepas dari sosok Nelson Mandela, dimana beliau menghabiskan waktunya dipenjara untuk memperjuangkan hak warga kulit hitam. Perjuangan Mandela membuahkan hasil ketika ia berhasil menjadi presiden kulit hitam pertama di Afrika Selatan pada 1994 dan 1999. 

Tetapi sepertinya apa yang diperjuangkan oleh Nelson kembali terjadi, pada 20 Mei 2020 dimana ada kasus pembunuhan George Floyd di  Minneapolis Amerika yang didasari oleh adanya diskriminasi dan rasisme. 

Dalam pidato Philonise Floyd salah satu saudara laki laki George Floyd pada saat kebaktian kematian George Floyd menggambarkan bahwa masih adanya kasus rasisme yang terjadi setiap harinya didalam pendidikan, dalam pelayanan kesehatan dan didalam semua aspek kehidupan di Amerika. Hal ini membuat adanya aksi demonstrasi di kota-kota seperti Los Angeles dan Chicago.

Kasus pembunuhan George Floyd yang didasari oleh adanya rasisme membangkitkan kesadaran dunia untuk menegakan keadilan khususnya bagi orang-orang kulit hitam. Salah satu dukungan dunia ialah adanya tagar pada sosial media yaitu #BlackLivesMatter dan adapun pengisian petisi yang dimana kaum hitam harus diberikan hak asasi yang sama. 

Nampaknya kasus rasisme ini juga terjadi pada tanah air, pada tahun 2016 adanya kasus kematian seorang laki-laki papua yang bernama Obby Kagoya. Obby tewas dikarenakan kepalanya diinjak oleh seorang polisi Indonesia, ketika asramanya dikepung di Yogyakarta. Sangat ironis negara yang multikultur ini menjadi sebuah ancaman terhadap negaranya sendiri.

Kasus rasisme, stigma buruk atau sterotype sebenarnya sudah terjadi juga di negara kita sejak lama bahkan menimpa beberapa suku budaya. Salah satunya ialah suku budaya Papua dimana mereka dikenal dengan kulit hitamnya. Diskriminasi terhadap masyarakat papua masih sering terjadi di masyarakat. 

Masyarakat masih sering mengkotak-kotakan orang berdasarkan fisik, seperti dimana ada salah satu cerita yang beredar di sosial media yaitu salah seorang dari papua yang bekerja di Jakarta sebagai supir taksi online yang ingin menjemput penumpangnya di pusat perbelanjaan modern selalu ada satpam yang menjegat supir tersebut dengan alasan muka supir tersebut seperti penjahat. 

Maka hal ini menjadikan supir taksi online tersebut menjadi takut untuk masuk kesebuah pusat perbelanjaan modern. Mungkin masih banyak lagi masyarakat papua yang merasakan diskriminasi dan rasisme di Indonesia tetapi mereka hanya bisa diam, ketakutan hingga membuat mereka sukar untuk maju.

Hukum yang ada di Indonesia juga masih bias akan kasus rasisme ini seperti halnya yang dikatakan oleh Cindy Makabory seorang perempuan dari keturunan Melanesia yang dilansir oleh tempo pada beberapa pekan lalu. 

Dimana ia mengatakan bahwa tujuh orang tahanan politik Papua dihukum 5,10,15 dan 17 tahun penjara, dan kesalahan yang mereka lakukan adalah melawan rasisme dan memperjuangkan hak Papua untuk menentukan nasib mereka sendiri, sementara aparat keamanan yang melakukan aksi rasisme hanya dihukum 6 bulan penjara. Insiden perihal rasisme dengan hukum yang kurang jelas tidak mencerminkan kebijakan pemerintah. 

Hal ini menggerakkan hati masyarakat sehingga banyak yang menyuarakan untuk mendukung adanya pemerataan hak asasi manusia, tidak hanya itu ada beberapa aktivis dan sejumlah artis tanah air yang membuat komunitas untuk dapat saling memberi sinergi terutama untuk teman-teman berkulit hitam. Upaya komunitas ini digerakkan oleh kalangan milenial yang sadar akan krisisnya rasa toleransi satu sama lain.

Kalangan milenial merupakan salah satu aset kebanggan bangsa yang dimana diharapkan untuk dapat membawa Indonesia dimata Internasional. Tetapi masih banyak kaum milenial yang masih belum terbuka untuk mau bergaul dengan teman-teman yang berbeda dengan dirinya. 

Hal ini harus menjadi sebuah sorotan dimana jika kaum milenial belum bisa terbuka untuk mau bergabung satu sama lain, maka kemerdekaan yang diutarakan pada tahun 1945 hanya menjadi sebuah sejarah. 

Terkadang kaum milenial masih suka ceroboh dalam bertindak secara verbal maupun non verbal. Mereka lebih sering bertindak terlebih dahulu baru berfikir dimana hal ini dapat menjadi sebuah celaka bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Dimana yang mereka lakukan bisa menjadi sebuah traumatik terhadap seseorang sehingga dapat menimbulkan sebuah label yang buruk.

Ada sebuah penggambaran perbandingan tentang 2 keluarga yang tinggal disebuah kota, keluarga A berasal dari kaum berkulit putih dan keluarga B merupakan kaum dari kulit hitam. Dua keluarga ini mempunyai anak laki-laki yang sepantaran dimana mereka tumbuh bersama dilingkungan yang sama. 

Tetapi dengan berjalannya waktu nampak ada yang berbeda dirasakan oleh keluarga B dimana sang anak menjadi malas belajar. Berbeda dengan keluarga A dimana anaknya tumbuh menjadi anak yang berprestasi. Setelah dicari tahu oleh orang tua dari keluarga B bahwa anaknya menjadi korban rasisme disekolah tersebut.

Setalah kedua anak tersebut menyelesaikan bangku sekolah dan bangku kuliah anak dari keluarga A tidak butuh waktu yang lama untuk mendapatkan pekerjaan. Tetapi anak dari keluarga B lebih sering ditolak oleh pekerjaan karena fisik yang tidak mendukung. 

Penggambaran ini mendapatkan sebuah hasil dimana rasisme dapat menyebabkan tidak berkembangnya potensi diri seseorang karena terhambat oleh ciri-cirik fisik. Maka dapat disimpulkan juga bahwa keluarga A dapat memperbaiki ekonomi dengan cukup mudah dibandingkan keluarga B yang dimana bisa menyebabkan adanya kemiskinan yang timbul dari rasisme.

Kasus rasisme bukan hanya masalah yang bisa diremehkan apalagi Indonesia memiliki pedoman Pancasila serta memiliki semboyan "Bhineka Tunggal Ika" yang kuat. Rasisme timbul dari sebuah kecintaan terhadap suatu kelompok atau budaya yang berlebihan sehingga menimbulkan sebuah penolakan sosial terhadap kelompok lain. 

Bukan hanya permasalahan pendidikan yang harus diperhatikan tetapi masalah sosial yang ada di Indonesia harus dibenahi karena dapat berpengaruh terhadap kemajuan bangsa Indonesia. 

Pengucapan penghinaan yang dilontarkan dalam berinteraksi sangat berakibat fatal bagi siapapun yang mendengar maupun yang berucap. Gangguan mental yang terjadi pada seseorang ataupun rasa kurang percaya diri dapat berasal dari ucapan dengan bahasa yang menjatuhkan.

Papua memang merupakan kepulauan paling ujung di Indonesia tetapi bukan berarti masyarakat Papua bisa dikesampingkan. Keindahan alam yang diberikan oleh pulau Papua dapat kita hargai dan kita rasakan, tetapi mengapa masih sukar untuk menerima masyarakat Papua didalam sosial bermasyarakat?  

Hal ini dapat menjadi sebuah bagian sifat egois yang kita miliki, kita harus dapat mengingat bahwa Indonesia bukan hanya Jakarta atau Bali saja melainkan banyak pulau istimewa yang kaya akan alam, budaya serta sumber daya manusianya tetapi kurang untuk kita bisa menghargai keadaan mereka. 

Daya juang masyarakat Papua untuk masih tetap mau bertahan di Indonesia harus kita akui meskipun mereka masih menerima diskriminasi ditengah masyarakat. Masyarakat Papua selalu membuktikan bahwa mereka juga dapat bertahan bahkan tidak tertinggal oleh masyarakat kota-kota besar.

Indonesia sedang mengalami pandemik korona disisi lain Indonesia juga mengalami pandemik rasisme. Bukan suatu hal yang mudah untuk memberikan pikiran terbuka terhadap masing-masing individu tetapi kita bisa memulai dari diri sendiri terlebih dahulu. Agar Indonesia menjadi negara yang saling menghargai satu dengan yang lain ditengah keberagaman. 

Zaman sudah semakin modern bukan saatnya lagi Indonesia untuk kembali dijajah dan menggambarkan kenyataan yang dikatakan oleh bung Karno dimana Indonesia bukan dijajah oleh negara asing lagi tetapi dijajah oleh bangsa sendiri. Kemerdekaan harus dapat dirasakan oleh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun